Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Tantangan dan Dinamika dalam Hubungan Orang Tua dan Anak Remaja
25 Oktober 2024 14:10 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Aisy Yusrina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika kita berbicara tentang parenting, terutama dalam konteks hubungan orang tua dengan anak remaja, muncul berbagai dinamika yang kerap kali menjadi sorotan publik. Fenomena ini mencuat dalam beberapa kasus terkenal yang melibatkan tokoh publik dan anak-anak mereka. Salah satu kasus yang cukup menarik perhatian adalah perseteruan seorang selebritas dengan anak remajanya, di mana hubungan yang memburuk di antara mereka melibatkan berbagai pihak termasuk pihak berwenang dan Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Dinamika Hubungan Orang Tua dan Anak Remaja
Kasus di mana seorang ibu harus melibatkan pihak kepolisian untuk menjemput paksa anaknya dari apartemen mencerminkan betapa kompleksnya dinamika hubungan orang tua dan anak remaja. Dalam skenario ini, sang ibu melaporkan dugaan tindakan yang membahayakan anaknya, seperti persetubuhan di bawah umur dan aborsi, yang melibatkan kekasih sang anak. Situasi ini menempatkan ibu dalam posisi yang sangat sulit, di mana ia harus memilih antara melindungi anaknya dan menghadapi perlawanan dari anaknya sendiri.
Ada beberapa faktor yang sering menjadi penyebab konflik antara orang tua dan anak remaja, di antaranya adalah perbedaan pandangan, pengaruh lingkungan, dan dinamika sosial. Remaja, dalam fase perkembangannya, cenderung mencari identitas diri dan otonomi, yang sering kali bertentangan dengan kontrol dan aturan yang ditetapkan oleh orang tua. Dalam kasus di atas, kehadiran pihak ketiga seperti kekasih anak turut memperkeruh situasi, khususnya jika sang kekasih memiliki atau diduga memiliki pengaruh negatif terhadap anak.
Menurut (Isnawati et al., 2022) Media sosial juga memainkan peran signifikan dalam memperburuk atau mempublikasikan konflik internal keluarga. Perseteruan yang sebelumnya bersifat pribadi dapat dengan mudah menjadi konsumsi publik, menghasilkan tekanan tambahan bagi semua pihak yang terlibat. Ketika konflik semacam ini dipublikasikan, respons publik dapat menjadi sangat beragam, mulai dari simpati hingga kritik tajam, yang mungkin tidak membantu dalam penyelesaian masalah secara konstruktif.
Untuk mencegah dan menyelesaikan konflik seperti ini, komunikasi terbuka antara orang tua dan anak sangat penting. Orang tua perlu mendengarkan dan memahami perspektif anak tanpa cepat menghakimi, sementara anak perlu memahami bahwa tindakan orang tua biasanya didasari oleh niat untuk melindungi dan mencintai mereka. Membangun hubungan yang didasari oleh kepercayaan dan keterbukaan, meskipun tidak mudah, adalah kunci dalam menjaga keharmonisan keluarga (Yunalia et al., 2021).
Ketika konflik sudah mencapai tahap yang sangat serius, asisten eksternal seperti konselor keluarga atau mediator profesional mungkin diperlukan. Mereka dapat membantu dalam menjembatani komunikasi yang rusak dan menyediakan perspektif yang lebih objektif. Dalam kasus-kasus tertentu, keterlibatan pihak berwenang atau instansi terkait memang perlu, terutama jika terdapat ancaman nyata terhadap keselamatan dan kesejahteraan anak (Yunalia et al., 2021).
Parenting, terutama terhadap anak remaja, adalah tantangan yang kompleks dan memerlukan keseimbangan antara kasih sayang dan disiplin. Kasus-kasus seperti yang dialami oleh beberapa figur publik menunjukkan betapa pentingnya komunikasi, kepercayaan, dan pengertian dalam menjaga keharmonisan hubungan keluarga. Dalam dunia yang semakin terhubung melalui teknologi dan media sosial, menjaga privasi dan menyelesaikan masalah secara internal seharusnya menjadi prioritas sebelum mencari solusi lewat jalur hukum atau mempublikasikan konflik dengan luas (Isnawati et al., 2022)
Menurut (Anggresta et al., 2021) Pengasuhan yang baik dimulai dengan cinta kasih yang tulus dari orang tua kepada anak-anaknya. Kasih sayang adalah fondasi yang kokoh dalam membentuk karakter dan kepribadian anak. Dengan memberikan perhatian dan cinta yang konsisten, anak akan merasa aman dan diterima. Kepastian emosional ini membantu anak untuk tumbuh menjadi individu yang percaya diri dan mampu menjalin hubungan sosial yang sehat. Luangkan waktu untuk mendengarkan anak, mengapresiasi keberhasilan kecil mereka, dan memberikan pelukan atau kata-kata penyemangat sesering mungkin.
Pendekatan konsisten dan adil sangat penting dalam pengasuhan anak. Konsistensi dalam aturan dan ekspektasi membantu anak memahami batasan dan meningkatkan rasa tanggung jawab. Orang tua perlu menetapkan peraturan yang jelas dan memastikan bahwa aturan tersebut diterapkan secara konsisten. Selain itu, perlakukan setiap anak dengan adil tanpa membanding-bandingkan mereka. Menerapkan disiplin dengan cara yang positif dan konstruktif akan memotivasi anak untuk berperilaku baik, bukan karena takut akan hukuman, tetapi karena mereka memahami nilai dan pentingnya aturan tersebut.
Anak-anak membutuhkan kesempatan untuk mengeksplorasi dunia mereka sendiri dan mengembangkan minat serta bakat pribadi. Berikan anak ruang untuk bermain, bereksperimen, dan melakukan kesalahan tanpa merasa terintimidasi. Dorong mereka untuk mencoba hal-hal baru dan memberikan dukungan saat mereka menghadapi tantangan. Memberikan kebebasan yang terkendali memungkinkan anak-anak untuk belajar dari pengalaman mereka sendiri dan mengembangkan kemandirian. Selain itu, penting untuk memberikan pujian dan penguatan positif yang dapat meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi mereka untuk terus belajar dan berkembang.
ADVERTISEMENT