Konten dari Pengguna

Model Pembangunan Desa: Sinergi Modal Sosial, Kapitalisme, dan Liberalisme

Karmaji
Pemerhati Kebijakan Sektor Publik. Development and Environmental Policy Analyst. Email: [email protected]
4 Februari 2025 14:31 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Karmaji tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Kesibukan Membangun Desa Mandiri Berkesinambungan. Ilustrasi: AI Generated/Dok. Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kesibukan Membangun Desa Mandiri Berkesinambungan. Ilustrasi: AI Generated/Dok. Pribadi.
ADVERTISEMENT
Sebuah Paradoks dalam Pembangunan Desa. Itulah kalimat pembuka penalaran kritis kali ini. Pembangunan desa sering kali menjadi medan perdebatan sengit diantara berbagai ideologi ekonomi dan sosial. Di satu sisi, modal sosial (social capital) dengan nilai kolektivitas dan gotong royong warga dianggap sebagai fondasi yang tak tergantikan dalam kehidupan masyarakat desa. Di sisi lain, kapitalisme (capitalism) dan liberalisme (liberalism) sering dipandang sebagai ancaman serius terhadap tradisi luhur masyarakat desa, membawa kesan individualisme dan eksploitasi pasar bebas secara berlebihan dalam pembangunan desa. Namun, bagaimana jika kali ini menggunakan penalaran kritis kita untuk berhenti melihat ketiganya sebagai musuh dan memulai memadukannya menjadi sebuah keselarasan ideologi pembangunan?
ADVERTISEMENT
Penalaran kritis kita tentang pemaduan ideologi ekonomi dan sosial tentu saja berpijak dari realitas bahwa Indonesia merupakan sebuah negara dengan puluhan ribu desa. Indonesia sesungguhnya menyimpan peluang sangat besar untuk mengembangkan model pembangunan desa yang sinergis, memadukan modal sosial, kapitalisme, dan liberalisme. Inilah saatnya menciptakan paradigma baru: Model Pembangunan Desa Berbasis Sinergi Inklusif, di mana kekuatan kolektivitas, efisiensi ekonomi, dan kebebasan individu bersatu untuk menciptakan desa yang mandiri, berdaya saing, dan berkeadilan secara berkesinambungan. Model Pembangunan Desa sebagai jalan baru untuk Membangun Desa Mandiri, Berdaya Saing Dan Berkeadilan Secara Berkesinambungan.
Bagi masyarakat desa di Indonesia, modal sosial merupakan napas kehidupan. Tradisi luhur seperti gotong royong, musyawarah desa, dan norma lokal menjadi pengikat yang menciptakan solidaritas dan kepercayaan antarwarga di desa tersebut. Modal sosial ini bukan semata-mata sebagai alat untuk memperkuat kohesi sosial, tetapi justru menjadi modal yang sangat penting dalam pembangunan desa.
ADVERTISEMENT
Contoh konkretnya adalah bagaimana gotong royong warga desa sering kali menjadi andalan utama dalam membangun infrastruktur dasar seperti: jalan, jembatan, saluran irigasi, tempat ibadah, dan berbagai fasilitas publik lainnya di desa. Pengelolaan koperasi desa merupakan contoh kongkret lainnya terkait penerapan modal sosial di kehidupan nyata masyarakat desa. Termasuk juga jaringan solidaritas lokal terbukti mampu menopang kebutuhan dan menjadi jaring pengamanan masyarakat desa secara kolektif dalam situasi sulit seperti saat terjadi krisis ekonomi dan pandemi. Namun, potensi besar di desa semacam ini sering kali terhambat oleh problematika klasik yaitu keterbatasan sumber daya ekonomi. Di sinilah kapitalisme dan liberalisme hadir untuk memberikan solusi dalam pembangunan desa.

Kapitalisme: Mesin Pertumbuhan Ekonomi Desa

Kapitalisme dalam konteks pembangunan desa tidak harus berwajah perusahaan ataupun korporasi raksasa yang mengambil alih lahan, memonopoli rantai pasok perdagangan, atau meminggirkan masyarakat. Sebaliknya, kapitalisme yang dimaksudkan justru berupa unit usaha yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat desa agar dapat menjadi penggerak ekonomi lokal di desa.
ADVERTISEMENT
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan contoh nyata penerapan kapitalisme yang berbasis komunitas di desa. BUMDes diharapkan mampu mengelola potensi lokal seperti pariwisata, pertanian, perikanan, dan industri kerajinan menjadi sumber pendapatan masyarakat desa yang signifikan. Desa Ponggok di Jawa Tengah serta desa-desa lainnya di seluruh Indonesia menjadi bukti nyata penerapan kapitalisme dalam pembangunan desa. Dengan memanfaatkan sumber daya lokal di desa dan pengelolaan yang profesional, desa-desa tersebut berhasil mencatatkan pendapatan miliaran rupiah setiap tahunnya, sekaligus membuka lapangan kerja bagi sebagian besar warga desa.
Kapitalisme semacam ini menjadi sangat relevan jika dijalankan di desa-desa dengan pendekatan yang inklusif. Keuntungan badan usaha yang dikelola secara profesional tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, melainkan dapat diputar kembali dan dikembangkan untuk kepentingan masyarakat secara luas di desa. Pengembangan kemitraan dengan sektor swasta dan investasi teknologi untuk mendukung efisiensi produksi dan perluasan pemasaran hasil produksi dapat diselenggarakan oleh koperasi dan UMKM di desa. Realitas implementasi kapitalisme semacam ini dapat diterapkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan keseimbangan sosial dan kesinambungan pembangunan di desa.
ADVERTISEMENT

