Konten dari Pengguna

BBM untuk Kesejahteraan Rakyat Indonesia

Aji Cahyono
Mahasiswa Master Kajian Timur Tengah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Awardee Research Megawati Fellowship Program
17 April 2022 21:04 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aji Cahyono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. Sejumlah truk mengantre untuk mengisi bahan bakar Solar bersubsidi yang kurang di Jambi. Foto: ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan, diambil dari Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. Sejumlah truk mengantre untuk mengisi bahan bakar Solar bersubsidi yang kurang di Jambi. Foto: ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan, diambil dari Kumparan.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa informasi yang beredar diberbagai media massa, memberitakan tentang kebijakan pemerintah menaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM) RON 92 yakni Pertamax sejak 1 April 2022, yang semula harganya Rp. 9.000 - Rp. 9.400 menjadi Rp. 12.000 – Rp. 12.400. Meskipun pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) tidak menaikkan harga BBM dengan jenis Solar dengan kisaran harga Rp. 4.000 – Rp. 4.500 dan Pertalite dengan kisaran harga Rp. 7.800. Alasan tidak menaikkan harga selain Pertamax karena pemerintah memberikan subsidi kepada rakyat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah melalui Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati dalam rapat dengan pendapat DPR RI pada Rabu, (6/4/2022) menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara dengan harga BBM termurah. (Kompas Com). Kendati demikian, pertamax dikhususkan bagi masyarakat dengan ekonomi kelas atas.
ADVERTISEMENT
Kenaikan harga BBM jenis RON 92, disambut kritik hingga menggelar aksi oleh sejumlah elemen masyarakat, terutama disektor LSM dan Kelompok Mahasiswa. Melihat fenomena tersebut, pentingnya untuk dikaji dari lintas interdisiplin, transdisplin, dan multidisiplin keilmuan berbasis akademik dan ilmiah, bukan melayangkan wacana politis yang tidak substantif dan esensial, sehingga wacana yang dibangun hanya menguntungkan bagian kecil dari kepentingan kelompok, bukan menyentuh aspek kerakyatan secara keseluruhan.
Dalam konteks demokrasi di Indonesia, bahwa pro dan kontra adalah hal yang wajar, hal ini menunjukkan dinamisasi terwujudnya adanya pola komunikasi politik dari unsur pemerintah maupun masyarakat, terutama yang konsentrasi pengkajian isu dan dinamika sosial yang terjadi di masyarakat soal energi. Dalam hal ini, bahwa sejauh mana pemerintah dalam kebijakan tentang BBM dapat memberikan kontribusi secara ekonomi untuk kesejahteraan Rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pemerintah melalui Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara dalam keterangannya (CNBC Indonesia) akan mendistribusikan BBM bersubsidi sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 117 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 tentang Pendistribusian dan Juga Harga jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM). Salah satu wujudnya yakni mengatur soal Premium diberikan subsidi, baik Premium yang dipakai langsung masyarakat, maupun Premium RON 88 yang digunakan sebagai campuran untuk Pertalite.
Menurut laporan dari Kementerian Keuangan, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi senilai Rp. 206,96 triliun (Subsidi Energi Rp. 134,03 T dan Subsidi Non-Energi Rp. 72,93 T). Berdasarkan data yang di rilis oleh Katadata.co.id, secara periodik bulan Januari - Februari 2022, bahwa belanja subsidi energi Indonesia mencapai Rp. 21,7 T. Porsi tersebut setara 16,97% dari anggaran subsidi energi, atau sekitar 10,48% dari total anggaran subsidi dalam APBN 2022. Perincian anggara subsidi energi 2022 untuk subsidi BBM senilai Rp. 11,3 T, subsidi LPG tabung 3 kg yakni Rp66,3 T, dan subsidi listrik Rp.56,5 T. Melihat kebijakan tersebut, sejauh mana idealnya konsep subsidi yang diberikan pemerintah kepada rakyat dalam rangka optimalisasi pemulihan ekonomi?
