Konten dari Pengguna

Mengapa Standar Kecantikan Harus Dimaknai Ulang?

Aisyah Al Baroroh
Dosen Sastra Inggris UNPAM
25 November 2024 10:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aisyah Al Baroroh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: File Pribadi=Canva Premium
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: File Pribadi=Canva Premium
ADVERTISEMENT
Di berbagai belahan dunia, standar kecantikan merupakan cerminan nilai dan tradisi masyarakat. Dari era peradaban kuno hingga era modern yang dipengaruhi globalisasi, setiap budaya memiliki persepsi yang berbeda dalam mendefinisikan kecantikan. Standar ini tidak hanya mencerminkan selera estetika, tetapi juga nilai sosial dan historis yang mendasari kehidupan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Misalnya, bentuk tubuh jam pasir sering dianggap ideal dalam budaya Barat. Bentuk tubuh jam pasir (hourglass figure) mengacu pada proporsi tubuh yang memiliki pinggang yang ramping, dengan pinggul dan dada yang lebih besar atau proporsional sehingga menyerupai bentuk jam pasir. Dalam budaya Barat, bentuk ini sering dianggap ideal karena dinilai melambangkan daya tarik fisik, kesehatan, dan kesuburan. Sementara itu, di beberapa budaya Asia, kulit putih mulus menjadi simbol kecantikan. Standar-standar ini terbentuk dari sejarah panjang dan tradisi yang melekat pada budaya tertentu.
Dalam banyak budaya, terutama di negara-negara tradisional, standar kecantikan memiliki kaitan erat dengan konsep pernikahan, terutama bagi perempuan. Harapan untuk memenuhi standar ini dianggap sebagai cara untuk meningkatkan peluang menemukan pasangan yang diinginkan. Tekanan semacam ini, yang biasanya bersumber dari nilai-nilai tradisional yang dipegang oleh orang tua atau masyarakat, dapat memengaruhi nilai diri individu. Mereka yang merasa tidak memenuhi standar kecantikan tersebut sering kali mengalami rasa tidak percaya diri, bahkan penolakan terhadap diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Definisi Kecantikan
Definisi kecantikan yang ideal sangat bervariasi di berbagai macam kebudayaan. Di Amerika Serikat, misalnya, media biasanya menampilkan perempuan dengan tubuh ramping sebagai simbol kecantikan. Namun, di beberapa budaya lain, kecantikan perempuan diidentikkan dengan tubuh montok yang dianggap lebih subur dan sehat.
Di Asia Timur, standar kecantikan terfokus pada ciri-ciri tertentu seperti kelopak mata, kulit putih, rahang yang sempit, dan mata besar. Tren ini mencapai puncaknya pada awal 2000-an dengan popularitas produk pemutih kulit dan krim BB. Di Korea Selatan, standar kecantikan semakin kompleks, yang terfokus kepada tubuh ramping, kulit pucat, dan prosedur seperti operasi kelopak mata yang mulai populer sejak abad ke-19.
Sebaliknya, di Afrika, banyak suku memiliki definisi kecantikan yang berbeda, dan biasanya berkaitan dengan identitas budaya yang mereka miliki. Misalnya, beberapa suku seperti Surma dan Mursi di Ethiopia menggunakan pelat bibir sebagai simbol kecantikan dan tanda kesiapan untuk menikah. Perhiasan yang melekat pada tubuh juga sering digunakan untuk menandai tahap-tahap penting dalam kehidupan, seperti pubertas dan persiapan pernikahan, sekaligus mencerminkan nilai sosial, politik, dan spiritual.
ADVERTISEMENT
Kecantikan Tidak Hanya untuk Perempuan
Standar kecantikan ternyata tidak hanya diterapkan kepada perempuan. Dalam budaya Barat, pria dengan tubuh berotot sering dianggap sebagai gambaran ideal. Namun, di Asia Timur, khususnya melalui tren yang dipopulerkan grup K-Pop, citra kecantikan pria hadir dalam bentuk yang berbeda: tubuh ramping, rambut berwarna-warni, dan penggunaan riasan. Fenomena ini menunjukkan bahwa konsep kecantikan terus berubah dan dipengaruhi oleh perkembangan budaya di tingkat global.
Menuju Penerimaan Diri
Globalisasi membuka peluang untuk mengenal berbagai standar kecantikan dari seluruh dunia, sekaligus meningkatkan pemahaman akan keragaman budaya. Namun, tekanan untuk memenuhi ekspektasi sosial sering kali membuat individu merasa tidak cukup berharga. Dalam situasi ini, menerima diri apa adanya menjadi semakin penting.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, standar kecantikan seharusnya bukan tentang penampilan, tetapi bagaimana budaya itu direpresentasikan. Pernyataan ini menegaskan pentingnya merayakan keunikan budaya masing-masing, bukan mengubah diri demi menyesuaikan diri dengan standar eksternal.
The last but not least, kecantikan sejati tidak hanya terfokus pada aspek fisik, tetapi juga pada kemampuan seseorang menerima dirinya sendiri dan mempresentasikan budaya serta nilai-nilai yang mereka hargai. Di tengah dunia yang semakin beragam, pesan ini terasa semakin relevan.