Liberalisme: Mendorong Kebebasan dan Inovasi Desa

Liberalisme, yang memberikan ruang bagi setiap individu untuk berkembang dan berinovasi, merupakan salah satu kunci penting dalam percepatan pembangunan desa. Kebebasan untuk mengembangkan ide usaha, mengakses teknologi, dan menentukan arah pembangunan desa tanpa intervensi birokrasi yang berlebihan akan menciptakan kehidupan desa yang dinamis, kreatif dan berkemajuan.
Program pemberdayaan wirausaha untuk masyarakat seperti pelatihan produksi berwawasan lingkungan dan digital marketing untuk petani atau pengrajin di desa merupakan salah satu contoh konkret liberalisme pengembangan UMKM dalam pembangunan desa. Dengan memanfaatkan teknologi digital yang difasilitasi oleh pemerintah, masyarakat desa diharapkan menjadi mampu menjual produk mereka ke pasar lokal, nasional bahkan global. Desa-desa dengan sentra produksi unggulan, telah berhasil memanfaatkan teknologi digital untuk mengembangkan dan memasarkan produk lokal mereka, mulai dari kopi hingga kain batik dan seterusnya.
ADVERTISEMENT
Namun, penguatan liberalisme di desa seperti ini perlu tetap diarahkan dalam koridor yang tidak bertentangan dengan kebijakan nasional pembangunan desa serta budaya dan kearifan lokal masyarakat desa. Liberalisme di desa agar selalu diupayakan dengan tidak mengikis nilai-nilai sosial dan budaya luhur masyarakat yang ada dan lestari di desa tersebut.

Mengharmonikan Tiga Pilar dalam Konteks Indonesia

Sinergi modal sosial, kapitalisme, dan liberalisme dalam pembangunan desa memerlukan kerangka kerja yang inklusif dan berbasis potensi desa. Berikut merupakan langkah-langkah konkret untuk mewujudkan harmoni tiga ideologi ekonomi dan sosial dimaksud:
1. Pemetaan Aset dan Potensi Desa: Identifikasi aset dan keunggulan lokal di desa, termasuk sumber daya alam, sosial, budaya, tenaga kerja, dan sebagainya sebagai dasar perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi pembangunan desa.
ADVERTISEMENT
2. Penguatan Kelembagaan Lokal: Peran BUMDes, kelompok tani, kelompok usaha, koperasi, organisasi pemuda dan sebagainya perlu ditingkatkan dengan pelatihan keterampilan produksi, kewirausahaan, digitalisasi, manajemen, dan kepemimpinan untuk mendukung kesiapan dalam menghadapi globaliasi dan disrupsi teknologi.
3. Jejaring Kemitraan dengan Sektor Swasta: Penguatan jejaring kemitraan dalam investasi melalui penyelenggaran kerja sama dengan investor lokal maupun nasional untuk memperkuat kapasitas produksi dan perluasan pemasaran produk desa.
4. Akses Informasi dan Inovasi Berbasis Teknologi: Perluasan akses masyarakat desa terhadap internet dan teknologi digital untuk mengembangkan dan memasarkan potensi lokal yang tersedia di desa.
5. Resolusi Konflik dan Akuntabilitas Partisipatif: Perluasan kesempatan partisipasi masyarakat (civic engagement) dalam pemantauan dan evaluasi pembangunan desa untuk penguatan hubungan dan kepercayaaan publik serta legitimasi pembangunan desa.
ADVERTISEMENT

Mengapa Model Pembangunan Desa Ini Relevan untuk Indonesia?

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan dan potensi sosial-budaya di desa yang luar biasa. Namun, desa-desa di Indonesia juga sedang menghadapi dinamika dan realitas ekonomi, migrasi, urbanisasi, bahkan globalisasi. Model pembangunan desa berbasis sinergi inklusif ini tidak hanya menjawab kebutuhan lokal, tetapi juga menempatkan desa sebagai pemain penting dalam perekonomian nasional di Indonesia.
Kebijakan Dana Desa yang terus meningkat setiap tahun merupakan peluang untuk menerapkan model pembangunan desa ini secara masif dan bercakupan luas. Kuncinya adalah mengintegrasikan nilai-nilai kolektif, prinsip efisiensi ekonomi, dan kebebasan individu dalam kerangka pembangunan desa yang berpihak pada kepentingan dan hajat hidup masyarakat desa.

Catatan Penutup: Jalan Baru Menuju Desa Mandiri, Berdaya Saing, dan Berkeadilan secara Berkesinambungan

Pembangunan desa bukan hanya soal membangun infrastruktur fisik, tetapi juga membangun manusia, masyarakat, dan masa depan secara berkesinambungan. Model Pembangunan Desa yang menekankan sinergi implementasi ideologi sosial dan ekonomi berupa modal sosial, kapitalisme, dan liberalisme merupakan jalan baru yang menjanjikan keberhasilan untuk menciptakan desa yang mandiri, berdaya saing, dan berkeadilan secara berkesinambungan.
ADVERTISEMENT
Kini saatnya kita melangkah bersama menuju paradigma pembangunan desa berbasis sinergi inklusif, di mana tradisi luhur, kekuatan pasar, dan kebebasan individu berpadu secara selaras untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik, dimulai dari desa. Membangun desa berarti membangun Indonesia.
----- AK20250204-----