Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Apakah (Salah) Listrik Tenaga Surya Itu?
30 Agustus 2021 13:11 WIB
Diperbarui 22 September 2021 14:13 WIB
Tulisan dari Ahyar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa pekan terakhir ramai diperbincangkan publik akan kebijakan pemerintah yang dinilai pro tenaga surya. Beberapa pendapat bahkan tampak menghakimi, seperti yang dikemukakan salah seorang pakar ketenagalistrikan yang justru menilai bahwa keinginan pemerintah untuk mempercepat bauran energi baru dan terbarukan menjadi 23% pada 2025 dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap justru mengancam sistem kelistrikan. Benarkah demikian?
ADVERTISEMENT
Luasan Indonesia tak kurang dari 1.905 juta km2 dengan 17.054 pulau terbentang melingkupi setanah air. Terbayang kah anda berapa energi yang dibutuhkan untuk menghidupi populasi 270,6 juta jiwa di atasnya?
Menjadi negara dengan penduduk terbesar ke empat di dunia, Indonesia saat ini masih menggantungkan pemenuhan energi pada penggunaan bahan bakar fosil seperti bahan bakar minyak dan batubara. Keduanya merupakan penyumbang emisi tertinggi. Pemenuhan utama terdapat pada sektor ketenagalistrikan yang masih sangat dominan, 80% di antaranya menggunakan batubara sebagai bahan bakar primer. Akibatnya, pembangkit batubara menyumbang sekitar 35% dari total 1.262 giga ton emisi CO2 yang dihasilkan negara ini.
Tak hanya meningkatkan kenaikan suhu global, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan dasar batubara berdampak sangat merugikan bagi warga sekitar PLTU tersebut. Masalah lingkungan tak bisa dihindari. Lebih parah lagi, dampak kesehatan yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut, sesak napas, penyakit kulit, dan penyakit lainnya mengancam kesehatan.
ADVERTISEMENT
Hal yang sangat menyedihkan dari dampak kesehatan tersebut yaitu banyak dialami oleh anak-anak yang digadang-gadang menjadi bonus demografi pada Indonesia Emas 2045. Fly ash hasil dari PLTU yang bebas beterbangan telah merenggut hak-hak ekologis anak-anak kebanggaan bangsa. Padahal pada usia belia, mereka memiliki hak bermain, belajar, dan berinteraksi dengan sesama temannya. Memang ada anak-anak lainya di perkotaan yang bernasib baik dari energi kotor ini. Namun, mereka yang kurang beruntung juga merupakan bagian dari anak bangsa yang memiliki hak yang sama dengan anak-anak lainnya di seluruh Indonesia.
Sebenarnya masih banyak lagi dampak negatif yang ditimbulkan, belum lagi kalau dirunut dari bagaimana proses penambangan batubara, sisa galian tambang, air asam tambang, dll. Maka dari itu, sudah saatnya Indonesia melakukan energy shifting mulai dari sekarang.
ADVERTISEMENT
Benar kata orang-orang, “batang tumbuhan yang di lempar di belakang halaman rumah saja bisa tumbuh menjadi sepokok pohon”. Bumi pertiwi ini memang benar-benar dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, potensi energi terbarukan untuk ketenagalistrikan saja mencapai 431 GW meliputi panas bumi, air dan mikro-mini hydro, bioenergy, surya, angin, dan arus laut. Namun, masih sangat disayangkan pemanfaatan energi terbarukan tersebut terutama untuk ketenagalistrikan masih terbatas seperti pemanfaatan surya yang hanya baru sekitar 0,04%.
Bila dilihat lebih lanjut, potensi tenaga surya merupakan yang terbesar dibanding dengan energi terbarukan lainnya. Hal ini bisa menjadi kesempatan besar bagi Indonesia untuk memanfaatkan energi tersebut sebagai pengganti energi kotor. Terlebih lagi Institute for Essential Services Reform (IESR) yang bekerja sama dengan Global Environmental Institute (GEI) mengabarkan bahwa potensi teknis surya sebenarnya lebih dari 207 GW (Data kementerian ESDM tahun 2017), yaitu bisa mencapai 3000-20.000 GW bergantung pada potensi teknis dan kesesuaian lahan.
ADVERTISEMENT
Tentu saja hal ini dapat meningkatkan kepercayaan diri berbagai pihak dalam pengembangan energi surya bahwa Indonesia bisa mengandalkan tenaga surya untuk memenuhi kebutuhan energi listrik. Hal ini juga selaras dengan target pemerintah mengenai bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025.
Di lain pihak, penggunaan energi surya juga dapat menjangkau wilayah-wilayah yang memiliki akses terbatas terhadap kelistrikan sehingga dapat mengatasi ketimpangan akses listrik Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Bisa dilihat dari rasio elektrifikasi DKI Jakarta contohnya saja sudah mencapai 100%, sedangkan rasio elektrifikasi untuk Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua, masih di bawah 70%.
Pemasangan PLTS sendiri dapat menguntungkan baik dari pihak pemerintah maupun bagi rakyat pada umumnya. Rakyat dapat menghemat listrik, mengurangi emisi, menurunkan polusi udara, menjual kelebihan listrik ke PLN, dan bisa menjadi lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat itu sendiri. Dari segi pemerintahan atau dalam hal ini yang mengurus kelistrikan negara adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN) memiliki keuntungan berupa mengurangi biaya bahan bakar PLN dengan adanya pengurangan operasi PLTG (gas) di siang hari. Selain itu, juga dapat memacu gotong-royong masyarakat dan pelaku usaha untuk mensukseskan target bauran EBT (Energi Baru Terebarukan) pemerintah serta komitmen penurunan emisi.
ADVERTISEMENT
Manfaat lainnya yaitu PLN bisa mendapatkan listrik EBT tanpa harus membangun pembangkit dan menjualnya ke konsumen. Namun hal ini harus diperhatikan lagi karena apabila masyarakat memakai energi tenaga surya, otomatis akan terjadi penurunan pemakaian listrik dari PLTU, lantas akan terjadi penurunan efisiensi juga dari PLTU tersebut dan pemerintah malah membuat kebijakan kenaikan harga listrik PLTU. Hal tersebut sangat tidak diinginkan terjadi dan malah membuat target bauran EBT 23% pada tahun 2025 kandas di tengah jalan.
Itu semua beberapa alasan mengapa sudah saatnya kita perlu mulai mengganti pemakaian energi listrik ke yang lebih ramah lingkungan dan dalam hal ini adalah tenaga surya. Sudah saatnya Indonesia bergerak menuju era transisi energi baru, menggunakan kekayaan alam surya, menyemai benih-benih photovoltaic-photovoltaic di seluruh penjuru negeri, merawat dan memanennya untuk kepentingan sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat.
ADVERTISEMENT