Investasi Bodong, Teror Baru Masyarakat Desa

Ahsani Taqwim A
Pembelajar Media dan Komunikasi, Universitas Pakuan Bogor
Konten dari Pengguna
15 Februari 2022 11:36 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahsani Taqwim A tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana Desa Karangetang, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato, yang 95 persen warganya tertipu investasi forex bodong FX Family. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Desa Karangetang, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato, yang 95 persen warganya tertipu investasi forex bodong FX Family. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar ketika seluruh masyarakat di dusun kami ditakutkan dengan teror penculik anak. Setiap anak diingatkan untuk tidak bermain jauh dari perkampungan. "Nanti diambil Paccepo'" kata setiap orang tua kepada anaknya kala itu.
ADVERTISEMENT
Sepemahaman saya, Paccepo’ adalah sebutan penculik, yang digambarkan membawa mobil dan akan mengambil anak kecil tanpa pengawasan orang tua. Entah untuk apa, setahu saya tidak mungkin untuk meminta tebusan.
Sebab semua orang yang pernah ke dusun kami sadar, pada masa itu, tidak ada satu pun warga di daerah kami yang memiliki harta mencolok untuk bisa membayar tebusan. Untuk makan saja kami bersyukur jika masih mampu untuk berbagi.
Teror ini mengubah suasana desa yang aman dan damai jadi mencekam. Kabar burung semacam ini kerap kami dengar di masa 5 tahun pertama pasca reformasi. Awalnya saya menganggap itu adalah cara orang tua menakut-nakuti anak seumuran kami agar tidak bermain terlalu jauh atau pulang sebelum magrib seperti yang kerap kami lakukan.
ADVERTISEMENT
Namun semakin hari saya semakin sadar ini bukan lagi cara menakut-nakuti. Ketakutan itu bukan hanya menyerang anak-anak, tapi seluruh warga desa. Bahkan dusun lain di sekitar kampung kami juga merasakan ketakutan yang sama.
Setiap jalan masuk dan keluar dari dusun kami dibangun portal dari bambu yang akan dijaga oleh pria dewasa, umumnya anak muda yang akan memeriksa siapa yang masuk dan keluar. Semakin malam, kewaspadaan akan semakin terasa.
Untuk kami masyarakat dusun di salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan, orang pendatang akan mudah untuk kami kenali. Warga kami sedikit. Bahkan kami bisa mengenali jika orang masuk tersebut adalah warga dari dusun sebelum yang kebetulan pulang malam melintasi kampung kami sebagai satu-satunya jalur yang bisa dilewati dengan kendaraan. Bukan hanya kenal nama, warga kami bisa mengurutkan silsilah keluarga warga dari kampung sebelah itu.
ADVERTISEMENT
Biasanya fenomena semacam itu tidak berlangsung lama. Seingat saya, tidak sampai satu bulan semua kewaspadaan itu menjadi ketenangan. Portal dari bambu tadi akan segera dibongkar dan beralih bentuk menjadi dipan, atau untuk menggantikan tiang pos ronda yang sudah lapuk. Belakangan saya ketahui bahwa fenomena ini (penculikan anak) adalah hal yang juga terjadi di banyak daerah di Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda.
Kami merasa kampung kami aman dengan hadirnya aparat kepolisian yang sesekali datang saat jaga malam berlangsung. Sesekali Kepala Polisi Sektor hadir untuk mendengarkan ceria warga dan berupaya menenangkan psikologis kami di siang hari. Sebelum dusun kami menjadi ibu kota kecamatan, Polisi dan TNI hanya sesekali mampir di kampung kami. Biasanya untuk memberikan pengarahan atau meneruskan informasi penting dari Pemerintah kabupaten.
ADVERTISEMENT

Pandemi Covid-19

Belasan tahun kemudian, pemuda di kampung kami kembali mencari bantu untuk dijadikan portal dadakan juga untuk membuat pos ronda di pintu masuk kampung. Bukan sekadar mengecek siapa yang masuk dan keluar, melainkan untuk menyemprotkan disinfektan ke setiap badan tangan, badan, baju celana, bahkan ke bodi kendaraan yang digunakan sebelum masuk perkampungan.
Iya, tahun 2020 setelah semua daerah yang menurut kami jauh telah terpapar virus Covid-19, warga mulai waspada. Ini menjadi ancaman baru, namun bedanya yang dihadapi adalah hal yang tak terlihat dan bisa dijaga di pos pintu masuk kampung.
Polisi dan pihak TNI bukan lagi terlibat untuk sekadar menenangkan warga, namun terlibat langsung dalam penyemprotan disinfektan di tempat umum dan mengingatkan langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah paparan virus corona.
ADVERTISEMENT
Sama seperti warga dusun pada umumnya, kami juga selalu berupaya memproteksi diri dari hal baru yang masuk ke kampung. Walau tidak semua bisa dihalau, setidaknya kita bisa menjaga dengan selalu saling mengingatkan satu dengan yang lain. Ada perasaan saling memiliki, agar semua warga dapat aman dan terlindungi dari hal-hal yang merugikan di kemudian hari. Semua saling mengenal dekat, jangankan warga sendiri, warga dari desa tetangga masih kami anggap saudara.

