ISLAM KUANTITAS ATAU ISLAM KUALITAS? Oleh : Aji Muttaqin

Konten dari Pengguna
3 September 2017 22:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aji Muttaqin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ISLAM KUALITAS ATAU ISLAM KUANTITAS
Oleh : Aji Muttaqin
Rasulullah bersabda “Akan datang suatu masa, dalam waktu dekat, ketika bangsa-bangsa (musuh-musuh Islam) bersatu-padu mengalahkan (memperebutkan) kalian. Mereka seperti gerombolan orang rakus yang berkerumun untuk berebut hidangan makanan yang ada di sekitar mereka”. Salah seorang shahabat bertanya: “Apakah karena kami (kaum Muslimin) ketika itu sedikit?” Rasulullah menjawab: “Tidak! Bahkan kalian waktu itu sangat banyak jumlahnya. Tetapi kalian bagaikan buih di atas lautan (yang terombang-ambing). (Ketika itu) Allah telah mencabut rasa takut kepadamu dari hati musuh-musuh kalian, dan Allah telah menancapkan di dalam hati kalian ‘wahn’”. Seorang shahabat Rasulullah bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan ‘wahn’ itu?” Dijawab oleh Rasulullah saw.: “Cinta kepada dunia dan takut (benci) kepada mati”. (dalam at-Tarikh al-Kabir, Imam Bukhari; Tartib Musnad Imam Ahmad XXIV/31-32; “Sunan Abu Daud”, hadis No. 4279)
ADVERTISEMENT
Sebagai kemukjiazatan perkataan Rasulullah SAW, seolah hadits Nabi mampu meramal kejadian-kejadian yang akan datang. Salah satunya adalah hadits diatas. Rasulullah seolah memberikan khabar kepada umat islam pada masa itu tentang peristiwa yang akan dialami oleh umat islam pada generasi selanjutnya.
Islam yang pertama kali turun dengan menembus kerasnya “dinding” kota mekkah pada waktu itu, dan berhasil merubah kebiasaan dan tatanan-tatanan kehidupan yang tidak islami menjadi perilaku hidup dengan landasan iman dan ketauhidan. Dan selama 23 tahun Rasululullah berjuang mensyiarkan agama islam, Islam berjaya dibawah kepemimpinan beliau dengan menguasai dua kota besar di jazirah Arab, Mekkah dan Madinah. Generasi islam pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat adalah generasi emas umat islam, tidak hanya karena mereka orang-orang yang pertama kali memeluk islam, melainkan mereka adalah generasi yang disebutkan oleh Rasulllah sebagai “Khairul quruun, qornii” karena kualitas keislaman mereka.
ADVERTISEMENT
Setelah Rasulullah wafat kepemimpinan dan penyebaran agama islam dilanjutkan oleh Khulafa’urrasyidin. Pada masa ini islam juga mengalami kejayaan yang begitu pesat, bahkan islam mampu melakukan ekspansi keluar jazirah arab, seperti Byzantium dan Persia.
Sejarah berlanjut, ketika kepemimpinan khulafa’urrasyidin selesai kepemimpinan dan penyebaran islam dipegang oleh dua dinasti besar, Umayyah dan Abbasiyah. Islam mengalami kejayaan dan kegemilangan yang besar pada masa ini, sehingga hal ini dibuktikan oleh kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dengan lahirnya para ilmuwan diberbagai disiplin ilmu.
Setelah masa dua dinasti ini berakhir, kepemimpinan islam dilanjutkan oleh kepemimpinan tiga khilafah, Turki Utsmani, Mughol, dan Syafawi. Pada masa ini agama islam sudah menyebar keseluruh penjuru dunia, menembus batas wilayah, suku, ras, etnis, bangsa, bahkan bahasa. Islam dipeluk oleh hampir seluruh penduduk dunia disetiap negara, sejak saat inilah secara periodisasi sejarah, islam telah memasuki periode modern.
