Konten dari Pengguna

Menakar Gagasan Polugri Megawati Soekarnoputri: Isu Timur Tengah Kontemporer

Aji Cahyono
Direktur Eksekutif Indonesian Coexistence, Master Bidang Kajian Timur Tengah UIN Sunan Kalijaga
12 Agustus 2025 10:18 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Menakar Gagasan Polugri Megawati Soekarnoputri: Isu Timur Tengah Kontemporer
Menakar Gagasan Polugri Megawati Soekarnoputri dalam Isu Timur Tengah Kontemporer menjadi penting. Yang mana kawasan Timur Tengah dilanda krisis multidimensional.
Aji Cahyono
Tulisan dari Aji Cahyono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Sukarnoputri, melakukan gestur selama kampanye di Jakarta pada 4 April 2009. AFP PHOTO/Bay ISMOYO
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Sukarnoputri, melakukan gestur selama kampanye di Jakarta pada 4 April 2009. AFP PHOTO/Bay ISMOYO
ADVERTISEMENT
Kawasan Timur Tengah dilanda krisis multidimensional—mulai agresi Israel terhadap Gaza, konflik tak berkesudahan di Suriah dan Yaman, ketegangan diplomatik antara Iran dengan negara-negara Teluk, hingga krisis kemanusiaan di Palestina—seolah dunia mencerminkan kelelahan dalam menggali solusi damai yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Seyogyanya panggung internasional harus diisi dengan suara-suara moral yang tegas dan berpengaruh. Diperlukan aktor non-negara (seperti tokoh global) yang memiliki kredibilitas moral dan jejaring diplomatik menjadi relevan dan dibutuhkan.
Menilik dalam konteks Indonesia, tokoh yang mempunyai posisi strategis dalam menyuarakan sikap politiknya ditengah instabilitas kawasan Timur Tengah yakni Megawati Soekarnoputri. Sebagai Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan anak ideologis Bung Karno.
Penulis menilai beliau tidak hanya memiliki bobot politik dalam negeri, melainkan mempunyai pengaruh penting dalam diplomasi internasional—membangun jembatan dialog dan inisiatif perdamaian kawasan Timur Tengah.
Sebagai putri Bung Karno, Megawati membawa warisan diplomasi bebas-aktif yang bersendikan pada keadilan, anti-kolonialisme dan solidaritas Global South—nilai yang dibutuhkan dalam menyikapi kompleksitas konflik Timur Tengah hari ini.
ADVERTISEMENT

Warisan Ideologi Bung Karno: Navigasi Gagasan Polugri Megawati Soekarnoputri

Sebelum memahami gagasan politik luar negeri Megawati dalam isu Timur Tengah, penulis berkaca ke warisan politik luar negeri Bung Karno. Di berbagai kesempatan, Bung Karno menegaskan bahwa politik luar negeri Indonesia tidak diterjemahkan dalam ruang lingkup kecil—hanya sebatas hubungan antar negara, melainkan perpanjangan dari perjuangan anti-kolonial dan pembelaan terhadap rakyat tertindas.
Misalnya, sikap Indonesia secara tegas dan konsisten dalam mendukung kemerdekaan Palestina, menolak penjajahan Israel dan memperjuangkan perdamaian di dunia Islam merupakan manifestasi dari diplomasi keadilan. Bung Karno menolak keras hadirnya Israel di Asian Games 1962—sebagai dukungan terhadap Palestina.
Sebagai pewaris biologis dan ideologis Bung karno. Megawati secara moral memiliki tanggung jawab dalam menjaga warisan ini tetap hidup, khususnya di saat dunia semakin anarkis—misalnya penjajahan dan kekerasan yang terjadi di Timur Tengah.
ADVERTISEMENT
Pengalaman Megawati menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia (2001-2004) dengan melakukan kunjungan ke Mesir, Yordania, dan negara-negara Teluk memperkuat posisinya dalam menjalin solidaritas politik dan ekonomi dengan Timur Tengah. Ia berperan sebagai penyeimbang hubungan luar negeri Indonesia dengan negara Barat pasca tragedi 11 September—sembari memelihara relasi erat dengan dunia Islam dan negara-negara non-Blok. Dalam forum Internasional, Megawati sering menyuarakan pentingnya dialog antar-peradaban dan pendekatan diplomasi lunak (soft diplomacy).
Bahkan ia merupakan perempuan Muslim pertama yang dapat memimpin negara demokratis besar dan dipandang sebagai simbol moderasi Islam di mata dunia. Oleh karenanya, Megawati bukan sekadar tokoh partai, melainkan fugur simbolik dan politik mewakili arah moral bangsa—dalam konteks hubungan Indonesia dengan dunia Islam.
ADVERTISEMENT
Dalam kapastisasnya sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Ketua Dewan Pengara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Ketua Umum PDI-P, penulis menilai Megawati sebagai figur perempuan dengan kekuatan strategis dalam membentuk opini dan arah kebijakan nasional—meskipun tidak menjabat sebagai eksekutif. Publik merindukan suara dan peran Megawati dalam isu Palestina dan krisis Timur Tengah.
Dunia internasional diguncang tragedi kemanusiaan di Gaza dan maraknya normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan Israel—tentu suara ideologis dari Indonesia dinanti. Publik berharap peranan Megawati sebagai simbol kontinuitas dari politik luar negeri yang berpihak pada keadilan global.
Legitimasi moral Megawati bukan hanya dari jabatan moral, melainkan warisan pemikiran Bung Karno—dikenal sebagai tokoh Dunia Ketiga yang lantang dalam menyuarakan perlawanan terhadap imperialisme, sekaligus sebagai aktor penggagas dalam solidaritas Asia-Afrika dan Gerakan Non-Blok.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, keterlibatan Megawati mempunyai legacy kuat dalam upaya resolusi konflik Timur Tengah dengan dasar historis yang kuat—yakni kelanjutan diplomasi etis yang berpihak pada keadilan dan kemanusiaan.

