Konten dari Pengguna

Resolusi Ketegangan Nuklir di Semenanjung Korea yang Mengancam Stabilitas Dunia

Aidatul Fitriyah
Mahasiswa Sarjana Bahasa dan Sastra Inggris Universita Airlangga yang suka menulis dan bekerja dengan dunia kepenulisan
8 September 2024 8:49 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aidatul Fitriyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Percobaan Nuklir di Korea Utara (Sumber: Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Percobaan Nuklir di Korea Utara (Sumber: Kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Semenanjung Korea telah lama menjadi sorotan utama dalam dinamika politik global, terutama karena ketegangan yang dipicu oleh program nuklir Korea Utara. Sejak beberapa dekade terakhir, Korea Utara di bawah kepemimpinan dinasti Kim telah secara konsisten meningkatkan program senjata nuklirnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini tidak hanya menimbulkan kekhawatiran bagi negara-negara tetangga seperti Korea Selatan dan Jepang, tetapi juga berdampak besar terhadap stabilitas dan keamanan dunia.
Situasi ini memunculkan banyak pertanyaan mengenai masa depan keamanan di kawasan Asia Timur serta upaya-upaya global untuk meredam eskalasi konflik yang semakin membahayakan.

Ambisi Nuklir Korea Utara sebagai Ancaman Global

Program nuklir Korea Utara pertama kali menjadi perhatian dunia pada tahun 2006 ketika negara tersebut melakukan uji coba senjata nuklir pertamanya. Sejak saat itu, ambisi nuklir Pyongyang terus berkembang secara signifikan.
Menurut laporan dari (Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), hingga tahun 2023 Korea Utara diyakini memiliki setidaknya 30 hulu ledak nuklir. Lebih lanjut, Arms Control Association menyebutkan bahwa Pyongyang telah memproduksi cukup banyak bahan fisil yang dapat digunakan untuk membuat antara 40 hingga 50 hulu ledak nuklir.
ADVERTISEMENT
Ambisi nuklir Korea Utara bukan hanya mencerminkan tekad negara tersebut untuk menjadi kekuatan militer yang disegani, tetapi juga menjadi alat tawar-menawar strategis di kancah internasional.
Bagi Pyongyang, kepemilikan senjata nuklir adalah kunci untuk menjaga kelangsungan rezim Kim Jong-un. Dalam kondisi ekonomi yang terpuruk akibat sanksi internasional dan salah kelola internal, nuklir telah menjadi instrumen utama yang digunakan Korea Utara untuk menegosiasikan posisinya dalam politik internasional.
Namun, dampaknya jauh lebih besar dari sekadar geopolitik regional. Senjata nuklir yang dikembangkan oleh Korea Utara tidak hanya menimbulkan ketidakstabilan di Asia Timur, tetapi juga mengancam keamanan global.
Setiap kali Korea Utara melakukan uji coba nuklir atau rudal balistik, ketegangan di seluruh dunia meningkat, dengan negara-negara di kawasan dan sekutu-sekutu Barat berusaha mencari cara untuk menahan ambisi militer Pyongyang.
ADVERTISEMENT
Uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) yang dilakukan Korea Utara pada September 2021 dari kapal selam menjadi salah satu contoh nyata bagaimana Pyongyang terus menguji batas toleransi internasional terhadap tindakan agresifnya.

Dampak Terhadap Keamanan dan Ekonomi Global

Di tingkat regional, dampak dari program nuklir Korea Utara dirasakan paling kuat oleh negara-negara seperti Korea Selatan dan Jepang. Berdasarkan data dari World Bank, kedua negara ini merupakan dua dari sepuluh perekonomian terbesar di dunia
Sumber: World Bank East Asia and The Pacific Economic Update 2023
Ancaman rudal balistik yang diluncurkan oleh Korea Utara tidak hanya menciptakan ketidakpastian politik, tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi di kawasan. Setiap kali ada eskalasi konflik di Semenanjung Korea, pasar saham di Seoul dan Tokyo seringkali merespons negatif, yang mencerminkan besarnya kekhawatiran akan potensi pecahnya perang.
ADVERTISEMENT
Bagi Korea Selatan dan Jepang, ancaman nuklir ini adalah mimpi buruk yang nyata. Korea Selatan, yang secara geografis paling dekat dengan Korea Utara, memiliki risiko terbesar.
Seoul, ibu kota Korea Selatan, hanya berjarak sekitar 60 kilometer dari Zona Demiliterisasi (DMZ) yang memisahkan kedua Korea, membuatnya sangat rentan terhadap serangan rudal atau artileri. Selain itu, Jepang, yang sering kali menjadi target uji coba rudal Korea Utara, juga berada dalam posisi yang sangat rawan.
Potensi kehancuran yang bisa diakibatkan oleh konflik nuklir sangatlah besar. Di sisi kemanusiaan, penggunaan senjata nuklir akan menimbulkan bencana besar dengan korban jiwa yang tak terhitung jumlahnya, serta kerusakan lingkungan yang bisa bertahan selama beberapa dekade. Di sisi ekonomi, konflik nuklir di Asia Timur akan mengguncang ekonomi global, mengingat peran penting kawasan ini dalam rantai pasokan internasional.
ADVERTISEMENT
Korea Selatan dan Jepang adalah pemain kunci dalam industri teknologi, otomotif, dan manufaktur, yang berkontribusi besar terhadap ekonomi global. Setiap gangguan terhadap stabilitas di kawasan ini bisa berdampak luas pada perekonomian dunia.

