Konten dari Pengguna

“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview

15 Desember 2017 1:53 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari AA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview
zoom-in-whitePerbesar
All photos courtesy of Hafnidar
Penasaran sama pekerjaan kurator di museum? Baca yuk wawancara dengan Hafnidar, Kepala Seksi Koleksi dan Edukasi Museum Aceh, yang menjadi kurator pameran “Sabang the Golden Island” di Museum Sejarah Kejayaan Sabang.
ADVERTISEMENT
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (1)
zoom-in-whitePerbesar
Hafnidar atau yang lebih akrab dipanggil Hafni
Hai mbak! Gimana sih ceritanya bisa involved jadi kurator di pameran ini?
Tahun ini Dinas Pariwisata Provinsi Aceh menjadi tuan rumah untuk Sail Sabang. Lalu Dinas meminta Museum Aceh, tempat saya bekerja, untuk berpartisipasi. Kepala museum saya memutuskan untuk membuat pameran temporer yang dapat menjadi cikal bakal pameran permanen museum tersebut. Beliau kemudian menugaskan saya untuk jadi kuratornya.
Oh, jadi ini pameran temporer?
Konsep awalnya begitu. Tapi saya punya misi untuk meningkatkan kualitas pameran temporer menjadi seperti pameran permanen. Jadi saya mencetak materi pameran di atas kanvas, mika dan kayu, bukan di bahan spanduk. Saya juga membuat rak-rak dan lemari kayu permanen untuk beberapa koleksi.
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (2)
zoom-in-whitePerbesar
Lemari pamer yang dibuat dengan standar pameran permanen
ADVERTISEMENT
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (3)
zoom-in-whitePerbesar
Lampu berbentuk kapal di halaman depan museum untuk menarik perhatian pengunjung
Tolong ceritakan dong mbak, bagaimana sih tahap-tahapan dalam mengkurasi pameran ini?
Awalnya saya survey dulu ke Museum Sabang, lalu mulai melakukan riset, kemudian membuat konsep storyline dan desain pameran, serta memulai proses produksi pameran. Terakhir harusnya ada evaluasi.
Apa yang dilakukan saat survey?
Bulan September 2017 saya survey ke Museum Sabang (Museum Sejarah Kejayaan Sabang) untuk melihat koleksi yang dimiliki oleh museum. Museum ini dibuka tahun 2015 dan museumnya tidak terlalu memiliki banyak koleksi. Koleksinya berupa maket goa Jepang dan patung tentara Jepang, miniatur kapal, foto-foto dari zaman Belanda, dan guci dari Cina. Ada juga pelaminan, lesung dan alat bajak sawah, padahal di Sabang tidak ada sawah!
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (4)
zoom-in-whitePerbesar
Koleksi miniatur kapal di Museum Sejarah Kejayaan Sabang sebelum pameran “Sabang the Golden Island”
ADVERTISEMENT
Sambil survey saya wawancara dengan tim Museum Sabang. Saya ingin tahu apa sih yang sebenarnya ingin diceritakan di museum. Kami kemudian berdiskusi untuk menentukan tema pameran. Kami sepakat untuk menonjolkan sisi maritim Sabang, bukan hanya menampilkan budaya dan kebanggaan Sabang sebagai pelabuhan di masa kolonial semata.
Lalu, apa yang dilakukan saat proses riset?
Setelah survey dan wawancara saya memulai tahapan riset. Saya meminta bantuan mahasiswa untuk membaca almanak dan naskah-naskah kuno Aceh (koleksi Museum Aceh). Juga membuka catatan-catatan Belanda (dari buku) dan membaca hasil penelitian terkini (artikel dan tesis) mengenai Sabang.
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (5)
zoom-in-whitePerbesar
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (6)
zoom-in-whitePerbesar
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (7)
zoom-in-whitePerbesar
Meriset naskah kuno untuk membuat pameran
Saya juga menghubungi teman-teman kurator di Belanda untuk meminta bahan mengenai Sabang.
ADVERTISEMENT
Teman saya John Klein Nagelvoort mengirimkan postcard yang dikirimkan oleh F. Stammeshaus (kurator pertama Museum Aceh) untuk Gubernur Jenderal H.N.A. Swart saat Stammeshaus bertandang ke Sabang.
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (8)
zoom-in-whitePerbesar
Postcard Stammeshaus untuk H.N.A. Swart
Saya juga menghubungi Mirjam Shatanawi, Kurator Tropenmuseum Amsterdam, untuk meminta foto kapal uap dan foto Sabang di masa lalu. Sayangnya resolusi foto Tropenmuseum terlalu kecil dan tidak dapat digunakan di pameran.
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (9)
zoom-in-whitePerbesar
Naskah dari Aceh mengenai Haji di Tropenmuseum
Seorang teman saya di Bandung, Kang Agus (Gusmo), juga mengirimkan buku-buku mengenai naik Haji di masa lalu saat Sabang menjadi pelabuhan Haji.
Berdasarkan beberapa catatan sejarah dari hasil riset tersebutlah kemudian tercetus ide judul pameran “Sabang the Golden Island”. Istilah yang memang beberapa kali ditemukan dalam catatan sejarah.
ADVERTISEMENT
Wow! Jadi “golden island” tidak ada hubungannya dengan penghasil emas ya. Jadi apa sih isi pameran ini?
Inti judulnya sih mau membuka mata terhadap potensi Sabang.
Di pameran ada cerita tentang para penjelajah dunia yang datang ke Sabang dan menamai Sabang dengan berbagai nama.
Ada local wisdom tentang maritim. Misalnya tentang hari baik/buruk melaut, kepercayaan terhadap ilmu astronomi, dan pantangan ucapan saat melaut dari naskah dan almanak kuno Aceh.
