Konten dari Pengguna

Petugas Partai, Petugas Rakyat, atau Petugas Perorangan?

Aji Cahyono
Mahasiswa Master Kajian Timur Tengah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Awardee Research Megawati Fellowship Program
5 Juli 2023 22:58 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aji Cahyono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Foto: Pengundian dan penetapan nomor urut partai politik peserta Pemilu tahun 2024 di KPU, Jakarta pada Rabu (14/12/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Foto: Pengundian dan penetapan nomor urut partai politik peserta Pemilu tahun 2024 di KPU, Jakarta pada Rabu (14/12/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setiap hari di Kos-Kosan Kecil dan Warkop di Jogja (tak ada aktivitas lain, selain membaca, merenung dan menulis singkat), hanya sekadar untuk berkontemplasi dan membawa bacaan seputar politik maupun isu tentang Pengkajian Islam, Pendidikan dan seputar informasi Timur Tengah, sebagai hobi untuk memperkaya pengetahuan dan perspektif. Terutama dalam kurun waktu ini, notifikasi handphone saya selalu bermunculan setiap hari, terdapat aktivitas politik membanjiri ruang media sebagai sarana penyampaian informasi. Salah satunya yakni diksi ‘petugas partai’ muncul dalam headline berita.
ADVERTISEMENT
Diksi tentang ‘Petugas Partai’ ramai diperbincangkan di ruang publik, baik melalui diksusi warung kopi maupun informasi digital, seperti halnya media online maupun sosial media. Dalam realitas yang ada, keterbelahan persepsi terhadap ‘Petugas Partai’, pro dan kontra silih berganti, mewarnai dalam perdebatan. Namun, yang disayangkan adalah ketika ketidaksepakatan diksi ‘petugas partai’ diproduksi dengan wacana atau sinisme yang tidak edukatif dan sentimen provokatif, sehingga tidak sesuai dengan cita-cita politik kebangsaan Indonesia.
Diketahui sebelumnya, berdasarkan informasi yang ada di sosial media, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Megawati Soekarnoputri (akrab sapaan Bu Mega) mengumumkan pencalonan kader PDI-P, yakni Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah 2 Periode, 2013-2018 & 2018-2023) sebagai Calon Presiden (Capres) Republik Indonesia (RI) periode 2024 – 2029, yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, dan sejumlah tokoh politik PDI-P yakni Puan Maharani, Prananda Prabowo, Hasto Kristiyanto, Pramono Anung dan Olly Dondokambey, di Istana Batu Tulis, Bogor, (21/4/2023).
ADVERTISEMENT
Dalam narasi pengumuman oleh Megawati, tepat pada hari Kartini, secara kesejarahan ditetapkan oleh Bung Karno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia, mengutip bagian dari pidatonya yakni:
Kendati demikian, pemanasan mesin politik (baik Partai Politik maupun Instrumen lainnya) mulai dinyalakan. Hal tersebut ditandai dengan adanya informasi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara berdasarkan “Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024”, mengumumkan bahwa Pemilu dan Pilkada akan dilaksanakan secara serentak pada tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Sederet tokoh maupun masyarakat, baik peserta maupun partisipan (Relawan Politik non kader partai) pemilu mulai bergerak untuk memenangkan calon yang akan diusungnya untuk menempati ruang pengabdian politik.

