Konten dari Pengguna

TAPERA: Harapan Baru atau Harapan Palsu?

Aisyah Rizkya Az Zahra
Mahasiswi S1 Ilmu Administrasi Negara Universitas Negeri Surabaya
4 November 2024 12:54 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aisyah Rizkya Az Zahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perumahan Rakyat (pixels.com/Zain Rashid)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perumahan Rakyat (pixels.com/Zain Rashid)
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu terakhir ramai menjadi sorotan yakni terkait program kebijakan pemerintah tentang penyediaan hunian layak huni bagi masyarakat melalui tabungan secara bersama-sama yakni Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Skema tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat menjadi landasan hukum dari program Tapera. Poin utamanya yakni pemerintah ingin memberikan akses perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Namun, meskipun konsep gagasan Tapera terlihat mulia, berbagai tantangan dalam penerapannya mengundang perdebatan. Banyak yang mempertanyakan, apakah program Tapera akan benar-benar menjadi solusi perumahan yang efektif, atau justru menjadi janji kosong yang sulit direalisasikan?
ADVERTISEMENT
MENGENAL TAPERA
Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) merupakan gagasan pemerintah dalam upaya meningkatkan akses masyarakat terhadap pembiayaan perumahan yang layak. Dalam mekanismenya peserta Tapera mencangkup semua pekerja di Indonesia, baik pekerja di sektor formal maupun informal. Pekerja formal meliputi Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI dan Polri, serta karyawan swasta. Sebagai bagian dari sistem jaminan sosial nasional yang berupaya menjamin seluruh pekerja memiliki akses terhadap pembiayaan perumahan yang memadai, maka dari itu pekerja sektor formal diwajibkan untuk menjadi peserta Tapera. Sedangkan yang termasuk peserta informal termasuk pekerja mandiri atau freelancer. Bagi pekerja mandiri, besaran simpanan yang harus mereka setorkan ditentukan berdasarkan pendapatan mereka, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024. Dengan demikian, Tapera menyediakan perumahan bagi pekerja Indonesia di semua tingkatan, sehingga menjamin pekerja formal dan informal untuk memiliki akses yang sama terhadap perumahan.
ADVERTISEMENT
Iuran Tapera ditetapkan sebesar 3% dari gaji, upah, atau penghasilan peserta sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024. Dari total iuran tersebut, untuk peserta pekerja, 0,5% ditanggung oleh pemberi kerja, sedangkan 2,5% menjadi tanggung jawab pekerja. Sementara itu, pekerja mandiri atau freelancer harus menanggung seluruh iuran sebesar 3%.
Dana hasil iuran akan dikumpulkan dan dikelola oleh BP Tapera (Badan pengelola tabungan Perumahan Rakyat) untuk membiayai rumah bagi mereka yang membutuhkan. Bukan hanya itu, dalam hal pengelolaannya, BP Tapera bertugas untuk merencanakan dan mengawasi operasional program Tapera. Iuran peserta dikumpulkan, dikelola, dan diinvestasikan secara efektif oleh BP Tapera untuk menghasilkan hasil yang optimal bagi peserta. Selain itu, setelah masa kepesertaan berakhir, BP Tapera bertanggung jawab mengembalikan uang simpanan dan hasil investasi kepada peserta yang memenuhi persyaratan pembiayaan rumah. Dalam hal pengelolaan dana untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi, BP Tapera juga menjalin kerja sama dengan sejumlah pihak, termasuk lembaga keuangan dan perbankan.
ADVERTISEMENT
AKANKAH TAPERA MENJADI HARAPAN BARU ATAU JUSTRU HANYA HARAPAN PALSU?
