Konten dari Pengguna

Perkawinan Sejenis Bertentangan Dengan Agama

Ahsan Syarif
Mahasiswa UIN Jakarta Prodi Hukum Keluarga.
24 Oktober 2024 13:49 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahsan Syarif tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perkawinan sejenis, sumber https://www.unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perkawinan sejenis, sumber https://www.unsplash.com
ADVERTISEMENT
Perkawinan sejenis bertentangan dengan agama memang sering muncul dalam diskusi-diskusi agama, terutama terkait dengan pandangan ajaran kepercayaan terhadap relasi seksual dan perkawinan. Beberapa agama besar seperti Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha memiliki pandangan yang umumnya menolak atau tidak mendukung hubungan sejenis, dan ajarannya cenderung mengarahkan pada norma hubungan heteroseksual antara laki-laki dan Perempuan.
ADVERTISEMENT
Dalam Islam, secara tegas dinyatakan bahwa fitrah manusia cenderung berpasang-pasang antara laki-laki dan Perempuan. QS. al-Rum (30) ayat 21, menjelaskan di antara tanda kebesaran Allah adalah menciptakan manusia berpasangan, agar menjadi tentram saling menumpahkan kasih sayang.
Agama Kristen juga melarang perkawinan sesame jenis dan menganggap perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dibenci. Dalam Perjanjian Baru disebutkan larangan perkawinan sejenis sebagaimana dalam Imamat (18): 20: “Seorang laki-laki tidak boleh bersetubuh dengan orang laki-laki, Allah membenci perbuatan itu.” Dalam Perjanjian Baru, perkawinan sejenis dikategorikan sebagai perbuatan jahat, memalukan, dan perbuatan mempertautkan hawa nafsu.
Agama Hindu juga tidak membenarkan perkawinan sejenis. Dalam Madawa Dharmasastra atau Weda Smrti, perkawinan mengandung nilai religius yang bertujuan mempunyai keturunan guna menebus dosa dan menyelamatkan orang tua dari neraka.
ADVERTISEMENT
Begitupun dalam agama Buddha, terdapat ajaran lima larangan yang dikenal dengan Pancasila Budhis. Pada sila ketiga, umat Buddha berusaha menahan diri dari perbuatan asusila. Meskipun tidak melarang secara tegas, dapat disepakat bahwa perkawinan sejenis merupakan penyimpangan seksual yang merupakan perbuatan asusila.
Secara umum, agama-agama ini menyepakati bahwa perkawinan sejenis tidak sejalan dengan nilai-nilai agama dan tujuan pernikahan yang sakral. Perdebatan mengenai perkawinan sejenis masih terus berlangsung, dan pandangan agama tetap menjadi salah satu pilar penting dalam membentuk opini publik mengenai isu ini.
Muhammad Ahsan Syarif, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Hukum Keluarga 2024