Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Dewi Sartika: Pendobrak Emansipasi Perempuan Indonesia tahun 1904
14 Mei 2024 12:08 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Aira Egidiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Tahukah Kamu, wanita pribumi pada masa kolonial memiliki peran aktif dalam masyarakat? Di banyak bidang, wanita Indonesia telah mendapatkan dan membedakan diri mereka sendiri yang dipengaruhi oleh kesadaran kaum perempuan terhadap pentingnya pendidikan yang setara dengan laki-laki. Hal tersebut, tidak lepas dari manifestasi tokoh-tokoh perempuan pribumi pada masa itu.
ADVERTISEMENT
Selain R.A.Kartini, emansipasi kaum perempuan juga dipengaruhi oleh tokoh perempuan lainnya, seperti Raden Dewi Sartika. Raden Dewi Sartika, merupakan salah satu tokoh pertama yang memperjuangkan hak-hak perempuan di masyarakat lewat ide-idenya di bidang pendidikan. Pada tahun 1904, Dewi Sartika membangun sekolah keutamaan Istri di Bandung dengan tujuan untuk mewujudkan perempuan yang berpendidikan.
Menurut Dewi Sartika, pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi perempuan. Karena dengan pendidikan, perempuan dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, serta mampu melepaskan belenggu yang selama ini membuat kaum perempuan terkungkung sehingga tidak mendapatkan hak-haknya. Ide Dewi Sartika untuk mendirikan sekolah keutamaan istri di latar belakangi oleh penerapan politik etis yang diberlakukan oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1901. Karena hak pendidikan sudah diberikan, Dewi Sartika ingin kaum perempuan mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki, supaya perempuan juga mampu menjadi sumber pengetahuan baik untuk dirinya sendiri maupun masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pendirian sekolah keutamaan istri yang didirikan pada 16 Januari 1904 di Bandung, ternyata merupakan realisasi dari cita-cita masa kecilnya untuk memajukan pendidikan anak perempuan Indonesia dan untuk meningkatkan posisi perempuan di indonesia. Pengaruh yang besar terhadap kontribusi Raden Dewi Sartika di bidang pendidikan menjadi cikal bakal kesadaran masyarakat pribumi terhadap perkembangan perempuan dari waktu ke waktu. Emansipasi perempuan yang dicetuskan oleh Dewi Sartika dengan menitikberatkan pada pendidikan, kemudian berkembang pada aspek yang lebih luas lagi, salah satunya hak pilih perempuan Indonesia di kursi pemerintahan.
Minimnya hak pilih perempuan, khususnya dibangku politik, membuat kaum perempuan pada masa itu membentuk organisasi perempuan Indonesia yang muncul pada kongres perikatan perempuan istri Indonesia (PPII) yang dilaksanakan di Surabaya pada tahun 1930. Fakta bahwa perempuan dijauhkan dari urusan negara karena perempuan dianggap tidak tertarik dengan kehidupan politik yang menyebabkan seorang perempuan Belanda dapat dipilih di Indonesia, meskipun ia tidak memiliki hak pilih. Partisipasi secara pasif dalam pemilihan dewan kota pada tahun 1938 telah diberikan oleh pemerintah kolonial, namun hak pasif tersebut merupakan suatu kepincangan, sebab pemilihan perempuan sebagai dewan kota harus dipilih oleh laki-laki.
ADVERTISEMENT
perjuangan perempuan pribumi pada masa itu tidak berhenti, mereka melakukan kongres sesama organisasi perempuan untuk mencari solusi dalam memperjuangkan hak-haknya di kursi pemerintahan. Meskipun begitu, pada kongres-kongres berikutnya tidak lagi membahas tentang hak pilih perempuan tapi lebih kepada masalah pendidikan, perburuhan dan perkawinan. Karena desakan dari berbagai pihak, pada 20 september 1914 pemerintah kolonial mengeluarkan kebijakan terkait hak pilih perempuan secara penuh, walau dikhususkan hanya untuk perempuan yang berpendidikan. Namun, hak pilih tersebut tidak pernah terselenggara hingga Jepang menguasai pemerintahan Indonesia.
Kesadaran Dewi Sartika terhadap emansipasi perempuan di Indonesia membawa dampak perkembangan pola pikir perempuan pribumi untuk melepaskan diri dari ketidakadilan sosial. Nyatanya,kaum perempuan berperan aktif dalam pengembangan di masyarakat pada masa itu, hanya saja tidak ada kesadaran atau langkah konkrit dari pemerintah Belanda maupun Indonesia untuk memberikan hak secara utuh kepada perempuan karena dianggap belum mampu menjalankan tugas pemerintahan yang didominasi oleh kaum lelaki. Setelah Indonesia merdeka, perjuangan kaum perempuan masih dan akan terus dilanjutkan oleh generasi-generasi penerusnya. Dengan kata lain emansipasi pada masa kini mengalami pergeseran makna dan untuk mencapainya bisa dilakukan dari hal-hal kecil di sekitar kita.
ADVERTISEMENT
Apakah kita mampu melanjutkan perjuangan kaum perempuan dan menjadi Dewi Sartika selanjutnya?
Sumber
https://resolver.kb.nl/resolve?urn=ddd:010541422:mpeg21:a0090
Kop : Het kiesrecht voor de vrouw in Indonesië Regeringsmaatregelen tegen de emancipatie der Indonesische vrouw Strijdsters zelfs naar Boven-Digoel
Soort bericht : Artikel
Uitgever : Communistische Partij Nederland