Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Diplomat Tanpa Dasi dan Jas
4 Maret 2018 23:54 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
Tulisan dari Aidil Khairunsyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
(sumber foto: common.wikimedia.org)
Ketika mendengar kata “diplomat”, mungkin yang pertama kali terbesit dalam pikiran kita bersama adalah sosok seseorang dengan penampilan stylish dan necis lengkap dengan dasi dan jas atau pun blazer. Selain itu, seorang diplomat juga kerap dikaitkan dengan sidang-sidang internasional dan jamuan makan yang glamor.
ADVERTISEMENT
Pemikirin demikian tidaklah sepenuhnya salah, seorang diplomat memang dituntut untuk selalu berpenampilan formal dan rapi dikarenakan salah satu tugas utama mereka adalah sebagai wakil negara di luar negeri. Diplomat merupakan cerminan bagaimana sebuah negara ingin dipandang oleh negara lain.
Selain itu, seorang diplomat harus memiliki kemampuan bernegosiasi dan networking yang baik dalam memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara di dunia internasional, hal ini tentunya perlu ditunjang dengan pengetahuan mengenai etika berbusana yang baik.
Namun demikian, ada sisi lain dari diplomat yang mungkin belum banyak diketahui oleh masyarakat umum. Seorang diplomat harus mampu memberikan pelayanan dan perlindungan kepada warga negaranya di luar negeri, khususnya warga negara yang sedang menghadapi permasalahan.
ADVERTISEMENT
Perlindungan WNI menjadi prioritas utama dalam kebijakan politik luar negeri di pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sebagaimana diketahui bahwa tidak sedikit WNI yang menghadapi permasalahan di luar negeri dan sebagian besar WNI tersebut adalah pekerja migran yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah.
Dalam menjalankan tugas melindungi WNI di luar negeri, seorang diplomat seringkali harus mencopot atribut dasi dan jas yang melekat pada diri mereka. Atribut dasi dan jas serta pendekatan formal hanya akan membuat jarak antara diplomat dengan WNI. Pendekatan informal yang mengedepankan rasa empati dan kepedulian menjadi senjata utama seorang diplomat.
Rasa takut, khawatir, serta kondisi jauh dari keluarga seringkali dirasakan oleh WNI yang tengah menghadapi permasalahan di luar negeri. Di sinilah peran seorang diplomat diperlukan. Tidak hanya untuk memberikan pelayanan dan perlindungan yang optimal, namun juga untuk menciptakan sebuah suasana yang nyaman bagi WNI dalam menjalani penyelesaian dari permasalahan yang tengah dihadapinya.
ADVERTISEMENT
Pendekatan semacam inilah yang tengah dikedepankan Kementerian Luar Negeri saat ini. Sebuah pendekatan yang tidak hanya sekedar memberikan perlindungan, sebuah pendekatan yang disebut “beyond protection”.
Selain itu, seringkali seorang diplomat Indonesia harus menerjang desingan peluru dan ledakan bom dalam menjalani tugasnya untuk memberikan perlindungan WNI di luar negeri. Evakuasi WNI dari negara-negara konflik seperti Suriah dan Libya serta pembebasan WNI yang menjadi sandera perompak Somalia merupakan sebagian tugas yang harus dijalani oleh seorang diplomat Indonesia.
Amanat Undang-Undang Dasar 1945 untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia merupakan amanat yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh diplomat Indonesia. Seorang diplomat harus dapat menempatkan dirinya dan berperilaku sesuai dengan kondisi yang diperlukan demi memperjuangkan kepentingan nasional serta memberikan perlindungan yang “beyond protection” kepada seluruh WNI yang memerlukan.
ADVERTISEMENT