Konten dari Pengguna

Ancaman Badai PHK Startup di Indonesia

Aisyah Putri Maulidina
Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran
2 Juli 2024 6:55 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aisyah Putri Maulidina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pekerja Startup. Sumber: Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pekerja Startup. Sumber: Freepik.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemutusan Hubungan Kerja atau disebut PHK merupakan penyelesaian hubungan kerja antara perusahaan dan pekerja akibat kondisi adanya kondisi tertentu. Seiring adanya masa pandemi yang terjadi empat tahun yang lalu, isu PHK masih menjadi isu yang sering muncul di beberapa berita dari berbagai media baik di Indonesia maupun dunia. Krisis ekonomi yang terjadi karena dampak pandemi, masih menjadi hantu yang terus bergentayangan di beberapa negara, salah satunya Indonesia. Krisis ini menyebabkan beberapa perusahaan, mulai dari perusahaan besar hingga perusahaan rintisan atau yang dikenal dengan startup melakukan berbagai cara untuk mengefensiasikan biaya operasional mereka agar bisa tetap bersaing di zaman pertumbuhan ekonomi yang sedang menurun.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari Kompas.id, menurut data Kemenaker dari Januari sampai 19 Juni 2024 jumlah pekerja yang terkena PHK mencapai 27.793 orang dan belum termasuk dengan data terbaru pekerja Tokopedia-Tiktok Shop yang terkena PHK awal bulan Juni ini. Bahkan, menurut Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Mirah Sumirat, PHK diperkirakan masih akan terjadi di tahun ini. Angka tersebut tentu dapat terus bertambah jika masih banyak perusahaan yang memilih cara PHK untuk melakukan efisiensi perusahaan. Terdapat sejumlah nama besar startup dalam bidang teknologi yang seperti sedang berlomba-lomba untuk melakukan PHK sejak awal tahun ini, seperti Tesla, Amazon. Gogle, hingga Tiktok.
Angka tersebut merupakan pertanda bahwa Indonesia masih jauh dari kata baik-baik saja. Ketidakmampuan berbagai perusahaan rintisan yang seharusnya menyediakan lapangan pekerjan seluas-luasnya, malah melakukan hal sebaliknya. Padahal, pertumbuhan startup di Indonesia sebelum masa pandemi terbilang cukup signifikan. Startup yang kebanyakan dirintis oleh anak muda pada saat itu seakan menjadi angin segar untuk pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Apalagi, tidak sedikit pihak yang merasa terinspirasi oleh kisah para CEO muda di startup yang mengedepankan bisnis berbasis teknologi dan budaya bekerja ala anak muda.
ADVERTISEMENT
Mimpi menjadi sukses melalui perusahaan rintisan seakan sirna setelah pandemi menghadang. Gagalnya pemerintah untuk mengembalikan keadaan ekonomi seperti saat sebelum pandemi terjadi, terus berlanjut hingga saat ini. Nilai rupiah yang terus terjun bebas menyebabkan inflasi dan menambah tantangan yang dihadapi oleh banyak startup di Indonesia. PHK terus dinggap sebagai cara termudah dan tercepat untuk menyelamatkan perusahaaan, meskipun pemerintah sudah memberi peringatan bahwa PHK harusnya dijadikan cara terakhir untuk mengatasi krisis di perusahaan.
Banyak anak muda yang masih memiliki mimpi untuk bekerja di startup karena tawaran gaji mencapai dua digit, padahal bayang-bayang terjangan badai PHK masih berada di belakangnya. Mungkin sudah saatnya anak muda mengikuti keinginan sejumlah orang tua yang ingin anaknya menjadi PNS? Apabila masih banyak startup atau perusahaan swasta lain yang masih menjadikan PHK sebagai cara pertama untuk mengatasi krisis, tentu saja hal tersebut sangat mungkin terjadi.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana nasib para karyawan yang terkena PHK sejumlah startup Indonesia?
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sebanyak 27 ribu lebih karyawan yang terkena PHK sejak awal tahun 2024, belum termasuk data karyawan yang di-PHK Tokopedia awal Juni 2024. Sejumlah karyawan tersebut mengaku sempat kehilangan semangat untuk melanjutkan karir mereka. Bagaimana tidak, seringnya pemberitahuan PHK secara mendadak dan lapangan pekerjaan di Indonesia yang sedikit tentu menjadi kekhwatiran para karyawan yang terkena PHK tersebut.
Mereka terpaksa menerima keputusan PHK karena dilakukan secara mendadak tanpa ada waktu untuk memprotes alasan mereka di-PHK serta tanpa ada kesempatan untuk mempersiapkan diri mencari pekerjaan di tempat lain. Tidak ada kepastian yang mereka dapatkan untuk melanjutkan langkah karir selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Bahkan, bagi sebagian pekerja yang tidak terdampak PHK mereka juga bingung apakah harus selalu menyiapkan diri jika suatu saat juga mendapatkan hal yang sama. Tidak ada perjanjian rasa aman yang diberikan oleh perusahaan terkait dengan pekerjaan mereka saat ini. Jika begitu, mungkin tidak ada cara lain bagi pekerja untuk terus mempersiapkan diri jika tiba giliran mereka terkena PHK. Karena, siapa lagi yang bisa mereka harapkan selain diri mereka sendiri? Kecuali para pekerja tersebut memiliki bapak atau om yang bisa menjadi andalan untuk menemukan celah agar mendapat pekerjaan di tempat yang mereka inginkan.
Pada akhirnya, terjangan badai PHK yang dilakukan sejumlah perusahaan rintisan dalam beberapa waktu ke belakang masih akan berulang. Hal ini dikarenakan sejumlah startup masih memilih PHK sebagai cara termudah dan tercepat untuk mempertahankan perusahaan mereka. Pemerintah pun sebagai pihak penting yang memiliki kewajiban untuk memastikan rakyatnya sejahtera masih belum bisa diandalkan. Banyak pemangku kebijakan yang masih sibuk untuk mencari keuntungan pribadi dibandingkan memikirkan nasib rakyat mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Dengan munculnya berbagai kebijakan aneh yang justru sering merugikan masyakarat belakangan ini, rasa-rasanya masyarakat mesti melindungi diri dengan terus merasa tidak aman terhadap ancaman badai PHK yang akan muncul. Masyarakat mesti terus mempersiapkan diri agar dapat bertahan meskipun tidak ada bantuan dari sekitar, termasuk perusahaan dan pemerintah. Perusahaan rintisan juga perlu berinovasi untuk terus mempertahankan keberadaannya di tengah berbagai krisis yang sedang dihadapi selain menggunakan cara cepat dan mudah seperti PHK. Karena, siapa lagi yang akan membantu mempertahankan keberadaan startup jika pekerjanya justru terus diberhentikan?
Apalagi, eksistensi perusahaan rintisan yang rasanya semakin menurun dengan berita badai PHK yang terus bermunculan selama beberapa tahun terakhir membuat masyarakat, utamanya para pencari kerja kini mencari celah dari industri lain agar bisa terus menghidupi diri. Karena tidak ada yang pasti di negara ini, selain dinasti yang terlihat semakin tak tahu diri.
ADVERTISEMENT