Respon Internasional Terhadap Ancaman Nuklir Korea Utara

Demi meredam ambisi nuklir Korea Utara, upaya internasional telah dilakukan melalui berbagai saluran diplomasi dan sanksi ekonomi. Salah satu langkah paling signifikan adalah Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 239 yang diadopsi pada tahun 2017.
UN Security Council Resolution 2017 (Sumber: Council of Foreigner Relations)
Resolusi ini memperketat sanksi terhadap Korea Utara, termasuk pembatasan ekspor minyak dan produk minyak bumi ke negara tersebut. Langkah ini bertujuan untuk menekan ekonomi Korea Utara dan memaksa Pyongyang menghentikan program nuklirnya.
Namun, meskipun sanksi internasional telah diperketat, hasil nyata masih sulit dicapai. Korea Utara tetap teguh pada pendiriannya, menganggap program nuklirnya sebagai jaminan keamanan dari ancaman invasi atau serangan eksternal.
ADVERTISEMENT
Bahkan, di tengah tekanan yang terus meningkat, Pyongyang justru semakin meningkatkan kemampuannya dalam mengembangkan senjata nuklir. Hal ini terlihat dari serangkaian uji coba rudal dan senjata nuklir yang dilakukan Korea Utara dalam beberapa tahun terakhir.
Upaya diplomasi juga telah dilakukan, termasuk melalui pertemuan bersejarah antara pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, dan Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, pada tahun 2018 dan 2019. Pertemuan tersebut diharapkan bisa menjadi awal dari pembicaraan denuklirisasi yang konstruktif.
Namun, hingga kini, pembicaraan tersebut belum menghasilkan kesepakatan yang konkret. Menurut laporan dari International Crisis Group pada tahun 2023, negosiasi antara Amerika Serikat dan Korea Utara terus menemui jalan buntu akibat perbedaan pandangan mengenai langkah-langkah denuklirisasi yang harus diambil.
ADVERTISEMENT

Dampak Ketegangan Nuklir Korea Utara Bagi Indonesia

Meskipun Indonesia tidak terlibat langsung dalam konflik di Semenanjung Korea, ketegangan yang terjadi tetap memiliki dampak signifikan bagi negara ini. Salah satu kekhawatiran utama adalah keamanan ribuan warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal dan bekerja di Korea Selatan.
Berdasarkan laporan dari Kementerian Luar Negeri RI pada tahun 2022, terdapat lebih dari 38.030 WNI yang berada di Korea Selatan. Dari jumlah tersebut, 28.248 orang bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI), 5.138 orang sebagai Anak Buah Kapal (ABK), dan 1.611 orang adalah pelajar.
Grafik demografi WNI di Korea berdasarkan profesi per 2019 (Sumber: katadata.co)
Keamanan WNI menjadi perhatian utama bagi pemerintah Indonesia. Dengan meningkatnya ketegangan di Semenanjung Korea, Indonesia harus waspada terhadap dampak yang mungkin timbul, baik dalam hal keselamatan WNI maupun dampak ekonomi bagi negara.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Korea Selatan dan Korea Utara, Indonesia juga memiliki peran penting dalam mendorong dialog damai di kawasan ini.

Solusi Diplomasi dan Kerjasama Internasional

Ancaman nuklir di Semenanjung Korea bukan hanya masalah regional, tetapi juga tantangan global yang membutuhkan solusi komprehensif.
Meskipun sanksi dan tekanan internasional terus diberlakukan, jalan terbaik menuju perdamaian adalah melalui diplomasi inklusif yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan.
Pencapaian perdamaian yang langgeng di Semenanjung Korea membutuhkan komitmen dari semua negara untuk bekerja sama dalam meredam eskalasi konflik.
Selain itu, strategi jangka panjang untuk mencapai denuklirisasi harus mencakup pendekatan ekonomi yang mendukung stabilitas di Korea Utara. Pengalaman dari negara-negara lain menunjukkan bahwa kerja sama ekonomi bisa menjadi alat yang efektif dalam membangun perdamaian.
ADVERTISEMENT
Misalnya, program bantuan ekonomi yang diarahkan untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi di Korea Utara dapat membantu mengurangi ketergantungan negara tersebut pada senjata nuklir sebagai jaminan keamanan.
Indonesia, sebagai anggota aktif ASEAN dan komunitas internasional, perlu lebih aktif terlibat dalam upaya-upaya diplomasi ini. Dengan pendekatan yang tepat, ancaman nuklir di Semenanjung Korea dapat dikelola dan diakhiri, demi terciptanya perdamaian berkelanjutan tidak hanya di Asia Timur, tetapi juga di seluruh dunia.