Sudut Pandang Toponimi: Menjaga (Nama) Laut Natuna Utara dan Pulau-Pulau (2)

Aji Putra Perdana
Seorang Geograf(er) yang mengamati lingkungan sekitar dari sudut pandang geografi. Pemerhati Peta dan Toponim. Saat ini bekerja di Badan Informasi Geospasial.
Konten dari Pengguna
30 September 2021 11:07 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aji Putra Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Izinkan saya meneruskan tulisan sebelumnya tentang penamaan Laut Natuna Utara dan dilanjut tentang pembakuan nama pulau. Salah satu yang menggugah keyakinan saya untuk percaya bahwa langkah peletakan nama Laut Natuna Utara pada Peta NKRI dan pembakuan nama pulau adalah bagian dari upaya geostrategis bangsa.
ADVERTISEMENT
Hal ini saya sadari dari tulisan atau tanggapan dari Pak I Made Andi Arsana, seorang Dosen Geodesi UGM sekaligus Pakar Batas Maritim. Beliau menyampaikan bahwa penamaan Laut Natuna Utara yang dibubuhkan pada Peta NKRI Edisi Tahun 2017 merupakan langkah diplomasi kartografis.
Sebuah frasa atau istilah yang menarik bagi saya dan cukup tepat mengingat toponimi atau penamaan unsur geografis ini memang erat kaitannya dengan politik dan tentunya dapat menjadi bagian dari alat diplomasi.
Sekarang, kita kembali ke beberapa waktu lalu di mana akhirnya saya dihubungkan oleh seorang rekan kantor yang kenal dekat dengan Pak I Made Andi Arsana.
Saya pertama kali bertemu dengan beliau pada tahun 2009 saat seminar di Bali dan saat itu kami berada pada forum yang sama. Singkat cerita, akhirnya saya terhubung dan berkomunikasi langsung via WA dengan Pak Andi.
ADVERTISEMENT
Tentunya, sebagai fans yang bertemu dengan idolanya, maka kesempatan berkomunikasi langsung dengan beliau adalah kebanggaan tersendiri. Akhirnya, kami sepakat untuk mengadakan Live Instagram di akun beliau untuk mengulas penamaan laut dan pulau bagi kedaulatan NKRI.
Poster Acara Live IG @madeandi dan @ajipepe (Dokumentasi: Aji Putra Perdana dan I Made Andi Arsana)
Topik yang cukup berat namun menarik untuk diulas bertepatan dengan acara puncak peringatan Hari Maritim Nasional (HMN) Ke-57 yaitu tanggal 23 September.
Kamis pagi pada tanggal 23 September 2021, saya mengikuti acara zoom Peringati HMN ke-57 yang dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia dan sejumlah menterinya.
Poin penting yang disampaikan Presiden Joko Widodo adalah identitas bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim seyogyanya bukan hanya melalui jargon semata tapi memerlukan kerja nyata.
Dari pesan beliau itulah, saya menyadari ada satu titik penting di mana penamaan Laut Natuna Utara pada sebuah Peta NKRI seyogyanya perlu disikapi dengan kesiapan bangsa ini dalam menjaga keamanan dan kedaulatan, serta hak berdaulat atas wilayah lautnya.
Teks "Laut Natuna Utara" dalam perbesaran tampilan dari Peta NKRI Edisi Tahun 2017. Kredit Gambar Peta: Badan Informasi Geospasial (sumber: http://portal.ina-sdi.or.id/home/sites/default/files/pta%20nkri.png)
Kesadaran ruang yang telah diwujudkan dengan nama Laut Natuna Utara pada Peta perlu ditindaklanjuti dengan kesadaran geografis nyata dalam menjaga wilayah Laut Natuna Utara sebagai gerbang bangsa.
ADVERTISEMENT
Peringatan dan pesan di atas yang makin membuat saya untuk dapat mempersiapkan diri dalam menjawab pertanyaan yang saat itu akan dilontarkan oleh Pak Andi dalam Live IG-nya.
Saya pun mencoba mengulas dari asal usul penamaan Laut Cina Selatan yang diberikan kurang lebih pada masa pelayaran bangsa Eropa pada abad ke-18 di mana pemberian nama arah di belakangnya berupa Selatan untuk membedakan dengan wilayah satunya.