Perempuan dalam Kepemimpinan Moral: Diplomasi Kemanusiaan

Situasi global yang penuh ketidakpastian karena berbagai kepentingan ekonomi dan geopolitik—suara moral menjadi langka. Hal ini memberi ruang bagi tokoh seperti Megawati untuk mengambil peran sebagai moral force and moral voice dari Global South. Dalam tradisi politik, suara moral kadang lebih berdampak daripada kebijakan moral.
Secara kuantitatif menunjukkan laki-laki lebih dominan daripada perempuan dalam pelibatan upaya perdamaian. Sosok Megawati punya peranan penting—dalam banyak studi perdamaian, keterlibatan perempuan dalam resolusi konflik mampu memperluas pendekatan negosiasi dari sekadar politik kekuasaan menjadi isu-isu hak sipil, sosial dan kemanusiaan. Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1325, secara eksplisit mengakui pentingnya perempuan dalam proses perdamaian.
ADVERTISEMENT
Megawati mempunyai modal simbolik dan politik yang sangat besar dalam membangun kembali solidaritas Asia-Afrika, memperkuat posisi Indonesia di Organisasi Kerjasama Islam (OKI), dan mendorong diplomasi kemanusiaan yang progresif dalam isu-isu Palestina, Suriah dan Yaman. Peranan lain seperti pernyataan terbuka, inisiatif dialog antar-perempuan pemimpin dunia atau forum solidaritas internasional menjadi medium penting sebagai aktor perempuan.
Selain itu, sebagai tokoh perempuan yang memimpin negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, ia membawa kredibilitas unik nyang mampu menjembatani sekat-sekat ideologis dan sektarian di Timur Tengah. Ia menjadi contoh keberhasilan kepemimpinan perempuan dalam dunia Islam tanpa harus meninggalkan identias kebangsaan maupun keyakinan ideologis.
Dengan latar belakang tersebut, Megawati berpotensi dapat menginisiasi diplomasi lintas gender di Timur Tengah, mendorong dialog perempuan lintas negara dalam penyelesaian konflik—serta memperkuat diplomasi rakyat (people-to-people diplomacy) yang melampaui pendekatan negara formal.
ADVERTISEMENT
Suara Megawati mampu memberi arah dan penegasan sikap terhadap kejahatan kemanusiaan di Timur Tengah—ia tidak hanya membawa warisan Bung Karno, melainkan memperteguh posisi Indonesia sebagai bangsa yang konsisten berpihak kepada rakyat yang tertindas.

