Konten dari Pengguna

Officium Nobile: Profesi Terhormat Advokat Sebagai Dasar Memperjuangkan Keadilan

AJI SETIAWAN
Mahasiswa S-1 Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan dan Anggota Divisi Pidana Formil CCLS FH UAD
24 Desember 2020 16:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari AJI SETIAWAN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber: klikhukum.id
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: klikhukum.id
Oleh:
Aji Setiawan
(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan dan Anggota Divisi Pidana Formil CCLS FH UAD)
ADVERTISEMENT
Etika profesi bagi seorang profesiaonal yang bergerak di bidang tertentu dituangkan dalam suatu bentuk yang disebut "kode etik". Kode etik merupakan suatu sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis tentang apa yang benar dan baik serta apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Hal ini menegaskan bahwa kode etik adalah sebagai suatu dasar acuan tentang perbuatan apa yang dianggap benar dan salah serta perbuatan apa yang harus dilakukan dan harus dihindari.
Dalam bidang hukum khususnya profesi Advokat memiliki suatu aturan profesional yang dituangkan dalam Kode Etik Advokat Indonesia yang disahkan pada tanggal 23 Mei 2002. Pasal 1 Kode Etik Advokat Indonesia menyatakan bahwa Advokat adalah orang yang berpraktek memeberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi syarat persyaratan perundang-undangan yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara Prektek ataupun Konsultan Hukum.
ADVERTISEMENT
Sebagai seseorang yang bergerak di bidang hukum Advokat dituntut agar dapat menegakkan hukum berdasarkan nilai-nilai keadilan dan kebenaran. Keadilan harus terwujud dalam semua lini kehidupan dan semua produk manusia harus mengandung nilai-nilai keadilan. Adapun keadilan menurut hukum adalah (legal justice) keadilan yang telah dirumuskan oleh hukum dalam bentuk hak dan kewajiban dimana pelanggaran terhadap pelanggaran ini akan ditegaskan lewat proses hukum (Fuady, 2007: 118). Aristoteles menganggap bahwa keadilan dapat tercipta ketika kita mematuhi hukum, karena pada dasarnya hukum tercipta demi kebahagia masyarakat. Konsep keadilan yang digagas oleh Aristoteles terbagi menjadi dua, yaitu keadilan distributif (iustitia distributive) dan keadilan remedial atau korektif. Keadilan distributif mengacu pada pembagian barang dan jasa sesuai kedudukannya, sedangkan keadilan korektif lebih menekankan pada penggantian kerugian atau pemulihan pada keadaan semula sebagai sebuah sarana untuk menyeimbangkan ketidakseimbangan karena keadilan. Masyarakat sebagai konsumen hukum harus dapat menikmati cita rasa keadilan sehingga masyarakat dapat merasakan kebahagian. Bagaimana masyarakat mendapatkan rasa keadilan? Sedangkan dewasa ini banyak aparat hukum yang tidak dapat menempatkan keadilan sebagai roh hukum itu sendiri?
ADVERTISEMENT
Pentingnya Rasa Keadilan Bagi Masyarakat
Dalam menciptakan keseimbangan antara penegakkan hukum dengan cita rasa keadilan maka komponen aparat hukum baik sebagai produsen hukum maupun para penegak hukum garus mampu menjadi produsen keadilan (justice producer) dengan cara menempatkan dan memperjuangkan nilai-nilai keadilan ke dalam suatu produk hukum. Artinya keadilan harus dimasukkan dalam perundang-undangan sebagai roh daripada hukum itu sendiri, tidak hanya itu para penegak hukum harus memperjuangkan rasa keadilan bagi masyarakat dengan cara mengasah kemampuan dan harus menumbuhkan integritas moral yang tinggi. Salah satu pilar penegak hukum yang dituntut untuk memperjuangan keadilan bagi masayarakat adalah profesi Advokat.
Pasal 3 huruf (g) Kode Etik Advokat Indonesia menyatakan bahwa Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile). Dapat kita lihat pada aturan profesional tersebut bahwa ini menjadi dasar moral atau pedoman seorang Advokat untuk mengabdi kepada masyarakat, bagi orang-orang miskin dan buta hukum. Pertanyaan yang sering muncul dalam benak masyarakat bahwa ke mana perginya keadilan, apakah keadilan hanya milik orang-orang yang mempunyai uang banyak? Hal ini pun selalu dijawab oleh pemerintah atau aparat hukum dengan argumentasi-argumentasi prosedural hukum. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya aparatur hukum tidak menyadari hal tersebut adalah ekspresi dari ketidaktahuan hukum (ignorantia juris).
ADVERTISEMENT
Penulis berpendapat bahwa sebagai seorang profesional di bidang hukum seorang Advokat tidak dapat memperjuangkan keadilan apabila dalam mengemban tugas sebagai seorang Advokat hanya mengharapkan imbalan materi semata, keadilan tidak dapat diraih dengan seberapa besar materi yang diberikan, tetapi bagaimana kemampuan dan hati nurani dalam memberikan jasa hukum terbaik dengan ingat bahwa perjuangan mencari keadilan adalah sebuah perjuangan yang mulia dan terhormat. Apabila Advokat bisa menerapkan prinsip tersebut dalam mengemban tugas, maka tidak mungkin ada anggapan dalam masyarakat bahwa profesi Advokat adalah profesi yang materialisme hanya mementingkan uang semata dan menghalalkan segala cara serta rela membela yang salah demi hanya untuk mendapatkan uang yang banyak.
Jadi Kesimpulanya, bahwa officium nobile adalah profesi mulia dan terhormat yang dijalankan oleh seorang Advokat, dengan mengaharuskan bersikap sopan terhadap semua pihak. Sehingga profesi terhormat ini sudah semestinya menjadi acuan dan pedoman bagi seseorang yang menjalankan tugas sebagai Advokat untuk memperjuangkan nilai-nilai keadilan bagi masyarakat. Dengan berpedoman pada Kode Etik Advokat Indonesia, seorang Advokat diharapkan mampu menjalankan tugas yang terhormat serta perjuangan yang mulia demi terciptanya penegakkan hukum yang menempatkan keadilan sebagai roh daripada hukum itu sendiri.
ADVERTISEMENT