Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kuchisabishii: Ketika Mulutmu Merasa "Kesepian"
12 Desember 2023 13:08 WIB
Tulisan dari Ailsa Merida tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah ketika kamu lagi scroll gawai tiba-tiba kepengen makan camilan? Padahal baru aja makan banyak. Atau, lagi asik nonton film, terus iseng cari cokelat buat dimakan, padahal udah kenyang? Nah, bisa jadi kamu mengalami Kuchisabishii, keinginan makan saat mulut kamu sedang "kesepian".
Pengertian
ADVERTISEMENT
Kuchisabishii adalah istilah dari Jepang yang secara harfiah memiliki arti "mulut yang sedang kesepian". Istilah ini menggambarkan fenomena di mana keinginan untuk makan muncul sebagai respons terhadap kondisi emosional, terutama saat merasa bosan. Di masa pandemi COVID-19, istilah kuchisabishii jadi makin sering dibicarakan karena banyak orang yang ngemil tanpa sadar untuk menghilangkan rasa bosan. Ketika orang bosan, stres, atau kesepian, otak mereka mencari cara untuk merasa lebih baik. Salah satu cara yang paling mudah adalah dengan ngemil. Makanan bisa memberikan rasa nyaman dan kepuasan yang sementara, meski nggak mengatasi akar masalah emosi yang mendasarinya.
Orang yang mengalami kuchisabishii sering kali ngemil makanan apa saja yang ada di depan mata, bahkan jika mereka tidak lapar. Pelampiasan ini terjadi karena makanan tersedia dan terlihat dengan mudah di depan mata. Kuchisabishii menunjukkan hubungan yang erat antara nafsu makan dan kenyamanan yang diperoleh dari makanan. Seringkali secara sadar maupun tidak, kita makan dalam jumlah banyak untuk memperbaiki suasana hati yang sedang tidak baik. Fenomena ini memberikan penjelasan bagaimana emosi dapat memengaruhi perilaku makan dan menciptakan pola yang dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental seseorang.
ADVERTISEMENT
Penyebab
Dalam perspektif psikologi, kuchisabishii termasuk salah satu perilaku "mindless eating". Perilaku ini terjadi saat seseorang makan tanpa menyadari apa yang mereka makan, berapa banyak yang mereka makan, atau mengapa mereka makan. Ketika kita ngemil tanpa sadar, kita sering kali tidak menyadari jumlah makanan yang sedang kita konsumsi. Hal ini karena otak kita tidak fokus pada apa yang kita makan, melainkan pada hal lain, seperti menonton televisi, bekerja, atau mengobrol dengan teman.
Brian Wansink, profesor perilaku konsumen dari Cornell University, menjelaskan bahwa kebosanan sering menjadi pemicu perilaku ini. Saat kita merasa bosan, otak kita mencari cara untuk menstimulasi diri. Makanan bisa menjadi cara yang mudah dan cepat untuk mendapatkan rasa senang. Wansink juga berpendapat bahwa anggapan yang menyarankan untuk makan hingga perut kenyang dianggap kurang tepat. Hal ini karena perut bisa saja memberikan sinyal yang tidak akurat. Misalnya, perut kita bisa saja merasa belum kenyang padahal kita sudah mengonsumsi cukup kalori.
ADVERTISEMENT
Dampak
Mungkin kuchisabishii yang sesekali nggak jadi masalah besar. Namun jika dilakukan terus-menerus, kebiasaan makan yang seolah tidak terukur ini tentu memiliki dampak negatif yang signifikan pada tubuh.
Ngemil tanpa sadar dapat menyebabkan kita mengonsumsi lebih banyak kalori daripada yang dibutuhkan tubuh kita. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan berat badan, yang berisiko menimbulkan berbagai penyakit, seperti obesitas, diabetes, dan penyakit jantung.
Ngemil makanan olahan sering kali berarti kekurangan vitamin, mineral, dan serat yang dibutuhkan tubuh. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan, seperti kekurangan gizi.
Ngemil terlalu banyak dapat menyebabkan masalah pencernaan, seperti mual, muntah, dan sembelit.
Selain itu, mekanisme koping yang tidak sehat ini juga dapat berdampak buruk pada kesehatan mental secara menyeluruh. Menggunakan makanan sebagai cara untuk mengatasi kesepian atau kebosanan dapat menciptakan pola perilaku yang tidak sehat, menyebabkan peningkatan stres, kecemasan, dan bahkan depresi.
ADVERTISEMENT
Solusi
Salah satu solusi untuk mengatasi kuchisabishii adalah dengan mengubah pola makan menjadi mindful eating. Mindful eating adalah cara makan dengan penuh kesadaran, termasuk memperhatikan rasa, bau, dan tekstur makanan. Dengan mindful eating, kita bisa membangun hubungan yang lebih sehat antara makanan dan emosi. Hal ini juga bisa membantu kita mengendalikan jumlah makanan yang kita konsumsi.
Solusi lainnya adalah dengan mengurangi visibilitas makanan yang tersedia. Semakin tidak terlihat makanan, semakin kecil kemungkinan kita untuk ngemil secara impulsif. Salah satu cara untuk mengurangi visibilitas makanan adalah dengan menyimpannya di tempat tertutup, seperti kulkas atau lemari makanan.
Berikut adalah beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mengatasi kuchisabishii:
Langkah pertama untuk mengatasi kuchisabishii adalah dengan mengenali pemicunya. Setelah mengetahui pemicunya, kita bisa bikin strategi untuk mengatasinya. Misalnya, jika kita sering ngemil saat merasa bosan, maka kita dapat mencoba untuk menemukan aktivitas lain yang lebih sehat untuk dilakukan, seperti olahraga, membaca, atau mendengarkan musik.
ADVERTISEMENT
Saat merasa bosan, kita dapat mencoba untuk menemukan aktivitas lain yang lebih sehat untuk dilakukan.
Perencanaan dapat membantu kita menghindari ngemil impulsif. Pastikan kita punya camilan sehat di rumah agar kita tidak tergoda mengambil sesuatu yang tidak sehat saat kita lapar.
Meskipun terlihat sepele, kuchisabishii dapat berdampak negatif bagi kesehatan, baik fisik maupun mental. Oleh karena itu, penting untuk mengenali pemicu kuchisabishii dan mengembangkan strategi untuk mengatasinya. Kalau kamu merasa kesulitan untuk mengatasi kuchisabishii sendiri, kamu bisa minta bantuan profesional, seperti terapis atau konselor. Mereka bisa membantu kamu mengembangkan mekanisme koping yang sehat dan meningkatkan hubungan kamu dengan makanan. Dengan memahami penyebab dan cara mengatasi kuchisabishii, kita dapat mengendalikannya dan menjaga kesehatan kita.
ADVERTISEMENT
Referensi
Wansink, B. (2010). From mindless eating to mindlessly eating better. Physiology & Behavior, 100(5), 454-463. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S003193841000199X