Perjalanan Penggunaan Peta dalam Hadapi Pandemi COVID-19

Aji Putra Perdana
Seorang Geograf(er) yang mengamati lingkungan sekitar dari sudut pandang geografi. Pemerhati Peta dan Toponim. Saat ini bekerja di Badan Informasi Geospasial.
Konten dari Pengguna
11 Juni 2021 20:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aji Putra Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tatkala pandemi COVID-19 memasuki wilayah Indonesia, pertanyaan muncul perlukah peta sebaran COVID-19 di Indonesia?
Ilustrasi Peta Sebaran Pandemi COVID-19 (Kredit Foto: Photo by Martin Sanchez on Unsplash)
Pertanyaan tersebut kini telah terjawab dengan berbagai banyaknya peta yang muncul dalam bentuk web hingga yang tersaji dalam sosial media pada akun milik Pemerintah Daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kini semua dapat katakan Peta!
ADVERTISEMENT
Warna merah, oranye, kuning, dan hijau acapkali mendominasi peta yang berisi informasi kondisi sebaran COVID-19. Kemudahan pembuatan peta berkaitan erat dengan perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi di bidang informasi geospasial. Siapa saja dapat dengan mudah membuat tampilan peta, dari sekedar gambar hingga yang berbasis web.
Pertanyaan selanjutnya, apakah Pemerintah Pusat menggunakan analisis spasial dalam penentuan kebijakan implementasi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hingga sekarang munculnya istilah yaitu PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Mikro?
Jika sekilas memperhatikan langkah yang diambil sejumlah Pemerintah Daerah dan sejumlah Peta Sebaran COVID-19 yang dimutakhirkan informasinya pada tiap akun sosial media resmi Pemerintah Daerah, maka peta digunakan dalam penyajian informasi dan pengambilan kebijakan oleh pemerintah.
Di tingkat pusat, kita dapat melihat upaya BNPB sebagai lembaga pemerintah yang menangangi kebencanaan, termasuk pandemi COVID-19 ini dengan tersedianya peta sebaran kasus per provinsi dan peta zonasi risiko. Saking penasarannya, saya pun akses situs resmi https://covid19.go.id/ untuk melihat 2 jenis peta tersebut.
ADVERTISEMENT
Rasa penasaran pun muncul, apakah peta sebaran kasus yang disajikan di tingkat pusat ini selaras dengan peta yang ada di tiap pemerintah daerah. Mengingat waktu itu, permasalahan terkait perbedaan data jumlah kasus antara pusat dan daerah juga sempat mencuat pada akhir tahun 2020.
Kedua, mengenai Peta Zonasi Risiko yang memberikan informasi berdasarkan hasil analisis terhadap indikator-indikator kesehatan masyarakat, dari indikator epidemiologi hingga indikator layanan kesehatan.
Seyogyanya, informasi spasial atau peta berbasis web pada tingkat pusat dapat detail hingga batas RT jika memang penerapan PPKM berbasis Mikro ini hendak terpantau. Lagi-lagi, terdapat keterbatasan data spasial batas wilayah administrasi hingga level desa.
Saking penasarannya, saya pun memburu informasi data spasial atau peta desa menggunakan kata kunci "peta desa Indonesia". Peta atau data spasial tersebut dapat ditemukan pada geoportal data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Data spasial ini dapat digunakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk memantau kondisi Desa-Desa pada cakupan kewenangannya.
ADVERTISEMENT
Namun, jika menghendaki batas hingga RT/RW, maka belum semua desa di Indonesia memiliki data spasial atau peta digital batas wilayah RT/RW. Oleh karena itu, pemantauan penerapan PPKM berbasis Mikro masih berada pada data tabular (bentuk tabel). Infografis dalam sajian Peta maupun analisis berbasis Peta tampaknya memang belum dapat dilakukan secara mendalam atau detail pada tataran batasan wilayah Mikro sesuai yang diharapkan.
Adakah yang mempunyai batas RT/RW? Sepengetahuan saya yang terbatas ini, apabila tersedia data spasial batas administrasi hingga tingkat RT/RW rata-rata merupakan hasil kegiatan pemetaan partisipatif dan/atau urun daya antara pemerintah setempat dengan komunitas atau lembaga non-pemerintah. Misalnya, kegiatan pemetaan ini dilaksanakan oleh Humanitarian OpenStreetMap Team (HOT) Indonesia dengan dukungan dari pemerintah setempat (baik dari unsur pemerintah daerah maupun instansi seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah) dimana biasanya mendapat pendanaan dari pihak luar. Kegiatan tersebut menghasilkan data-data yang bersifat terbuka dan dapat diakses oleh publik. Kegiatan pemetaan tersebut dilakukan selama hampir 2 tahun dari 2016 hingga 2018 di 3 kota besar (Surabaya, DKI Jakarta dan Semarang).
Menampilkan data RT dengan latar belakang peta OSM di QGIS (Hasil olahan tampilan sendiri dengan sumber data diperoleh dari: https://openstreetmap.id/data-dki-jakarta/
Apabila pemerintah daerah yang telah mempunyai data spasial detail hingga tingkat tetangga tersebut mampu mengoptimalkan analisis geografisnya tentu sangatlah membantu mereka dalam menentukan langkah dan strategi hadapi penyebaran COVID-19. Analisis sederhana untuk penentuan risiko melalui warna-warni dapat dilakukan, selain tentunya analisis mendalam melalui penggunaan indikator epidemiologi hingga indikator layanan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Pasca lebaran Idul Fitri, indikasi meningkatnya kasus COVID-19 di sejumlah wilayah mulai tampak. Peta sebaran kasus COVID-19 pun sudah seakan-akan mulai hilang dari tampilan media sosial pemerintah, meskipun angka-angka terkait pandemi COVID-19 tetap muncul. Besar harapan, analisis penanganan pandemi COVID-19 berbasis data spasial yang diperkuat dengan indikator epideomologi dan layanan kesehatan tetap dilakukan oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Bagi kita sebagai pengguna peta tersebut, jangan lengah dan marilah gotong-royong tetap pantau lingkungan sekitar kita. Berangkat dari saling menjaga antara tetangga sekitar dalam lingkup Rukun Tetangga/Rukun Warga.