Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kesehatan Anak dan Ibu

Ajeng Nadia
Mahasiswi Fakultas Kedokteran UIN Syarief Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
19 Februari 2024 11:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ajeng Nadia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source Image : Adobe Stock
zoom-in-whitePerbesar
Source Image : Adobe Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jakarta, Indonesia – Pernikahan usia dini di Indonesia terus menjadi sorotan akibat dampak negatif yang timbul, baik bagi orang tua maupun anak yang dilahirkannya. Tren mengkhawatirkan ini terus berlanjut meski pemerintah telah melakukan perubahan terhadap UU Perkawinan No.16 tahun 2019 dimana anak dapat dikatakan melakukan pernikahan dini jika menikah sebelum usia 19 tahun. Indonesia sendiri saat ini menduduki peringkat ke-8 jumlah pernikahan usia dini tertinggi di dunia, yakni sekitar 1,5 juta kasus.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif kesehatan fisik, pernikahan dini seringkali diikuti dengan kehamilan dini, hal ini meningkatkan risiko komplikasi saat kehamilan maupun persalinan karena tubuh remaja belum sepenuhnya siap untuk proses reproduksi. Selama remaja, organ reproduksi perempuan masih berkembang menuju kedewasaan, membuat mereka belum sepenuhnya siap untuk hamil dan melahirkan meskipun mereka mungkin berada dalam kondisi fisik yang baik.
Kesadaran rendah tentang risiko ini sering dijumpai di kalangan remaja yang menikah muda. Kehamilan dibawah usia 19 tahun dapat menyebabkan masalah kesehatan serius, seperti abortus (keguguran ), preeklampsia (tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol pada ibu hamil), anemia berat, perdarahan, mola hidatidosa (hamil anggur) hingga risiko kematian ibu.
Pernikahan dini tidak hanya berbahaya bagi ibu, anak yang dilahirkan pun tidak luput dari risiko. Remaja yang menikah dini harus siap memikul tanggung jawab sebagai orang tua bagi anak-anaknya, sementara mereka sendiri masih dalam proses pencarian identitas dan peran sosial. Hal tersebut mengakibatkan dampak pada anak yang dilahirkannya seperti :
ADVERTISEMENT
1. Kesehatan fisik bayi
Jika melihat banyaknya komplikasi pada masa kehamilan dan persalinan kemungkinan akan berdampak pada kondisi kesehatan bayi, seperti kelahiran bayi prematur, congenital disease (kelainan bawaan), berat badan lahir rendah (BBLR), asfiksia neonatorum (kegagalan napas pada bayi baru lahir), hingga kematian bayi.
2. Perkembangan anak yang buruk
Usia orang tua yang masih remaja merupakan masa transisi yang ditandai dengan gejolak emosi yang tidak stabil hal tersebut akan mempengaruhi cara pola asuh anak, pola asuh yang buruk dapat berakibat fatal. Pola asuh orang tua sangat berpengaruh dalam proses perkembangan anak, pembentukan kepribadian, dan proses berpikir.
Usia yang belum matang akan sering terjadi konflik dan tidak jarang berujung pada kekerasan, padahal dalam perkembangannya anak membutuhkan lingkungan keluarga yang tenang, harmonis, serta stabil sehingga anak merasa aman dan dapat berkembang secara optimal.
ADVERTISEMENT
3. Stunting
Stunting dapat diartikan sebagai gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang bersifat irreversibel. Lalu? Apa hubungan antara stunting dan pernikahan dini? Pada ibu yang mengalami kehamilan pada usia dini secara biologis akan berhubungan dengan kelahiran prematur dikarenakan pasokan darah ke serviks dan uterus belum berkembang dengan baik pada beberapa remaja akibatnya rentan terjadi infeksi dan asupan gizi pada janin tidak baik yang juga akan mengakibatkan kelahiran BBLR (berat badan lahir rendah). Sebagaimana kita ketahui bahwa kelahiran prematur dan BBLR merupakah salah satu faktor pemberat terjadinya stunting.
Sementara jika dilihat dari sisi psikologis, wanita yang masih berusia remaja secara psikologis belum matang serta belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kehamilan dan pola asuh anak yang baik dan benar. Pada perempuan yang menikah dini emosinya belum stabil sehingga kemampuan manajemen stress nya belum cukup baik. Sementara Ibu pada saat menyusui tidak boleh dalam keadaan stres karena akan berakibat pada pengeluaran ASI, seorang ibu yang mengalami stres saat menyusui akan memproduksi hormon kortisol yang dapat menghambat sekresi hormon oksitosin dan mengganggu aliran ASI. Sementara pemberian ASI Eksklusif pada bayi selama 6 bulan pertama kelahiran menjadi salah satu cara efektif untuk mencegah stunting.
ADVERTISEMENT
Risiko lain seperti penurunan peluang pendidikan, pembentukan karir serta berisiko mengalami kekerasan dan penelantaran akibat ekonomi yang tidak stabil.
Pemerintah bersama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terus berupaya untuk mengurangi angka pernikahan usia dini di Indonesia. Program-program pemberdayaan remaja, edukasi seksualitas, dan kesehatan reproduksi, serta peningkatan akses terhadap pendidikan dan peluang ekonomi, diharapkan dapat menjadi langkah konkret untuk menekan angka pernikahan usia muda yang berisiko.
Dengan meningkatkan kesadaran akan dampak negatif pernikahan dini serta menguatkan dukungan terhadap remaja, diharapkan masa depan yang lebih cerah dapat dimiliki oleh generasi muda Indonesia sebagai penerus bangsa.
Daftar Pustaka
BPS. 2020. Pencegahan Perkawinan Anak Percepatan yang Tidak Bisa Ditunda. Jakarta. PUSKAPA
UU No. 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan, pasal 1.
ADVERTISEMENT