Konten dari Pengguna

Mengenal Harta Gono Gini dalam Perspektif Islam

Aisatul Hapsah
Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Juni 2022 15:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aisatul Hapsah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Unplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Unplash
ADVERTISEMENT
Islam merupakan Agama yang komprehensif ajaran nya telah mengatur sendi sendi kehidupan manusia tentang harta dengan proporsional. Bahkan Nabi mengajarkan kepada kita untuk menyikapi harta dengan berorientasi pada kebaikan dan manfaat yang optimal. Bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk kebahagian bersama saudara-saudara yang lain. Rasulullah SAW menegaskan bahwa pemilik mutlak harta adalah Allah SWT, sementara manusia hanyalah sebagai pemegang amanah (agent of trust).
ADVERTISEMENT
Sementara cerai adalah kata yang paling dibenci meskipun tidak haram dalam kacamata Islam. Memang benar bahwa putus hubungan dalam perkawinan merupakan suatu perbuatan yang tidak disukai karena itu ia dibenci Allah. Perceraian itu harus dihindari dengan sekuat tenaga, baik dari pihak suami maupun dari pihak istri. Juga dari kaum keluarga dan mereka yang sanggup untuk turut serta dalam hal ini, untuk bersama-sama menuntun dan mendamaikan. Harta gono gini adalah isu atau persoalan yang identik dengan kasus perceraian pasangan (suami istri) yang memiliki harta melimpah. Akibatnya, mereka mulai perhitungan, salah satu hal yang diperhitungkan terkait dengan harta atau kekayaan yang terkumpul selama mereka menjalani hubungan perkawinan.
Harta bersama atau harta gono adalah harta yang diperoleh pasangan suami istri secara bersama-sama dalam ikatan perkawinan. Perbincangan tentang harta gono gini sendiri sering menjadi perhatian public, terutama media massa dalam kasus perceraian public figur atau seorang artis terkait perselisihan tentang pembagian gono-gini atau harta bersama. Menganai hal tersebut para ahli hukum Islam berbeda pendapat tentang dasar hukum harta gono-gini atau harta bersama itu. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa agama Islam tidak mengatur tentang gono-gini, sehingga diserahkan sepenuhnya kepada mereka sendiri untuk mengaturnya. Sebagian ahli hukum Islam yang lain mengatakan bahwa suatu hal yang tidak mungkin jika agama Islam tidak mengatur tentang harta gono-gini atau harta bersama, sedangkan hal-hal lain yang kecil kecil saja diatur secara rinci oleh agama Islam dan ditentukan dasar hukumnya.
ADVERTISEMENT
Dalam hukum Islam, harta perkawinan atau harta bersama pada dasarnya tidak dikenal atau bahkan tidak populer di dunia Islam, khususnya di kalangan bangsa Arab, sehingga tidak secara khusus dibahas dalam kitab-kitab kuno klasik atau kontemporer. Umumnya, hukum Syariah tidak mengakui adanya harta campuran. Hukum Syariah menganggap harta suami terpisah dari harta istri. Suami menghasilkan hartanya, sedangkan istri menghasilkan hartanya. Jadi, bagaimana dengan kekayaan gono-gini dari perspektif Syariah?
Sebenarnya masalah harta gono gini tidak disebutkan secara jelas dan tegas dalam hukum Islam. Dengan kata lain, masalah harta gono gini merupakan wilayah hukum yang tidak diperhatikan dalam hukum syariah (ghairu al mufakkar fih), oleh karena itu ijtihad dapat dilaksanakan oleh para ahli hukum syariah secara qiyas. Dalam ajaran Islam, ijtihad diperbolehkan selama menyangkut masalah yang belum ditemukan dasar hukumnya. Masalah hak milik merupakan wilayah sekuler yang belum tersentuh hukum Islam klasik. Analisis harta gono-gini dalam hukum Islam kontemporer adalah melalui metode ijtihad, yaitu harta yang diperoleh pasangan suami istri selama hubungan perkawinannya adalah harta gono-gini. Jadi bagaimana Islam memandang masalah alokasi aset seperti itu?
