Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Afghanistan di Balik Rezim Taliban
4 November 2024 16:15 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ainun Nur Baiti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Taliban pada awal mulanya adalah gerakan yang didominasi oleh sekelompok orang-orang Pashtun yang beraliran sunni keras, sunni sendiri (biasa juga disebut dengan Ahlus Sunnah Wal Jamaah) merupakan cabang islam terbesar yang dianut oleh 80%-95% muslim di dunia. Gerakan ini bermula muncul di pesantren-pesantren lantas seiring dengan berjalannya waktu menjadi gerakan yang memiliki jumlah anggota besar dan secara cepat menyebarkan pengaruhnya khususnya di wilayah Afghanistan dan Pakistan. Kelompok ini memulai gerakannya pada tahun 1990-an dan berhasil merebut Provinsi Herat pada 1995, lantas tidak perlu menunggu waktu lama tepatnya setahun kemudian Taliban berhasil merebut Kabul yang merupakan ibu kota Afghanistan.
ADVERTISEMENT
Kedatangan mereka disambut baik oleh penduduk Afghanistan lantaran penduduk yang merasa mulai lelah dengan konflik mujahidin dan Uni Soviet. Taliban juga semakin mendapat banyak perhatian setelah dianggap sukses melakukan beberapa perubahan di tengah-tengah pemerintahan Afghanistan seperti pemberantasan korupsi, tindakan pembatasan hukum yang diambil, serta mengamankan jalur perdagangan. Namun tidak hanya itu saja yang dilakukan Taliban, kelompok ini mulai menerapkan aturan ketat disebut mengikuti hukum syariah. Peraturan-peraturan ini juga termasuk larangan bagi perempuan untuk mengenyam pendidikan, larangan menonton teleivisi dan mendengarkan musik, kewajiban bagi laki-laki untuk menumbuhkan jenggot, serta berbagai aturan yang berujung merampas hak-hak penduduk Afghanistan.
Taliban sempat dipukul mundur oleh AS pada 2001 setelah dituduh memberikan perlindungan kepada Al-Qaeda, jaringan teroris Internasional terbesar di bawah pimpinan Osama bin Laden. Saat itu Al-Qaeda dianggap bertanggungjawab atas serangan mematikan yang diterima oleh AS. Akibatnya AS melancarkan serangan di Afghanistan, beberapa pemimpin Taliban serta Osama bin Laden lolos dan ditetapkan sebagai buronan Internasional. Tetapi itu tidak berlangsung lama karena Taliban kembali menduduki tanah Afghanistan.
ADVERTISEMENT
Menanggapi kekhawatiran atas kembalinya mereka setelah dua dekade lamanya, Taliban berjanji bahwa mereka akan melakukan rezim yang berbeda dan tidak lagi merampas hak-hak penduduk Afghanistan. Namun hal ini tidak membuat rasa khawatir yang menyelimuti masyarakat Afghanistan berkurang lantaran Taliban terlihat tidak mengubah ideologi ekstrimisnya dan hanya merubah strateginya saja. Mengingat masa kelam yang telah dilalui oleh penduduk Afghanistan dengan konflik berpuluh tahun, dengan munculnya Taliban yang berencana mengambill-alih pemerintahan Afghanistan secara sepenuhnya tentu menciptakan chaos yang tidak dapat dihindari pada kedua belah pihak.
Jika dilihat melalui segitiga kekerasan (Galtung's Violence Triangle), tindakan Taliban terhadap penduduk Afghanistan dapat digolongkan sebagai kekerasan struktural dan kekerasan langsung lantaran memberikan dampak signifikan pada ruang politik serta ekonomi dan juga berdampak pada warga sipil itu sendiri. Untuk mencapai perdamaian tentu saja harus melibatkan dua pihak, baik dari pihak penduduk Afghanistan itu sendiri serta dari pihak Taliban. Namun, tantangan utamanya adalah memastikan bahwa hal ini tidak memicu konflik yang lebih besar dan justru menyebabkan kerugian yang lebih buruk bagi warga Afghanistan. Jadi perlu dihadirkannya pihak ketiga sebagai meditator, seperti negara-negara yang netral serta institusi Internasional juga harus turut berperan sebagai fasilitator selama proses diskusi yang mungkin akan berlangsung lama.
ADVERTISEMENT
Live Update
Pada 5 November 2024, jutaan warga Amerika Serikat memberikan suara mereka untuk memilih presiden selanjutnya. Tahun ini, capres dari partai Demokrat, Kamala Harris bersaing dengan capres partai Republik Donald Trump untuk memenangkan Gedung Putih.
Updated 5 November 2024, 21:56 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini