Refleksi Jelang HUT ke-78 RI: Merdekakah Indonesia dari Belenggu Kesenjangan?

Ajeng Retno Kustianingrum
S.Pd. Biologi UMSurabaya
Konten dari Pengguna
6 Agustus 2023 20:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ajeng Retno Kustianingrum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pemulung sumber: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemulung sumber: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perkembangan revolusi industri menambah derasnya arus globalisasi yang terjadi. Sebab, revolusi industri telah mengubah cara kerja manusia dalam segala sektor kehidupan.
ADVERTISEMENT
Teknologi yang berkembang pesat seiring berkembangnya zaman semakin membuka kesenjangan sosial pada masyarakat. Hierarki kesenjangan yang ada semakin subur dan mengakar terlebih selama dan pasca pandemi.

Terus Melaju untuk Indonesia Maju?

Kesenjangan sosial di masyarakat masih menjadi problematika yang kompleks di Indonesia. Dalam momen Kemerdekaan ke-78 RI ini hendaknya kita merefleksikan, apakah bangsa ini benar-benar melaju dalam kemerdekaan?
Euforia ketika perayaan HUT Kemerdekaan RI yang dilakukan masyarakat hanya berlangsung beberapa hari saja, namun setelah merayakan momen tersebut apakah terdapat kebahagiaan yang berdampak bagi sisi perekonomian, pendidikan dan kesehatan?
Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memprediksikan tingkat kemiskinan Indonesia pada 2022 berpotensi melonjak menjadi 10,81 persen atau setara 29,3 juta penduduk.
ADVERTISEMENT
Data tersebut mengabarkan bahwa kemerdekaan ini belum sempurna dan dapat dirasakan masyarakat luas. Perekonomian yang sulit mempengaruhi keseimbangan hidup masyarakat dalam segala hal sehingga kesenjangan yang ada semakin lebar.

Keberpihakan Cendekiawan pada Kaum Mustadhafin

Dalam filsafat marxisme, terdapat perjuangan kelas buruh (kaum proletar) untuk merobohkan kapitalisme sehingga dapat membawa sosialisme menuju bumi pertiwi ini.
Senada dengan filsafat marxisme, sebagai seorang cendekiawan berpribadi kita harus memperjuangkan hak-hak kaum buruh, mustadhafin, dan orang yatim agar mendapat kebebasan dalam hal perekonomian, pendidikan, dan semisalnya.
Menurut Sani (2017) seorang cendekiawan berbeda dengan masyarakat pada umumnya, mereka memiliki tanggung jawab lebih dalam keberpihakan. Seorang cendekiawan harus memihak pada nilai tertentu dan intelektual yang dimiliki harus menjadi fundament untuk melakukan transformasi sosial agar terwujud masyarakat yang dicitacitakan yakni masyarakat yang bebas dari belenggu-belenggu kesenjangan sosial.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut perlu menjadi tanggung jawab kita, agar kesenjangan yang terjadi di Indonesia ini tidak terjadi turun temurun, di mana yang kaya akan semakin kaya dan sebaliknya.
Cendekiawan dengan kualitas intelektual yang dimiliki harus mampu merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat sekitar, euforia perayaan kemerdekaan harus menjadi senjata untuk mengatasi kemiskinan dan menutup kesenjangan yang ada.
Dengan menganalisis kondisi sosial masyarakat kita akan tau apa yang mereka rasakan dan butuhkan. Kesenjangan yang biasa terjadi di kota-kota besar biasanya dipicu oleh adanya permukiman kumuh sehingga ketidakseimbangan jelas terlihat.

Permukiman Kumuh dan Kesenjangan Sosial

Ilustrasi pemukiman kumuh. Sumber: Shutterstock
Permukiman kumuh yang menjadi salah satu penyebab terjadinya kesenjangan dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya yaitu mobilitas penduduk yang tinggi sehingga terjadi ledakan penduduk di kota-kota beda dan tata kelola pemerintah yang kurang baik.
ADVERTISEMENT
Selain memicu terjadinya kesenjangan, hal tersebut juga memicu terjadinya perilaku menyimpang dari masyarakat miskin kota seperti tidak disiplin dalam hal perpajakan, tidak memiliki identitas, bahkan sampai melakukan tindakan asusila.
Upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan perbaikan desa melalui program-program perbaikan infrastruktur seperti pembuatan MCK, membangun jalan yang layak untuk orang dan kendaraan, membantu menemukan sumber air bersih, memperbaiki akses pendidikan dan semisalnya.
Selain memperbaiki desa dari segi fisik, seorang cendekiawan juga harus memperbaiki mental masyarakat desa tersebut sehingga perbaikan desa juga dapat memperbaiki perekonomian masyarakat.
Perbaikan mental yang dimaksud yakni dengan membuat masyarakat bangga akan desanya yang indah, bersih dan harus dijaga kehormatannya sehingga tidak lagi muncul perilaku menyimpang.
ADVERTISEMENT
Program perbaikan desa juga akan berpengaruh pada perbaikan ekonomi, dengan mental baru yang dimiliki mereka dapat dihimpun untuk mengembangkan ekonomi kreatif atau ekokraf.