Kemudian, secara lebih detail lagi saya juga menyampaikan bahwa berdasarkan kajian dari Prof. Ormeling, salah satu pakar toponimi Internasional. Beliau menyampaikan ada beberapa jenis penamaan laut di dunia ini, salah satunya penggunaan nama negara sebagai nama spesifik Laut.
Namun, yang menjadi catatan dalam tulisan Prof. Ormeling bahwa penamaan Laut Cina Selatan ini memiliki kekhasan tersendiri yang tidak dapat masuk ke dalam kategori tersebut.
ADVERTISEMENT
Saya lebih lanjut menyampaikan kepada Pak Andi bahwa aspek perjalanan sejarah penamaan Laut Cina Selatan dengan cakupannya yang luas membentang merupakan faktor yang menarik untuk dikaji lebih dalam.
Namun, secara umum penamaan laut dengan menggunakan nama negara tidak serta merta menegaskan bahwa laut tersebut adalah miliki suatu negara. Hal ini karena, pengaturan kedaulatan hingga batasan kawasan pengelolaan laut diatur tersendiri dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Nah, terkait UNCLOS ini tentunya Pak Andi sangat memahaminya, sehingga beliau menarik kesimpulan bahwa sebenarnya jika wilayah yang sekarang diberi nama oleh Indonesia dengan Laut Natuna Utara tetap menggunakan nama Laut Cina Selatan tidaklah masalah.
Yang paling utama adalah batas wilayah kemaritiman yang menentukannya, bukan dari penamaannya. Saya juga menegaskan kembali bahwa penamaan Laut Natuna Utara adalah langkah keberanian bangsa ini, mengutip istilah Pak Andi yaitu langkah diplomasi kartografi atau saya menyebutnya sebagai diplomasi toponimi pada peta.
ADVERTISEMENT
Obrolan pun berlangsung dari jam 19.30 hingga 21.00 meskipun dengan terpaksa 3 kali live IG mengingat kendala jaringan internet. Pertanyaan tajam dari Pak Andi pun terus meluncur, termasuk mengulas terkait jumlah angka pulau dan pembakuan nama pulau di Indonesia.
Saya menyampaikan proses penyelenggaraan pembakuan sekaligus mempertegas bahwa jumlah pulau di Indonesia akan secara tegas diperoleh begitu seluruh pulau diidentifikasi dengan baik sesuai ketentuan UNCLOS dan peraturan perundangan terkait di Indonesia.
Kemudian diberi nama sesuai dengan prinsip penamaan hingga dibakukan namanya untuk dimuat dalam Gazeter Republik Indonesia. Kemudian, tidak ada proses submisi nama pulau ke PBB.
Hal yang terjadi adalah Delegasi Republik Indonesia menyampaikan kemajuan penyelenggaraan pembakuan namanya pada laporan negara dan tentunya menyajikan Gazeter Republik Indonesia untuk dinotifikasi ke Kelompok Pakar PBB untuk Nama Geografis.
ADVERTISEMENT
Menutup obrolan kami berdua, kami sadar bahwa lambat laun nama Laut Natuna Utara ini telah dikenal secara Internasional. Nah, sekarang adalah tahapan bagi bangsa ini untuk dapat menjaganya serta membangkitkan kesadaran ruang dan geografis.
Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan yang berharap menjadi poros maritim dunia perlu terus mengedukasi dan mengelola sumber daya alamnya dengan baik. Tayangan diskusi tentang penamaan laut dan pulau bagi kedaulatan NKRI masih dapat dilihat di IGTV Pak Andi (@madeandi).
Semoga tulisan ini dapat menjadi pengingat bagi kita semua bahwa nama Laut Natuna Utara pada Peta NKRI Edisi Tahun 2017 tak sekadar label nama pada peta, tapi nama itu telah diakui keberadaan oleh dunia dan inilah saatnya sinergi.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Pusat melalui TNI AL, Bakamla, KKP, hingga Pemerintah Daerah dapat berupaya memberdayakan masyarakat setempat agar merasa aman dan nyaman berlayar di wilayah Laut Natuna Utara.
Saya tutup dengan pesan Presiden Joko Widodo bahwa: "Kita harus jadi raja di laut kita,” demikian tegas Presiden Joko Widodo dalam acara Hari Maritim Nasional (HMN) Ke-57. Merdeka!