ADVERTISEMENT
Islam menawarkan solusi atas pentingnya pemerataan kekayaan. AI-Hujurat (49:13) menyebutkan: "Hai seluruh manusia, sesungguhnya Aku telah menciptakan kamu dan seorang laki-laki dan seorang wanita, dan Aku telah menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling berhubungan. Sesungguhnya dalam Di sisi Allah, yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengetahui.” Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran penting bahwa hubungan suami istri adalah hubungan yang setara. Keduanya perlu saling berlaku adil, tidak ada salah satu dari mereka yang terzalimi. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Yang terbaik di antara kamu adalah yang (bersikap) terbaik kepada keluarganya”.
Di Indonesia, pembagian harta dapat dilakukan melalui penetapan atau musyawarah pengadilan agama. Ketika menyelesaikan pembagian harta bersama melalui negosiasi ini, dapat disepakati bahwa mantan suami akan menerima sepertiga dari harta bersama, dan mantan istri akan menerima dua pertiga. Atau sebaliknya, mantan istri mendapat sepertiga dan mantan suami mendapat dua pertiga. Yang penting proporsi masing-masing bagian dihasilkan atas dasar musyawarah, mufakat, dan perdamaian, tanpa ada paksaan. Namun jika ternyata pasangan cerai sudah menemukan jalan damai (bernegosiasi), bagaimana dengan aturan pembagian hartanya? Hal ini diatur dalam Pasal 97 KHI, yang menyatakan bahwa “Janda atau janda yang diceraikan masing-masing berhak atas setengah dari harta bersama, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
ADVERTISEMENT
Menurut ketentuan ini, suami/istri yang diceraikan masing-masing harus menerima setengah dari harta bersama (50:50). Jika ternyata kedua belah pihak telah mengambil jalan lain, dengan cara musyawarah atau perdamaian, maka pembagiannya dapat ditentukan dengan kesepakatan atau kehendak antara para pihak. Cara ini sebenarnya berhasil karena hadits Nabi Muhammad SAW memperbolehkannya, bahwa “perdamaian diperbolehkan (dilaksanakan) di antara umat Islam, kecuali perdamaian yang halal dilarang atau perdamaian yang tidak sah dibuat”. Pada dasarnya perkawinan (harta gono Gini) antara suami dan istri tidak memiliki percampuran harta, konsep harta gono-gini awalnya berasal dari adat atau tradisi yang berkembang di Indonesia. Konsep ini kemudian didukung oleh hukum Islam dan hukum positif yang berlaku di negara kita. Jadi, dapat dikatakan bahwa dalam perkawinan mereka, mungkin saja kekayaan suami dan kekayaan istri bercampur. Percampuran harta kekayaan (harta gono-gini) ini berlaku jika pasangan tersebut tidak menentukan hal lain dalam perjanjian perkawinan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan ketentuan KHI pasal 85 bahwa sejak terjadinya perkawinan tidak menutup kemungkinan adanya percampuran antara harta kekayaan suami dan harta kekayaan istri. Dengan kata “ kemungkinan “ dimaksudkan bahwa harta gono-gini itu masih diperbolehkan asalkan tidak ditentukan dalam perjanjian perkawinan. Harta gono-gini mencakup segala bentuk activa dan passiva selama masa perkawinan. Pasangan calon suami istri yang akan menikah diperbolehkan menentukan dalam perjanjian perkawinan bahwa harta perolehan dan harta bawaan yang telah diatur dalam Komplikasi Hukum Islam pasal 49 ayat 1, “Perjanjian perkawinan harta pribadi dapat meliputi semua harta, baik yang dibawa masing-masing ke dalam perkawinan maupun yang diperoleh masing-masing selama perkawinan”.
Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu akibat dari perkawinan terhadap harta kekayaan adalah terjadinya persatuan yang bulat sebagaimana dinyatakan dalam KUHPer Pasal 119. Suami istri harus menjaga harta gono-gini dengan penuh amanah, sebagaimana diatur dalam KHI Pasal 89, “Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta istri, maupun hartanya sendiri” dan Pasal 90, “Istri turut bertanggung jawab menjaga harta bersama maupun harta suami yang ada padanya”. Dengan kata lain, harta gono-gini merupakan hak bersama yang oleh masing-masing pihak boleh dipergunakan asalkan mendapatkan izin dari pasangannya.
ADVERTISEMENT