Ketidakjelasan Solusi terhadap Isu yang Dihadapi
Berbagai tanggapan negatif dari berbagai lapisan masyarakat bermunculan sejak program Tapera diperkenalkan. Menurut pakar tata kota Yayat Supriyatna, ada tiga alasan utama mengapa masyarakat sulit membeli rumah yakni kenaikan harga tanah yang semakin mahal, daya beli masyarakat yang rendah, serta ketidakmampuan untuk kredit karena gaji habis untuk kebutuhan sehari-hari. Pertama, banyak orang yang tidak mampu membeli rumah karena harga tanah yang terus meningkat. Kedua, banyak masyarakat dengan daya beli rendah yang artinya banyak individu dan keluarga tidak memiliki cukup tabungan atau pendapatan dalam membeli rumah. Ketiga, gaji masyarakat banyak yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, alhasil mereka tidak memiliki banyak sisa uang untuk membayar cicilan kredit perumahan. Gabungan dari ketiga faktor tersebut menciptakan hambatan signifikan bagi masyarakat dalam upaya mereka untuk memiliki rumah sendiri.
ADVERTISEMENT
Faktor utama masalahnya yakni masyarakat berpenghasilan rendah tidak memiliki kemampuan untuk menyisihkan pendapatannya dalam membeli rumah. Jika kebijakan pemerintah dikeluarkan justru “menarik paksa” sebagian pendapatan masyarakat, solusi tersebut dianggap tidak tepat dengan masalah utama yang ada. Langkap tersebut berpotensi memperburuk keuangan masyarakat berpenghasilan rendah yang saat ini sudah memiliki beban oleh kebutuhan sehari-hari, sehingga berdampak pada pengurangan kebutuhan dasar lainnya.
Dengan demikian, ketidakjelasan dalam solusi yang ditawarkan oleh program Tapera menimbulkan keraguan akan efektivitasnya. Tanpa pendekatan yang komprehensif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat, Tapera berisiko menjadi solusi yang hanya tidak efektif, tetapi berpotensi menambah beban bagi mereka yang seharusnya dibantu.
Sasaran Kebijakan yang Tidak Relevan
Meskipun kebijakan Tapera akan berlaku mulai pada tahun 2027, namun masih banyak menimbulkan pertanyaan. Mulai dari pemotongan gaji yang baru diterima, bagaimana jika pekerja sudah memiliki rumah, lalu apakah boleh atau tidak menolak menjadi peserta tapera. Jika memang tujuan utama Tapera adalah membantu masyarakat berpenghasilan rendah, maka seharusnya pekerja yang sudah memiliki rumah tidak diwajibkan untuk menjadi peserta Tapera. Meskipun memerlukan waktu yang lama untuk mengklasifikasikan target peserta Tapera, pemerintah harus lebih mengkaji secara menyeluruh permasalahan di masyarakat untuk pertimbangan dalam mengesahkan sebuah kebijakan. Alih-alih membentuk, kebijakan seperti ini bisa meningkatkan tekanan finansial bagi kelompok yang seharusnya dibantu, bukan malah membuat mereka semakin jauh dari impian memiliki hunian yang layak huni. Dalam hal ini, solusi yang harus diterapkan yaitu mengubah peraturan pemerintah agar kewajiban pekerja swasta dan mandiri untuk memberikan iuran Tapera menjadi bersifat sukarela, sementara tetap mewajibkannya bagi Aparatur Sipil Negara TNI dan Polri sesuai dengan tujuan awal.
ADVERTISEMENT
Namun, kembali pada pertanyaan awal adalah, apakah Tapera benar-benar solusi yang efektif atau justru hanya sebuah khayalan yang tidak mampu menjawab kebutuhan nyata masyarakat? Jika kondisi tersebut terus berlanjut tanpa solusi nyata, program Tapera berisiko akan menjadi kebijakan yang hanya terdengar baik di atas kertas, tapi sulit terealisasi dalam kenyataan. Tanpa perubahan yang tepat dan pemahaman menyeluruh terhadap permasalahan kondisi masyarakat, program Tapera hanya akan menjadi perbincangan belaka tanpa membawa perubahan signifikan bagi masyarakat.untuk memenuhi harapan masyarakat dan secara efektif mengatasi masalah perumahan saat ini, penting bagi pemerintah untuk meninjau dan mengubah kebijakan Tapera.