ADVERTISEMENT
Dari hadits di atas, Rasulullah mengabarkan kepada kita, bahwa Pertama, kaum kafir bersatu untuk menjajah Islam, negeri-negerinya serta penduduknya. Kedua, Negeri-negeri muslimin adalah negeri-negeri sumber kebaikan dan barakah yang mengundang air liur kaum kafir untuk menjajahnya. Ketiga, kaum kafir mengambil potensi alam negeri muslimin tanpa rintangan dan halangan sedikit pun. Keempat, kaum kafir tidak lagi gentar terhadap kaum Muslimin karena rasa takut mereka kepada kaum Muslimin sudah dicabut Allah dari dalam hati mereka.
Pada zaman Nabi dan kejayaan Islam kita bisa saksikan bagaimana 3.000 pasukan Muslim di bawah pimpinan Khalid bin Walid sanggup menahan 200 ribu tentara Romawi di perang Mu’tah. Kemudian 30 ribu pasukan yang dipimpin Rasulullah di kota Tabuk menggentarkan kerajaan Romawi sehingga mereka tidak berani berperang melawan Nabi. Bahkan tentara Thariq bin Ziad yang jumlahnya hanya 7.000 pasukan berhasil mengalahkan 100 ribu tentara kerajaan Spanyol dan menguasai Spanyol selama 7 abad. Persia, Romawi, dan seluruh peradaban besar dunia kala itu tunduk di bawah kaum Muslimin. Bahkan, kaum Muslimin pernah menguasai dua pertiga belahan dunia di bawah pimpinan Umar bin Khaththab.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, kini kaum Muslimin berada di bawah. Kaum Muslimin berjumlah banyak. Namun, banyaknya jumlah tak diikuti dengan kualitas yang mumpuni. Alhasil, kaum Muslimin diperebutkan bak makanan di meja saji; dikepung, diperebutkan, kemudian dilahap sampai tak tersisa.
Karena apa yang kita saksikan justru sebaliknya. Tentara-tentara kafir membantai ummat Islam di mana-mana. AS membantai sekitar sejuta Muslim di Iraq dan Afghanistan. Israel membantai jutaan Muslim di Palestina selama puluhan tahun. India membantai Muslim di Kashmir. Cina membantai Muslim Uighur di Xin Jiang. Rusia membantai Muslim di Chechnya. Burma membantai Muslim Rohingya. Thailand membantai Muslim di Pattani, dan masih banyak lagi.
Tak sedikit diantara kita yang merasa bangga dengan Kuantitas (jumlah) yang lebih banyak dibanding Kualitas (mutu). Lihatlah umat Islam di negeri ini; ia menjadi mayoritas terbesar di dunia? Namun, dengan kuantitas umat Islam di negeri ini yang begitu besar, apakah sebanding lurus dengan kualitasnya? Ini pertanyaan mendasar yang perlu dijawab. Bisa jadi, meski di Indonesia umat Islam menjadi umat terbesar di dunia, tapi kualitas keimanannya masih jauh dari yang diharapkan. Tak heran, ada istilah Islam tapi tidak Islami. Ada juga istilah sebaliknya, Islami tapi tidak atau bukan Islam. Ada pula istilah lain yang tak kalah menggelitik; Islam KTP. Lihatlah negeri ini, meski fakta menunjukkan Muslim kuantitasnya lebih besar, tapi sayang kuantitas itu tak mencerminkan kualitas yang sebanding.
ADVERTISEMENT
Jika kuantitas dan kualitas menjadi dua hal yang sama, tentu ini yang sangat diharapkan setiap orang. Tapi, perpaduan sama antara kuantitas dan kualitas itu tanpa fakta, itu hanya idealis saja. Tak jarang justeru jumlah yang minimal mampu melahirkan dan membentuk kualitas yang bagus. Sebaliknya tak sedikit meski kuantitas melimpah tapi kekuatan tak punya apalagi mengejar sebuah kualitas.
Dalam al-Qur’an ada kisah yang sangat menarik bisa dijadikan tamsil dalam masalah kuantitas dan kualitas ini. Ketika Thalut dan bala tentaranya menyaksikan kekuatan pasukan Jalut, seketika nyali mereka menjadi ciut dan melempem. Yang ada dibenak pasukan Thalut seolah mereka tak akan pernah mampu mengalahkan Jalut dan pasukannya.
