Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Harga Mahal untuk Kenyamanan
11 Maret 2018 22:43 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Aidil Khairunsyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kemacetan sudah sejak lama menjadi permasalahan utama bagi penduduk kota Jakarta. Berbagai kebijakan telah diambil oleh pemerintah untuk mengatasi kemacetan dan menambah kenyamanan penduduk Jakarta dalam berkendara. Kebijakan seperti pemberlakuan 3-in-1, pengoperasian Trans Jakarta, pembangunan jalan layang non-tol, serta pemberlakuan nomor ganjil-genap tetap tidak bisa mengatasi kemacetan di Jakarta. Selain itu, dengan dalih yang sama, beberapa pembangunan infrastruktur yang tengah dilakukan, seperti proyek pembangunan Jakarta LRT (light rail transit), MRT (mass rapid transit), jalan layang dan underpass, malah semakin menambah parah kemacetan yang terjadi saat ini.
Solusi dan inovasi untuk mengatasi kemacetan di Jakarta acapkali digunakan sebagai senjata utama dalam kampanye dan strategi pemenangan Pilkada di DKI Jakarta. Janji-janji untuk mengatasi kemacetan digunakan untuk mengambil hati para pemilih, meskipun hingga saat ini belum ada kebijakan yang secara efektif dapat mengurangi kemacetan di Ibukota.
ADVERTISEMENT
Kemacetan telah membawa dampak yang besar bagi kenyamanan penduduk kota Jakarta dalam menjalani rutinitas harian. Sebuah studi yang dilakukan oleh INRIX (INRIX Global Traffic Scorecard 2017), menempatkan Jakarta pada peringkat ke-12 sebagai kota dengan tingkat kemacetan terburuk di dunia. Studi INRIX juga menunjukkan bahwa penduduk Jakarta menghabiskan waktu sebanyak 55-63 jam per minggu dalam kemacetan. Jumlah waktu terbuang yang sebenarnya bisa digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat, seperti berkumpul bersama keluarga atau beristirahat.
Studi lain yang dilakukan Zipjet (2017 Global Least and Most Stressful Cities Rangking), menempatkan Jakarta pada peringkat 18 dari 150 sebagai kota dengan tingkat stres tertinggi di dunia dan peringkat ke-6 pada Asia’s Most Stressful Cities 2017. Studi yang dilakukan oleh Zipjet tersebut memasukan kemacetan sebagai salah satu kategori dalam menentukan tingkat stress.
Meskipun demikian, seluruh warga Jakarta hingga saat ini masih berharap bahwa suatu saat nanti akan ada sebuah solusi ataupun kebijakan yang dapat mengatasi kemacetan di Jakarta, sebuah harapan untuk Jakarta yang lebih baik. Jika mengingat sebuah peribahasa lama yang mengatakan “berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian, bersakit dahulu, bersenang-senang kemudian”, maka semoga “harga mahal” yang diberikan penduduk Jakarta saat ini dapat berbuah kenyamanan di kemudian hari.
ADVERTISEMENT