Partai Politik = Organisasi Politik

Bagi penulis, partai politik tak jauh beda dengan organisasi sosial pada umumnya. Partai Politik mempunyai tugas untuk menciptakan kader yang ahli dan piawai menjadi pemimpin politik, mampu menterjemahkan apa yang menjadi kebutuhan rakyat. Menurut Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Miriam Budiardjo, politik dalam sebuah Negara (state) berkaitan dengan kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan publik (public policy) maupun alokasi atau distribusi (allocation or distribution). (Budiardjo, 2008).
Hal tersebut menunjukan bahwa politik yang disebutkan oleh Budiardjo, menurut penulis harus ditentukan arah politik bangsa Indonesia. Karena politik tidak harus pandai dalam beretorika belaka, melainkan dalam bentuk tindakan-tindakan praksis, yang dapat menjembatani apa yang menjadi keluhan rakyat Indonesia, melalui pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan. Politik dapat menterjemahkan hal tersebut, terutama yakni partai politik. Mempunyai tugas besar dalam proses kaderisasi politik. Setiap partai politik, tentunya mempunyai ideologi politik. Akan tetapi, sejauh mana proses pelaksanaan ideologi politik oleh kader politik melalui kaderisasi politik?
ADVERTISEMENT
Begitupun dalam mengusulkan calon pemimpin bangsa Indonesia, misalnya pencalonan presiden dan wakil presiden, harus melalui partai politik. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-3, dalam pasal 6A ayat (2); Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
Meskipun demikian, bahwa proses pemilihan umum, dalam memilih Capres dan Cawapres, yang menjadi daulat dalam menentukan arah demokrasi Indonesia adalah rakyat. Hal ini diatur didalam UUD 1945 Amandemen ketiga pasal 6A ayat (1) yakni: “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”

Petugas Partai ≠ Petugas Rakyat & Petugas Perorangan

Petugas partai belum mempunyai definisi atau interpretasi makna yang definitif. Tentu dengan harapan bagi penulis, ada diskursus atau perdebatan akademik dan ilmiah tentang ‘petugas partai’. Sejauh penelusuran penulis, tidak ada satupun ketua umum partai politik yang berani berstatement instruksi kepada kadernya ‘petugas partai’ pada ruang publik, hal tersebut penulis duga dikhawatirkan akan kehilangan basis atau konstituennya. Bahasa yang selalu dipakai untuk menarik simpatisan adalah ‘amanah rakyat’ atau ‘petugas rakyat’.
ADVERTISEMENT
Bahasa-bahasa normatif, menurut saya hanya mencari aman saja. Alih-alih, bahwa diksi ‘petugas rakyat’ tentunya beberapa partai politik, masih dipertanyakan ideologinya dan konsepsi kebangsaan. Rakyat yang mana? Oligarki atau Wong Cilik (dalam bahasa jawa: orang kecil) tentu bahasa-bahasa bias dan bersayap ‘petugas rakyat’, tidak tegas dalam proses kaderisasi politik pada internal partai politik.
Diksi ‘petugas partai’ yang tersiar diberbagai media massa, hanya Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri. Dalam penelusuran alam pikiran dan rasa penulis dalam menterjemahkan pikiran, rasa dan tindakan politik Megawati Soekarnoputri, tak jauh berbeda dengan pokok pikiran Bung Karno, sebagai ayahnya. Ia berani dan tegas menginstruksikan kepada kadernya untuk menjadi pemimpin politik melalui proses kaderisasi politik. Dengan harapan besar, kembali ke roh perjuangan terhadap Wong Cilik.
ADVERTISEMENT
Petugas partai jauh berbeda dengan petugas rakyat, atau bahkan petugas perorangan. Petugas partai yakni bagaimana proses dialektis-ilmiah pengurus partai politik, melalui hasil keputusan permusyawaratan permufakatan dalam sebuah partai politik, menghasilkan sebuah rekomendasi-rekomendasi, terutama dalam proses seleksi nama-nama yang akan ditugaskan dalam pengabdiannya terhadap masyarakat, terutama dalam proses politik. Oleh karena itu, studi kasus Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri soal ‘petugas partai’ tidak ada yang dipermasalahkan. Karena itu tugas ideologi yang menjadi prinsipil dari partai politik tersebut.
Justru, yang bias adalah ‘petugas rakyat’ atau ‘petugas perorangan’, diksi yang bersayap-sayap dan mengecoh perhatian masyarakat pada umumnya. Bagi kalangan akademis, tentu diksi ini harus ditelaah lebih jauh melalui proses-proses penelitian, sejauh mana orientasi partai politik atau orang politik, dalam keberpihakannya terhadap rakyat dan membangun relasi kuasa dengan politik. Apakah berpihak kepada oligarki atau wong cilik?
ADVERTISEMENT