Namun, orang-orang yang yakin akan berjumpa dengan Rabbnya benar-benar yakin dan optimis akan ke-Maha Besaran-Nya. Pasukan Thalut  berkata, “Betapa banyak kelompok kecil (fi-ah qalīlah) mengalahkan kelompok besar (fi-ah katsīrah) dengan izin Allāh.” Dengan kualitas iman yang kuat itulah pasukan Thalut mampu mengalahkan pasukan Jalut yang secara kuantitas jauh melampaui pasukan Thalut.
ADVERTISEMENT
Contoh lain misalnya, dalam perang Badar, jumlah kaum Muslimin sangat sedikit jika dibanding dengan pasukan musuh kala itu. Kaum Muslimin hanya berjumlah 313 orang sementara lawannya berjumlah 1.000 orang. Manusiawi ketika akhirnya ada di antara kaum Muslimin itu yang pesimis dan merasa akan kalah karena melihat fakta di lapangan.
Tapi Allah tidak membiarkan hamba-Nya dikalahkan. Akhirnya, meski kuantitas kaum Muslimin saat itu jauh lebih sedikit, tapi atas pertolongan Allah semata akhirnya mampu menumbangkan pasukan musuh yang kuantitasnya jauh lebih besar.
Ada juga kisah perang Hunain yang di dalamnya memuat cerita pasukan muslim yang hampir mengalami kekalahan atas kaum kafir, karena merasa kuat dan sombong dengan jumlah yang pasukan yang banyak. Setelah mengakui kesalahannya, Allah memberi kemenangan bagi pasukan muslim. Cerita ini terdapat pada surah At-Taubah: 25-26.
ADVERTISEMENT
“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para Mu’tmin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.”
kuantitas yang besar tak selamanya menjamin kualitas yang baik. Contohnya saja negeri ini, kuantitas Muslimnya terbesar di dunia, tapi kualitasnya jauh panggang dari api. Kaum Muslimin di negeri ini ibarat gundukan pasir di tepi pantai. Gundukan pasir itu memang cukup besar dan kuat kelihatannya. Tapi, ketika badai datang menerpa, seketika gundukan pasir itu pun lenyap tanpa bekas.
ADVERTISEMENT
Jadi, jangan pernah merasa bangga dengan kuantitas yang lebih banyak sementara kualitasnya tak ada. Mengapa pernah ada dan terjadi di suatu daerah sekelompok Muslim yang rela menukar keyakinan (akidah)nya hanya dengan sekardus mie instan? Itulah bukti kualitas harus lebih dulu diutamakan dari pada kuantitas.
Tidak dipungkiri, bahwa penyakit wahn yang disebutkan Rasulullah 14 abad yang lalu kini menjangkiti umat islam diakhir zaman ini, cinta dunia yaitu kecintaan pada dunia dan kesenangan di dalamnya, seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, kedudukan, kesenangan syahwat dan lain sebagainya. Mereka begitu bersemangat mendapatkan kesenangan tersebut dan takut kehilangannya, sehingga mereka meninggalkan jihad fi sabilillah. Mereka menjadi kikir (bakhil) hingga enggan untuk menginfakkan hartanya kecuali untuk mendapatkan kesenangan semu tersebut.
ADVERTISEMENT
Tidak bisa dipungkiri, penyakit wahn ini telah banyak menjamuri kaum muslimin terutama di zaman akhir ini, kecuali bagi yang Allah kehendaki dan jumlahnya amat sedikit. Kaum muslimin hari ini sangat lemah dan tidak mengetahui agamanya sendiri hingga rasa takut telah hilang dari musuh-musuh Islam karena mereka telah mengetahui kelemahan kaum muslimin saat ini. Jadilah kita menjadi umat terbelakang dan menjadi bulan-bulanan yang tiada henti ditindas. Menggerogoti kaum muslimin di seluruh penjuru dunia walaupun kenyataannya jumlah kaum muslimin sangat banyak hanya saja bagaikan sampah-sampah yang di bawa air hujan yang tidak bernilai apa-apa. Kuantitas oke, kualitas ciyut.
# berbagai sumber