Konten dari Pengguna

Tranformasi Sarung : Dari Warisan Budaya Jadi Tren Modern

Ainun Salsabila
Mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta
16 Oktober 2024 21:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ainun Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber gambar : Ainun Salsabila (dokumentasi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
sumber gambar : Ainun Salsabila (dokumentasi pribadi)
ADVERTISEMENT
Taukah kalian! bahwa sarung adalah salah satu warisan budaya yang dimiliki Indonesia? Walaupun tidak sepopuler batik namun, sarung adalah salah satu budaya yang dimiliki Bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara dengan mayoritas warga beragama muslim, sarung tidak akan lepas dari kehidupan sehari-hari, sebab sarung biasanya digunakan untuk ibadah shalat.
Sarung secara bahasa Indonesia dan Melayu berarti “menutup/menutupi”. Sedangkan definisi sarung menurut KBBI adalah kain panjang yang pada tepi pangkal dan ujungnya dijahit berhubungan.
Sarung biasanya akan banyak dijumpai di wilayah Asia, terutama negara Indonesia. Berawal dari pedagang Gujarat dan Arab pada abad ke-14 dan 15 yang membawa kain sarung lalu mereka singgah di pesisir Indonesia untuk berdagang, barulah daerah pesisir Indonesia mengenal dan mengadopsi kain sarung.
Berbagai daerah di Indonesia memiliki penyebutannya sendiri untuk kain sarung. Seperti daerah Bugis, sarung disebut "lipa' sabbe," sementara di Sumatra disebut "sarong" atau "songket" jika terbuat dari kain tenun yang lebih mewah. Selain dari penyebutannya yang berbeda, cara pemakaian serta motifnya pun berbeda-beda, misalkan Pulau Jawa identik dengan motif batik.
ADVERTISEMENT
Namun, yang dimaksud sarung disini adalah selembar kain bermotif yang setiap tepinya dijahit menjadi satu. Cara pemakaiannya, dengan menangkupkan satu sisi diatas sisi lainnya.
Membicarakan sarung tidak terlepas dari santri”. Sebab di era modern ini masyarakat yang masih istiqomah menggunakan sarung adalah para santri.
Walau, tidak menjamin yang bersarung adalah santri. Namun, yang santri biasanya bersarung terutama santri pondok salafiyah. Tak jarang dari mereka, malah menonjolkan dan membanggakan diri dengan memakai sarung.
Seperti tokoh nasional KH. Abdul Wahab Hasbullah, ia mengenakan sarung saat upacara kenegaraan sebagai simbol perlawanannya terhadap budaya barat. Ia ingin menunjukkan harkat dan martabat bangsanya dihadapan para penjajah.
Mengingat motif kain sarung bermacam-macam, ternyata motif sarung yang kebanyakan kotak-kotak memiliki nilai filosofis yaitu setiap melangkah baik kekanan, kiri, atas ataupun bawah, akan ada konsekuensinya.
ADVERTISEMENT
Sarung juga dapat menjadi identitas atau ciri khas suatu daerah. Entah ditandai dari motifnya, kainnya, cara pembuatannya, corak warnanya, bahkan cara memakainya. Semua itu harus dijaga dan dilestarikan agar identitas daerah tersebut tidak hilang.
Memakai sarung diacara resmi dan formal bukanlah hal yang memalukan lagi, bukan juga hal yang ketinggalan zaman. Sebab saat ini para desainer Nusantara mulai mengusung, mengembangkan, dan berkreasi terhadap desain, motif, dan bahan kain sarung.
Meski kini sarung masih identik dengan agama Islam (ibadah, acara keagamaan) namun, penggunaan sarung sudah menerobos sekat-sekat di masyarakat. Tidak jarang orang-orang memakai sarung untuk kegiatan sehari-hari.
Salah satu desainer yang terfokus pada kain sarung adalah Sudarna Suwarsa. Ia sudah menggeluti kain sarung sejak 2016 dan menurutnya, sarung sudah masuk ranah fesyen modern, sehingga tak lagi ada batasan kaku di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu inovasi dan kreativitas terhadap kain sarung ini adalah dengan menggunakan desain multifungsional, perpaduan antara motif batik dan bordir, tenunan dengan sentuhan-sentuhan kecil yang berbau modern, atau bahkan dapat dibuat kain sarung dari bahan jeans (seperti konsep yang diusung oleh Sudarna Suwarsa)
Dan untuk saat ini, motif sarung benar-benar bebas. Dalam artian tidak ada batasan harus motif batik, motif kotak-kotak, tenunan, songket. Melainkan dapat berupa lukisan dengan menggunakan cat, atau motif printing (sehingga corak lebih beragam).
Konteks kain sarung yang sudah memasuki ranah fesyen modern, itu tidak terlepas dari peran para masyarakat yang masih mau mengenakan sarung diantara para kaki yang mengenakan celana.
Pelestarian kain sarung sudah seharusnya menjadi perhatian publik, sebab sarung adalah salah satu warisan budaya yang hidup (berkembang dengan bebas dari masa ke masa).
ADVERTISEMENT
Pelestarian dan penjagaannya sangat dibutuhkan. Jangan sampai ketika sudah lenyap oleh tren yang terus datang silih berganti, barulah sadar betapa pentingnya menjaga warisan budaya yang ada. Jagalah selagi masih ada, dan selagi masih ada yang mau menjaga.