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (10)
zoom-in-whitePerbesar
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (11)
zoom-in-whitePerbesar
Display naskah dan isinya yang ditampilkan dalam 2 Bahasa di layar LCD
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (12)
zoom-in-whitePerbesar
Display pameran “Sabang the Golden Island” mengenai local wisdom
Ada juga tema tentang Sabang sebagai pelabuhan transit Haji di masa Kolonial, Sabang sebagai pelabuhan bebas, dan Sabang di masa pendudukan Jepang.
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (13)
zoom-in-whitePerbesar
Display Sabang sebagai pelabuhan transit Haji di zaman Kolonial
ADVERTISEMENT
Oh ya, tadi kan mbak bilang kalau koleksi museumnya terbatas, lalu koleksi untuk pameran ini apa dan dapat dari mana ya mbak?
Sebisa mungkin saya menggunakan koleksi yang ada di museum dan menambahkannya dengan koleksi pinjaman serta membuat lego.
Untuk tema Haji saya minta teman saya untuk membongkar gudang orang tuanya, hehe... Teman saya datang membawa koper berisi memorabilia barang-barang haji milik tantenya untuk dipinjamkan ke museum. Tante teman saya itu merupakan salah seorang yang naik haji menggunakan kapal laut terakhir. Setelah itu orang mulai naik Haji menggunakan pesawat.
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (14)
zoom-in-whitePerbesar
Benda memorabilia yang dibawa pulang dari naik Haji
Untuk tema Sabang sebagai pelabuhan bebas saya menggunakan lego untuk merekonstruksi bangunan kolonial di Sabang.
ADVERTISEMENT
Bangunan-bangunannya sendiri banyak yang sudah dihancurkan oleh Jepang. Museum Sabang hanya memiliki koleksi foto. Menurut saya, kurang “kena” kalau hanya menampilkan foto untuk pameran ini.
Saya terinspirasi dari pameran temporer “Little Landmarks” yang saya datangi di South Shields Museum & Art Gallery di Inggris. Pameran tersebut menampilkan bangunan-bangunan tua di kota tersebut menggunakan lego.
Wow, cool! Siapa yang membuat legonya? Desainer khusus?
Bukan! Master buildernya Jero, anak saya, hehe... Walaupun dia masih SD tetapi dia berbakat dengan lego. Hanya dengan melihat foto seukuran postcard Jero bisa menginterpretasi dan merekonstruksi bangunannya dengan menggunakan lego.
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (15)
zoom-in-whitePerbesar
Jero sedang merekonstruksi bangunan menggunakan lego dari foto
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (16)
zoom-in-whitePerbesar
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (17)
zoom-in-whitePerbesar
Display lego di museum, menampilkan konveyor listrik untuk mengangkut batubara ke Kapal Belanda dan Stasiun Telegraf
ADVERTISEMENT
Lalu, seperti apa display interaktif/partisipatori di pameran ini?
Gak ada! Berhubung saya tidak 100% incharge di Sabang untuk kesehariannya, jadi saya tidak membuat media interaktif/partisipatori.
Hal ini menjadi sesuatu yang mengganjal sekali untuk saya. Seperti ada PR yang belum selesai. Tetapi saya memang mendesain pameran yang maintenance nya mudah untuk dijalankan oleh Museum Sabang. Selain itu, desainer saya juga sudah kewalahan, hehe...
Paling-paling ada papan titian kayu yang bisa dinaiki. Papan itu seakan-akan menghubungkan rute penyebrangan laut antara Pulau Sabang dengan Pulau Sumatera.
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (18)
zoom-in-whitePerbesar
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (19)
zoom-in-whitePerbesar
Menyebrang ke Sabang
Kira-kira apa ada lagi mbak hal yang masih dirasa kurang puas dari pameran ini?
Ada sih. Saya kurang puas dengan riset mengenai masa pendudukan Jepang. Sumber tertulis mengenai masa Jepang sangat terbatas. Saya bercita-cita ingin meriset lebih dalam mengenai pendudukan Jepang melalui oral history. Saya sudah punya tim nya sih, moga-moga bisa segera dilakukan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, terkadang ada display yang hasil akhirnya agak berbeda dengan ide awal yang diinginkan karena berbagai keterbatasan di lapangan.
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (20)
zoom-in-whitePerbesar
Inspirasi display
“Sabang the Golden Island” Exhibition: An Interview (21)
zoom-in-whitePerbesar
Hasil akhir
Bagaimana respon pengunjung terhadap pameran ini?
Menurut pihak Museum Sabang pengunjung senang dengan pameran ini. Terutama pengunjung anak dan turis asing. Tapi saya sendiri belum melakukan evaluasi. Rencananya akhir bulan ini saya akan ke Sabang lagi untuk melakukan kajian studi pengunjung.
Ehm, pertanyaan terakhir, budget nya berapa ya mbak untuk bikin pameran keren ini? Dan dikerjakan dalam berapa lama?
Delapan digit! Maksudnya, bikin pameran seperti ini bisa dilakukan dengan budget bersih yang jauh dari angka ratusan juta, dalam waktu sekitar 2-3 bulan!
ADVERTISEMENT
Wah, terima kasih banyak ya mbak untuk sharing ceritanya!
Pamerannya keren dan semoga bisa menginspirasi museum-museum lain di Indonesia untuk melakukan riset mendalam sebelum membuat pameran walaupun dikerjakan dalam waktu singkat.
Juga moga-moga bisa “membuka mata” bahwa membuat pameran yang minim koleksi tidak perlu harus selalu berupa tulisan yang di cetak di papan. Cerita pameran pun bisa diambil dari berbagai sumber dan sudut pandang!