Konten dari Pengguna

Ironi Ketahanan Pangan di Negeri Zamrud Khatulistiwa

Ajeng Annastasya Bukhori
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
13 Oktober 2024 10:12 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ajeng Annastasya Bukhori tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ilustrasi dari freepick.com
Kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia merupakan sebuah Anugerah yang patut dimanfaatkan sebaik-baiknya. Tanahnya yang subur serta lahannya yang luas sangatlah berpotensi sebagai area produksi pangan demi terciptanya ketersediaan pangan berkelanjutan. Negeri yang dijuluki Zamrud Khatulistiwa ini seharusnya tak perlu menghawatirkan lagi terkait masalah ketahanan pangannya. Sayangnya, hal tersebut belum dapat direalisasikan oleh negeri ini karena ketidakmampuannya dalam memaksimalkan potensi yang dimiliki.
ADVERTISEMENT
Sebuah pemandangan seperti hamparan sawah yang luas, perkebunan sayur, ladang jagung, kini perlahan mulai menghilang dan tergantikan. Contohnya saja di Sumatera dan Kalimantan, lahan subur yang dapat dijadikan sebagai area produksi pangan justru beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. Sementara itu, lahan potensial di beberapa wilayah justru dibiarkan terbengkalai begitu saja. Yang lebih ironi lagi, pemerintah bukannya merancang kembali strategi dalam penguatan pangannya, lahan tersebut malah dibangun menjadi komplek perumahan serta pembangunan berbagai industri lainnya.
Tak hanya itu saja, masyarakatnya pun justru ikut berkontribusi menambah permasalahan ini. Masyarakat di Indonesia masih mengandalkan nasi sebagai bahan pangan utama. Permintaan beras yang tinggi namun tidak diiringi dengan kemampuan produksi beras yang cukup di tanah ini, mau tidak mau pemerintah melakukan impor beras kepada negara luar demi terpenuhinya permintaan. Pemerintah pernah meluncurkan program “One Day No Rice” dan yang terjadi hanyalah angin lalu dan terlupakan. Pandangan masyarakat mengenai “belum makan kalau belum makan nasi” menjadi salah satu faktor hambatan program ini. Pengusulan umbi-umbian sebagai alternatif selain nasi sering dianggap sebagai makanan murahan dan kampungan. Padahal sebelum nasi menjadi bahan pangan utama, umbi-umbian lah menjadi konsumsi pangan utama saat masa-masa sulit dahulu.
ADVERTISEMENT
Sungguh ironi nasib negeri ini, negeri yang memiliki banyak potensi luar biasa namun malah disia-siakan. Kolaborasi epik antara pemerintah yang belum bisa memanfaatkan sumber daya dengan maksimal dan masyarakat yang masih bergantung dengan nasi menciptakan permasalahan kompleks dalam ketahanan pangan. Bagaimana bisa negeri ini dapat memastikan ketahanan pangan yang berkelanjutan namun dari akarnya saja sudah bermasalah? Oleh karena itu, untuk memastikan hal tersebut, pemerintah dan masyarakat harus saling bahu membahu, contohnya seperti pengembangan teknologi pertanian modern dan melaksanakan edukasi terkait diversifikasi. Apabila dapat dimanfaatkan secara optimal, langkah-langkah tersebut pada akhirnya dapat memperkuat ketahanan pangan nasional.