Mengaktifkan Peradaban: Diplomasi Marhaenis dan Keadilan Global

Dalam konteks Timur Tengah—konflik Palestina-Israel, krisis Suriah maupun perang Yaman bukan hanya persoalan domestik, melainkan cerminan ketimpangan struktur internasional yang anarkis dikendalikan oleh kepentingan geopolitik negara besar. Timur Tengah sebagai kawasan yang sarat simbol dan peradaban.
Upaya perdamaian dikawasan ini tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan politik formal, melainkan membutuhkan diplomasi kultural dan spiritual. Sehingga Indonesia mempunyai modal besar dalam hal ini yakni: tradisi Islam yang moderat, pluralisme budaya, dan pengalaman demokrasi pascareformasi.
ADVERTISEMENT
Diplomasi yang dapat ditawarkan dalam bentuk dialog setara antarnegara, penolakan terhadap penjajahan dalam bentuk apapun, solidaritas lintas bangsa berbasis pada kepentingan rakyat, bukan elit. Hal ini menjadi tawaran penting ditengah kebuntuan diplomasi formal kerap gagap dan kecenderungan elit-sentris dan berorientasi pada ekonomi dalam kepentingan nasionalnya.
Sehingga kunci kontribusi penting Megawati yakni menggunakan perspektif pancasila atau marhaenisme dalam pembacaan konflik global dan prahara Timur Tengah. Dalam kerangka ini, konflik tidak serta merta dimaknai sebagai pertarungan ideologi maupun agama—melainkan pertarungan antar kekuatan yang menindas dan tertindas.
Megawati dapat menawarkan Pancasila sebagai “jembatan damai dunia” melalui perjuangan forum-forum internasional—baik lingkup Asia-Afrika, Gerakan Non-Blok maupun OKI—atau platform baru yang melibatkan masyarakat sipil dan komunitas lintas iman. Diplomasi peradaban menjadi pendekatan yang menggabungkan nilai kemanusiaan, spiritual dan kerja sama antar budaya.
ADVERTISEMENT
Menggandeng pesantren, lembaga keislaman, perguruan tinggi hingga organisasi perempuan—menjadi alternatif membangun perdamaian jangka pandang yang lebih partisipatif dan berakar pada masyarakat.
Melalui platform seperti Dialog Islam-Marhaenisme untuk Keadilan Global, Indonesia bisa menghidupkan kembali semangat Koferensi Asia-Afrika 1955 sebagai basis solidaritas global yang non-blok, non-diskriminatif, dan non-intervensi.

Pendekatan Kritis-Konstruktif

Gagasan keterlibatan Megawati dalam upaya resolusi konflik Timur Tengah bukan tanpa tantangan. Pertama, tantangan dari dalam negeri: skeptisisme terhadap keterlibatan figur politik dalam isu luar negeri yang sering dianggap “di luar otoritas formal.” Kedua, tantangan eksternal yakni ketegangan geopolitik secara tajam di Timur Tengah—membuat ruang inisiatif masyarakat sipil dan tokoh non-negara menjadi sempit.
Selain itu, Dunia Islam menghadapi tantangan besar: antara modernisasi dan otoritarianisme, antara solidaritas dan fragmentasi. Indonesia dapat tampil sebagai penyeimbang—jika elit politiknya dapat mengartikulasikan posisi secara jernih.
ADVERTISEMENT
Megawati mampu mengkombinasi antara diplomasi kebudayaan, pendekatan feminisme global atau diplomasi Global South. Yang terpenting adalah keberanian untuk menyatakan bahwa Indonesia menolak penjajahan, menolak kekerasan atas nama negara, dan berpihak kepada rakyat yang kehilangan tanah, air, dan masa depan.
Peran Megawati menjadi penting sebagai figur nasionalis yang mempunyai rekam jejak kenegaraan. Ia tak hanya bicara atas nama partai, melainkan sebagai negarawan yang membawa pesan rakyat dan nilai konstitusional. Keterlibatannya tidak harus bersifat resmi, melainkan dalam bentuk partisipasi forum, dukungan inisiatif NGO atau kerja sana diplomasi kultural lintas negara.

Antara Diam dan Peran Sejarah

Di tengah kebuntuan diplomasi global dan memudarnya suara negara-negara Dunia Ketiga dalam isu Timur Tengah. Indonesia dapat memainkan peran penting untuk membaca peluang besar dalam mengambil sikap politik moral di panggung internasional. Megawati Soekarnoputri, dengan segala keterbatasan (tidak menjabat sebagai Presiden) dan kelebihannya (sebagai anak ideologis dan biologis Bung Karno mempertahankan prinsipnya), memiliki kredensial yang layak dalam memainkan peran tersebut.
ADVERTISEMENT
Ia tidak haus menjadi negosiator formal, melainkan menjaga api idealisme Indonesia dalam percaturan global: bahwa dunia yang damai dapat tercipta jika keadilan dapat ditegakkan dengan suara rakyat dikedepankan. Wajah Timur Tengah yang penuh luka dan kelelahan, kehadiran sosok Megawati dapat menjadi nafas baru dalam ikhtiar panjang menuju resolusi berkelanjutan.