Konten dari Pengguna

Dengan Hati-Hati dan Amanah: Awal Perjalanan Danantara

Ahsan Muhammad
Mahasiswa Manajemen Universitas Tazkia - Belajar dan meneliti tentang ekonomi mikro & investasi syariah - Berbagi edukasi finansial secara sederhana - Mendukung literasi untuk syariah
12 Mei 2025 12:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahsan Muhammad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto para pejabat tinggi negara, Menteri BUMN Erick Thohir, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Presiden Prabowo Subianto, Menteri Investasi Rosan Roeslani, dan pejabat lainnya pada peluncuran Dana Kekayaan Negara Danantara Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, 24 Februari 2025. (Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana)
zoom-in-whitePerbesar
Foto para pejabat tinggi negara, Menteri BUMN Erick Thohir, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Presiden Prabowo Subianto, Menteri Investasi Rosan Roeslani, dan pejabat lainnya pada peluncuran Dana Kekayaan Negara Danantara Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, 24 Februari 2025. (Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana)
ADVERTISEMENT
DDalamalam dunia keuangan yang berbasis nilai, risiko reputasi menempati posisi sentral sebagai salah satu dari sepuluh profil risiko utama yang wajib dikelola secara strategis. Risiko ini muncul ketika terjadi persepsi negatif dari publik, regulator, atau pemangku kepentingan terhadap suatu lembaga—terutama jika terkait dengan dugaan penyimpangan tata kelola, integritas, atau kesesuaian terhadap prinsip syariah.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks Indonesia, hadirnya Danantara Indonesia sebagai lembaga pengelola kekayaan negara menempatkan isu ini dalam sorotan tajam.
Diluncurkan pada Februari 2025, Danantara dibentuk untuk mengelola lebih dari 900 triliun rupiah dalam bentuk saham BUMN dan aset negara lainnya. Namun, sejak awal kemunculannya, Danantara memicu kekhawatiran pasar. Indeks IHSG sempat anjlok hingga 7% pada Maret 2025, menyebabkan circuit breaker atau penghentian sementara perdagangan.
Foto rapat manajemen Danantara dalam menghadapi intervensi politik. Gambar-gambar ini dihasilkan oleh AI hanya untuk tujuan kreatif. Gambar-gambar ini tidak dimaksudkan sebagai penggambaran faktual. (Gemini, 2025)
Penyebab utamanya? Kekhawatiran investor terhadap intervensi politik dalam struktur manajemen Danantara. Pengangkatan tokoh-tokoh politik seperti Joko Widodo, Susilo Bambang Yudhoyono, dan mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra dalam jajaran “tim impian” Danantara, sebagaimana dilaporkan Reuters, dinilai memperkuat kekhawatiran tersebut.
Selain itu, sorotan terhadap transparansi dan akuntabilitas semakin kuat. Kritik dari kalangan akademisi dan analis menyebut bahwa dasar hukum dan mekanisme kerja Danantara tumpang tindih dengan fungsi Kementerian BUMN, OJK, hingga Kementerian Keuangan. Risiko reputasi pun kian meningkat ketika proses pengambilan keputusan strategis dikhawatirkan tidak cukup terbuka terhadap publik.
ADVERTISEMENT
Dalam kerangka tata kelola risiko syariah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)—sebagai regulator sistem keuangan nasional—telah jokmenekankan pentingnya manajemen risiko reputasi dalam Peraturan OJK No. 65/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum Syariah.
Regulasi ini menuntut setiap entitas keuangan syariah untuk memiliki sistem identifikasi, pengukuran, pengendalian, dan pemantauan risiko yang mencakup aspek reputasi. OJK juga mewajibkan adanya sistem pelaporan insiden reputasi secara berkala.
Untuk menjawab tantangan tersebut, CEO Danantara, Rosan Roeslani, mengumumkan inisiatif peluncuran Danantara Trust Fund, yakni dana sosial yang akan mengalokasikan 1%–2,5% dari dividen BUMN untuk bidang pendidikan, sanitasi, dan pemberdayaan masyarakat.
Upaya ini bertujuan membangun citra Danantara sebagai lembaga berwawasan sosial dan menjaga jarak dari stigma elitis.
ADVERTISEMENT
Namun langkah ini belum cukup. Untuk mengatasi risiko reputasi secara sistemik, Danantara harus memastikan audit independen dilakukan secara rutin dan terbuka kepada publik. Keterlibatan Komite Audit dan Dewan Pengawas yang profesional, bebas konflik kepentingan, dan memiliki pemahaman mendalam terhadap prinsip syariah menjadi sangat penting.
Selain itu, upaya komunikasi yang transparan dan konsisten kepada masyarakat, media, serta pelaku pasar akan menjadi kunci untuk membangun ulang kepercayaan publik.
Dalam prinsip perbankan syariah, menjaga reputasi bukan hanya untuk melindungi modal sosial, tetapi juga merupakan bagian dari amanah dan tanggung jawab etika.
Danantara berada di persimpangan penting: antara potensi besar membangun nilai strategis negara dan risiko kehilangan legitimasi sosial. Jalan terbaik adalah dengan menempatkan transparansi, profesionalitas, dan prinsip syariah sebagai fondasi utama dari setiap langkah ke depan.
ADVERTISEMENT