Feature: Menerima Kehilangan yang Tak Pernah Siap kuhadapi

Nur'Aina Aziza Gustina
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta, Teknik Grafika dan Penerbitan, Penerbitan (Jurnalistik)
Konten dari Pengguna
12 Juni 2024 7:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nur'Aina Aziza Gustina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika hidup seperti rangkaian kata “Hellos” dan “Goodbyes”. Orang datang dan pergi, seperti musim yang silih berganti. Semua orang lewat begitu saja, hanya meninggalkan kenangan dan menjadi cerita. Namun, pemikiran tentang kehilangan, tentang mereka akan menghilang suatu saat nanti, adalah sesuatu yang tidak bisa aku kendalikan.
Orang berjalan di lantai (Sumber: Pixabay.com)
Aku selalu membenci kehilangan orang-orang disekitarku yang aku sayangi. Kehilangan adalah salah satu ketakutan terbesar dalam hidupku. Ketakutan yang mendalam, bahwa aku tidak akan pernah bisa menggantikan mereka yang sudah menjadi bagian dalam hidupku. Aku bahkan bertanya-tanya “Apakah hanya aku saja yang merasakan ketakutan ini? Atau memang orang lain lebih mahir dalam menyembunyikan ketakutannya akan kehilangan orang yang dicintai?”.
ADVERTISEMENT
Aku tidak ingin orang-orang yang aku sayangi hanya menjadi kenangan lalu wajah mereka akan melebur dalam ingatan seiring berjalannya waktu. Terkadang aku takut, bagaimana jika orang yang selalu bersamaku akan pergi suatu hari nanti? Aku takut melihat orang-orang yang kusayangi menjadi asing, pudar seperti foto lama yang terkikis oleh waktu, hingga akhirnya aku hanya mengingatnya dalam bayangan samar yang tidak lagi bisa kurangkai dengan detail.
Suatu ketika, aku kehilangan orang yang aku sayangi, itu benar-benar membuat kepala ku penuh dengan beribu-ribu pertanyaan “Apakah aku tidak cukup baik untuknya? Apakah ada sesuatu yang kurang dalam diriku? Mengapa mereka bisa dengan cepat melupakanku dan mengapa mereka bisa dengan mudah mengucapkan selamat tinggal sementara aku tidak akan pernah siap menerima itu.”.
ADVERTISEMENT
Aku benci ketika aku hanya bisa mengingat momen-momen bersama yang tidak pernah dilakukan dengan orang lain. Mengingat kenangan yang mungkin telah mereka lupakan. Aku sama sekali tidak siap dan tidak ingin merasakan hal itu. Aku sudah menjalani hidupku sebelum bertemu mereka, tapi ternyata sangat sulit sekali, ketika harus menjalani hidup setelah melepaskan mereka.
Aku seringkali berharap bisa mengulang waktu, kembali ke saat-saat dimana aku dan mereka masih bersama. Tapi seperti yang diketahui, waktu tidak bisa diputar. Aku hanya bisa bergerak maju, membawa kenangan itu, menjadi bagian-bagian yang aku simpan dari mereka yang tetap hidup dalam hidupku.
Setiap kali aku mengingat mereka, rasanya seperti memegang potongan puzzle yang hilang. Aku tahu mereka pernah ada, aku tahu mereka pernah mengisi hidupku dengan tawa, cinta, dan kebersamaan, tapi kini mereka hanyalah potongan-potongan yang tak lengkap, cerita yang tak pernah selesai. Seperti sebuah buku yang kehilangan halaman-halamannya, hidupku terasa kurang utuh tanpa mereka.
ADVERTISEMENT
Aku selalu menyalahkan diri sendiri karena tidak pernah mempersiapkan skenario terburuk akan kehilangan orang-orang yang aku cintai. Aku hanya bisa tertawa miris, bagaimana mungkin aku bisa bersiap menghadapi sesuatu yang tidak aku ketahui sama sekali? bagaimana aku bisa mempersiapkan masa depan ketika aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan?
Perasaan ditinggalkan tidak seperti patah tulang yang ada tanggal kesembuhannya. Selalu ada kesedihan yang mengikuti jalanku, terkadang aku dibuat tersesat dalam bayang-bayang kesedihan itu. Aku merasa ada lubang besar di hatiku yang hanya bisa diisi oleh mereka yang aku sayangi. Ketika mereka meninggalkanku, lubang itu semakin besar, dan rasanya sakit sekali, karena tidak ada yang benar-benar bisa menggantikan kehilangan itu.
ADVERTISEMENT
Aku menyadari bahwa kehidupan adalah perjalanan panjang yang penuh dengan pertemuan dan perpisahan. Bertemu dengan banyak orang, saling berbagi cerita, saling memberikan warna dalam hidup. Namun, ternyata juga harus belajar untuk melepaskan dan menerima bahwa segala sesuatu, memiliki waktunya sendiri, semuanya akan pergi dan aku hanya bisa meratapi, karena tidak mampu untuk mempertahankannya.
Sekarang ini, aku belajar bahwa kehilangan adalah bagian proses dari hidup, seperti matahari yang terbenam setelah bersinar terang, semuanya memiliki akhir. Tapi, di setiap akhir, selalu ada awal yang baru. Aku harus percaya bahwa perpisahaan yang pada diriku bukanlah akhir dari segalanya. Ada kehidupan baru yang harus kujalani, meskipun tanpa mereka yang pernah menjadi bagian dari ceritaku.
ADVERTISEMENT
Hidup memang penuh dengan serangkaian kata “Hellos” dan “Goodbyes”. Orang datang dan pergi, tapi kenangan mereka akan tetap tinggal dan membekas di benakku. Aku akan belajar untuk menghargai setiap momen, setiap pertemuan, dan setiap perpisahan. Dunia ini sangatlah keras, tidak mudah untuk aku prediksi.
ADVERTISEMENT