ADVERTISEMENT
Optimalisasi Subsidi BBM untuk Perekonomian Rakyat
Jika berkaca dalam spektrum dinamika geopolitik antara Rusia vs Ukraina, ditambah dengan embargo ekonomi politik dari AS dan beberapa Negara Uni Eropa terhadap Rusia, semua harga minyak dan gas dunia semakin naik, seiring dengan kabar pemberitaan media internasional, bahwa Rusia merupakan salah satu Negara dengan pemasok minyak dan gas terbesar di dunia. Lantas mengapa ? kelangkaan minyak terjadi di beberapa Negara – Negara, perusahaan multinasional pun kena dampaknya. Menurut Dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair), I Gede Wahyu Wicaksana menyebutkan bahwa penyebab harga minyak naik dikarenakan efek psikologis perang (News Unair). Di lain itu, Mayoritas konsumen minyak Rusia menyita sementara produksinya.
ADVERTISEMENT
Melihat konteks pertarungan politik antara Rusia vs Ukraina beserta sekutunya. Dalam hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia melalui kebijakan subsidi yang diberikan kepada rakyat, hal tersebut seharusnya disambut dengan baik, terutama pelaku yang bergerak dibidang UMKM, masyarakat ekonomi menengah ke bawah, pelajar hingga mahasiswa. Mengapa? agar sirkulasi perekonomian dapat berjalan dengan semestinya. Dengan masuknya Covid-19 sejak bulan Maret 2020, perekonomian masyarakat terhambat, yang disayangkan ketika yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin, hal tersebut menjadi bahan refleksi bagi kita dapat menggunakan dengan baik dan bermanfaat buat pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia.
Berdasarkan Siaran Pers Nomor 028.Pers/04/SJI/2021 per tanggal 19 Januari 2021 oleh Kementerian ESDM, memprediksi bahwa Cadangan Minyak Bumi Indonesia tersedia untuk 9,5 Tahun dan Cadangan Gas Bumi 19,9 Tahun, alasan mendasar karena perhitungan cadangan migas tersebut berdasarkan data cadangan tahun 2020 dan diasumsikan tidak ada penemuan cadangan migas baru. Menurut Menteri ESDM, Arifin Tasrif, cadangan minyak bumi nasional sebesar 4,17 miliar barel dengan cadangan terbukti (proven) sebanyak 2,44 miliar barel. Sementara data cadangan yang belum terbukti sebesar 2,44 miliar barel. Sedangkan untuk cadangan gas bumi mencapai 62,4 triliun kaki kubik (cubic feet) dengan cadangan terbukti 43,6 triliun kaki kubik (cubic feet).
ADVERTISEMENT
Meskipun seringkali kelangkaan BBM kerap terjadi, fenomena tersebut menjadi bahan refleksi kita sebagai masyarakat Indonesia agar dapat menggunakan kendaraan BBM seperlunya saja, serta dapat memanfaatkan dengan baik kebijakan dari pemerintah tersebut. Pasalnya bahwa dengan menipisnya minyak dan gas, tentu menjadi tantangan besar bagi masyarakat Indonesia, yang terbiasa dalam menjalankan aktivitas berkendara menggunakan BBM, meskipun hingga saat ini ada inovasi dan terobosan baru dengan adanya Energi Baru Terbarukan (EBT).
Dalam konteks subsidi yang diberikan oleh masyarakat Indonesia, maka selayaknya pemerintah harus jeli dan tepat sasaran. Pasalnya mengapa? hampir rata-rata masyarakat kelas menengah ke atas menggunakan BBM bersubsidi. Dalam konteks inilah, maka pemerintah melalui Pertamina seharusnya mendeteksi dengan cara membagikan kartu subsidi bagi masyarakat dengan elemen pelajar, mahasiswa, pekerja dengan pendapatan menengah ke bawah, atau pelaku UMKM. Dan menurut amat penulis, masyarakat dengan perekonomian pendapatan menengah ke atas (misalnya negarawan yang bertugas di lembaga Legislatif, Eksekutif, Yudikatif, atau pengusaha besar) tidak menggunakan BBM bersubsidi, dalam rangka agar memberikan kesejahteraan rakyat Indonesia secara menyeluruh, merata, dan Negara tidak mengalami kerugian dan kelangkaan Migas.
ADVERTISEMENT