Investasi Bodong di Gorontalo

Awal tahun 2022, di pulau yang sama, Gorontalo (Sulawesi) satu kampung warga geger karena tertipu investasi bodong. Dari laporan berita tim Kumparan+ yang saya baca, setidaknya 200 kepala keluarga dari salah satu kampung di Gorontalo menjadi korban penipuan tersebut. Bahkan bukan hanya di satu daerah, namun ada banyak warga daerah yang lain, yang jumlahnya tidak hanya sampai pada angka 200 (selengkapnya baca di Special Report Kumparan+, “Jerat Investasi Oknum Polisi”).
ADVERTISEMENT
Tentu hal ini membuat saya kembali mengingat masyarakat di kampung saya, sembari berharap hal tersebut tidak terjadi di sana. Seingat saya, belum pernah kasus penipuan masuk kampung kami. Namun sales barang-barang rumah tangga atau pedagang keliling sangat sering. Kembali lagi, bahwa orang baru akan sangat mudah dikenali karena komunikasi yang intens antar warga.
Sales panci, sales alat pijat, pedagang alat masak, dan sebagainya kerap datang ke sekolah-sekolah untuk menawarkan dagangan kepada guru-guru. Setelah itu mampir di mana ibu-ibu sedang berkumpul. Namun semua murni untuk usaha mencari rezeki dengan berdagang keliling kampung.
Penipuan hanya kerap menimpa beberapa warga. Biasanya karena jual beli, atau transaksi yang tidak melibatkan banyak pihak. Fenomena ini sesekali terjadi ketika Handphone dan fasilitas SMS mulai familiar bagi warga kampung.
ADVERTISEMENT
Jeritan tangis, meronta dan berakhir pingsan, serta sesal yang memenuhi dada seorang ibu yang baru saja mentransfer uang puluhan juta untuk menebus mobil yang katanya didapatkan dari undian SMS dan diyakinkan oleh pihak yang berbicara melalui sambungan suara telepon. Namun sayang, semua itu hanya angan-angan. Ibu tersebut telah ditipu dan telah kehilangan uangnya.

Komunikasi sebagai Proteksi Warga

Komunikasi dan kerekatan warga desa adalah kunci proteksi dari hal yang mengancam dan merugikan warga. Setidaknya itu yang saya rasakan sedari kecil tinggal di sebuah desa yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. Semua sudut desa bisa menjadi tempat bercerita dan tersebarnya informasi yang disampaikan dengan begitu ekpresif. Mungkin dewasa ini hal semacam itu perlahan terkikis oleh hadirnya teknologi seperti WhatsApp dan Facebook.
ADVERTISEMENT
Kantor desa, Warung kelontong, warung jajanan di sebelah lapangan volly, pasar sayur di samping masjid, hingga bengkel motor di pojok kampung memiliki massa sendiri, cerita sendiri dan gaya berkomunikasi sendiri-sendiri. Namun masjid adalah pusat informasi dan komunikasi yang paling formal.
Setiap selesai Sholat Jumat, akan selalu ada informasi yang dikomunikasikan kepada seluruh warga. Selepas Jumatan adalah momen warga dusun menunggu apa yang akan disampaikan oleh siapa pun yang punya hajat dan informasi penting. Kepala Desa, Camat, Kepala Polisi Sektor, Kepala Dusun, Ketua Kelompok Tani, semua bisa memegang mic dan menyampaikan hal penting yang perlu diketahui oleh masyarakat Desa.
Fenomena sosial yang dianggap akan mengancam dan terjadi di Kota terdekat dari kampung sudah kami ketahui untuk kewaspadaan bersama. Ajakan gotong royong, panen, informasi pernikahan, Ancaman Virus, Kasus penculikan, kasus pencurian, semua bisa saja disampaikan di waktu paling prime-time itu.
ADVERTISEMENT
Narasi yang mereka gunakan sama saja. Jika dulu masyarakat percaya pada orang dengan ilmu dan kesaktian yang tinggi, sekarang warga percaya pada orang yang memiliki pangkat dan jabatan, tidak perlu tinggi asalkan seragam yang dikenakan menggambarkan instansi tepercaya.
Hal ini hadir dan mengancam warga Desa yang minim edukasi. Dibutuhkan komunikasi yang aktif antar warga dan keterlibatan pejabat daerah untuk bisa menggerakkan warga dengan edukasi yang memadai mengingatkan atau mengajarkan warga akan hal tersebut. Dibutuhkan penyetaraan pengetahuan, minimal, tentang ancaman investasi bodong atau modus penipuan yang kerap menyasar warga desa yang rentan.
Sangat disayangkan jika kasus yang terjadi di Gorontalo melibatkan oknum polisi. Pihak yang dalam benak kami sebagai warga dusun adalah sosok yang menenangkan warga ketika desas-desus penculikan anak sebagai tumbal pembangunan hingga garda terdepan bagi kami kala pandemi covid-19, dalam kasus ini menjadi pihak yang malah menipu dan merugikan warga satu kampung.
ADVERTISEMENT
Warga desa, setidaknya bagi saya, adalah jenis warga dengan kemurnian hati. Di mana sedihnya, bahagianya, kecewanya, dan marahnya adalah hal yang tidak sebenar-benarnya, tanpa rekayasa, apalagi hanya untuk bisa mendapatkan keuntungan pribadi maupun kelompok. Mereka sedih, bahagia, kecewa, atau marah, karena memang begitulah adanya.