Konten dari Pengguna

Urgensi Akselerasi Regulasi AI

Ajar Edi
Director of Government Affairs, Microsoft Indonesia and Brunei Darussalam
15 Agustus 2024 10:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ajar Edi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi regulasi AI. Foto: Suriya Phosri/iStock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi regulasi AI. Foto: Suriya Phosri/iStock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menapaki usia ke-79, Hari Kemerdekaan di bulan Agustus ini menjadi momen yang tepat untuk merefleksikan kembali definisi kemerdekaan di era digital. Salah satu isu paling mendesak saat ini adalah kebutuhan akan regulasi yang mengikat terkait Artificial Intelligence (AI). Hal ini bukan untuk membatasi adopsi dan peluang AI Indonesia yang disinyalir mampu menyumbang hampir USD 366 miliar terhadap produk domestik bruto pada 2030 mendatang, melainkan untuk memberikan kepastian hukum dan proteksi bagi pengguna dalam upaya akselerasi transformasi digital bangsa.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan Work Trend Index 2024 yang dikeluarkan oleh Microsoft dan LinkedIn, 92% karyawan kantoran di Indonesia, termasuk yang bekerja secara remote, sudah menggunakan generative AI di tempat kerja. Sebanyak 92% pemimpin bisnis di Indonesia juga mengakui pentingnya AI untuk mempertahankan keunggulan kompetitif.
Meski demikian, 48% menyatakan organisasi mereka masih perlu mengembangkan visi dan rencana yang jelas untuk penerapan AI. Masalah etika dan privasi data, standar nasional yang belum ajek, dan kebutuhan akan tata kelola AI yang kuat adalah beberapa kekhawatiran utama mereka.
Tak bisa menunggu lama hingga rencana tersebut tiba, laporan yang sama menunjukkan bahwa 76% karyawan kantoran di Indonesia secara proaktif membawa solusi AI mereka sendiri ke tempat kerja (Bring Your Own AI/BYOAI). Fenomena ini menunjukkan pola pikir adaptif yang patut diapresiasi, namun menimbulkan pertanyaan baru tentang akuntabilitas dan keamanan data perusahaan. Itulah mengapa tugas kita sekarang yaitu memanfaatkan momentum transformasi AI, menjamin kelanjutannya, dan memitigasi risiko lewat kebijakan yang lebih komprehensif.
ADVERTISEMENT
Indonesia telah menunjukkan upaya progresif dalam melakukan tata kelola AI lewat dikeluarkannya SE Menkominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial. Langkah ini perlu terus dilanjutkan agar Indonesia memiliki peraturan yang lebih mengikat, misalnya melalui penetapan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang tata kelola AI yang targetnya akan diresmikan sebelum pergantian pemerintahan baru di tahun ini.
Peraturan AI yang mengikat tersebut diharapkan dapat mencakup tiga kunci penting di dalamnya, yaitu prinsip-prinsip etika, risiko berjenjang dan mitigasi, serta upaya tata kelola. Artinya, regulator perlu mempertimbangkan risiko yang akan dihadapi secara berjenjang untuk dapat menentukan konsekuensi dalam regulasi, mengeliminasi faktor-faktor yang menimbulkan risiko, dan memantapkan pengelolaan AI di masa depan.
Dalam menyusun peraturan menggunakan pendekatan berbasis risiko ini, regulatory sandbox muncul sebagai sebuah platform yang dapat menguji pengimplementasian AI lintas sektor dalam skala luas namun tertutup, dengan berfokus pada risiko utama seperti risiko data dan etika, sebelum penerapan yang lebih luas.
Ilustrasi generator gambar AI. Foto: Shutterstock
Regulatory sandbox biasanya dikaitkan dengan sektor FinTech. Hanya segelintir negara yang telah menerapkannya untuk AI, dengan Singapura sebagai salah satunya. Singapore’s Generative AI Sandbox untuk UMKM telah mengidentifikasi risiko dan menerapkan prinsip-prinsip yang meliputi peningkatan kualitas privasi dan keamanan data, keadilan dan keberpihakan, serta kredibilitas dan akuntabilitas. Indonesia pun berada dalam jalur yang tepat untuk turut mempraktikkan Generative AI Sandbox, mengingat sudah adanya SE Menkominfo Nomor 9 Tahun 2023 sebagai landasan awal.
ADVERTISEMENT
Menengok praktik regulasi AI di sejumlah negara lain, penyusunan peraturan baru di Indonesia juga dapat merujuk pada prinsip-prinsip etika AI yang ditetapkan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) serta G7 Hiroshima AI.
ASEAN sendiri telah mengeluarkan ASEAN Guide on AI Governance and Ethics yang menawarkan 7 prinsip utama yang perlu dipatuhi oleh para pengelola ketika berinteraksi dengan AI. Panduan-panduan ini telah merangkum praktik-praktik terbaik di dunia yang diharapkan dapat memberikan perlindungan risiko dan kekuatan hukum yang lebih kuat dari regulasi sebelumnya ketika diterapkan dalam penyusunan regulasi baru.
Teknologi AI masih memiliki banyak potensi yang dapat dieksplorasi untuk membantu mempercepat langkah Indonesia mewujudkan harapan-harapan masyarakat. Ini termasuk harapan akan peningkatan kesejahteraan, pertumbuhan ekonomi yang stabil, hingga pendidikan yang berkualitas dan merata. Mari kita manfaatkan momentum Hari Kemerdekaan ini untuk mewujudkan harapan-harapan tersebut melalui AI yang bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT