Konten dari Pengguna

Laki-Laki Juga Butuh Meluapkan Emosi

Ainun Nisa Apriliani
Mahasiswi Jurusan Sastra Indonesia di Universitas Pamulang (UNPAM)
25 Juni 2023 17:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ainun Nisa Apriliani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi stres. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi stres. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai seorang laki-laki, mereka dituntut harus kuat, gagah, berani, dan sebagainya. Sebenarnya, tuntutan seperti ini adalah hasil dari konstruksi sosial.
ADVERTISEMENT
Sudah sejak lama sekali kita hidup dengan cara yang sama. Membagi peran bahwa wanita umumnya berperan untuk melahirkan, mengurus rumah, mengurus dan membesarkan anak. Sedangkan laki-laki perannya sebagai pencari nafkah, mengayomi keluarga, dan lain sebagainya.
Kalimat "Jadi cowok, kok, lemah" barangkali sering terdengar di lingkungan masyarakat. Ternyata pernyataan tersebut termasuk ke dalam toxic masculinity.
Toxic masculinity adalah tekanan budaya pada laki-laki untuk bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Istilah ini biasanya dikaitkan dengan nilai-nilai yang dianggap penting yang ada pada laki-laki, misalnya laki-laki harus menunjukkan kekuatan dan kewibawaan serta jangan pernah menunjukkan emosi.
Jika terus berpatok pada nilai-nilai dan tuntutan bahwa laki-laki harus selalu kuat, mereka akan sulit mengungkapkan emosi. Lalu bagaimana cara agar laki-laki bisa mengungkapkan emosinya dengan tidak diketahui siapapun?
ADVERTISEMENT
Inilah beberapa kegiatan agar laki-laki bisa mengungkapkan emosinya tanpa diketahui siapapun.
Ilustrasi anak belajar menulis. Foto: Shutter Stock
Dengan menulis sesuatu menggunakan buku catatan, notes handphone, hingga membuat sebuah blog seseorang dapat mengeluarkan emosi atau pikirannya kedalam sebuah tulisan. Tuangkan perasaan sedih, kecewa, marah, atau bahagia dalam bentuk tulisan. Jika dilakukan secara rutin, hal ini akan membantu meredakan stres.

Olahraga

Ilustrasi olahraga. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Dengan melakukan aktifitas fisik seperti olahraga dapat meluapkan emosi. Menurut National Institutes of Health (NIH) olahraga dapat meningkatkan kesehatan mental dan suasana hati, serta mengurangi risiko stres dan depresi.
Selama berolahraga, tubuh kita akan melepaskan bahan kimia atau hormon endorfin yang dapat meningkatkan mood. Dan, itu juga membuat tubuh dan pikiran menjadi lebih rileks.

Mendengarkan Musik

com-Ilustrasi sedang mendengarkan musik favorit. Foto: Shutterstock
Dengan mendengarkan musik dalam aspek emosi, mendengarkan musik dapat memengaruhi sistem saraf manusia yang ada dalam otak.
ADVERTISEMENT

Jalan-Jalan

Ilustrasi sepatu buat traveling. Foto: Olena Yakobchuk/Shutterstock
Jalan-jalan merupakan salah satu solusi ampuh untuk meluapkan emosi dan membuat diri menjadi lebih segar.
Jika dari kegiatan diatas tidak cukup dapat mengeluarkan emosi, kamu cukup mencari teman, pasangan, atau siapapun yang bisa kamu percaya serta mengerti kekurangan yang ada pada dirimu. Mengeluarkan emosi sangat diperlukan, jika kita tidak mengeluarkan emosi ada berbagai dampak yang akan muncul seperti berpotensi terkena depresi, dan lain sebagainya.
Laki-laki itu “kuat”, perempuan itu “lemah”. Sekarang bukan lagi masalah siapa yang "lemah" dan siapa yang "kuat". Walaupun begitu, seorang laki-laki tetaplah manusia yang juga akan mengalami di mana titik jenuh, stres dan tidak bisa berdiri sendiri. Jika laki-laki ingin mengungkapkan emosinya, maka perempuan dengarkan. Dalam kehidupan kita harus saling memahami.
ADVERTISEMENT