Konten dari Pengguna

Mewujudkan Ekosistem Riset Berstandar Global

ajisofanudin
Senior Researcher pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
10 November 2024 9:51 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ajisofanudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Aji Sofanudin
Senior Researcher pada Pusat Riset Agama dan Kepercayaan, BRIN
ADVERTISEMENT
Dunia riset dan inovasi di Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Berbagai praktik kecurangan akademik terjadi di sekitar kita. Ada gejala obral gelar profesor dan doktor honoris causa (Napitupulu, Kompas, 19/10/2021), perjokian karya ilmiah (Al-Fajri, Kompas, 10/2/2023), efek kobra publikasi ilmiah (Syahputra, Kompas 17/4/2024), plagiarisme (Farisi, Kompas, 18/04/2024), dan tindakan curang lainnya marak terjadi di kampus. Hal ini menunjukkan martabat perguruan tinggi telah runtuh (Rustad, Kompas, 17/7/2024).
Alih-alih membangun budaya ilmiah di masyarakat, kampus justru mempertontonkan hal sebaliknya. Data Direktorat Sumber Daya, Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Kemendikbudristek menyebutkan pemerintah menolak 4.862 nama (64 %) usulan guru besar dari 7.598 calon. Alasan utama penolakan usulan guru besar terkait publikasi global, di antaranya: (1) karya ilmiah yang dilampirkan terbit di jurnal yang tidak berkualitas, (2) relevansi keilmuan tidak cocok, dan (3) ada indikasi pelanggaran etika akademik (Kompas, 10/2/2023).
ADVERTISEMENT
Fenomena kebelet menjadi profesor (Mulyana, kompas 16/7/2024) sampai dengan profesor ”discontinued” (Zaluchu, Kompas 115/7/2024) merupakan kasus pelanggaran etik yang kasat mata. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan jumlah artikel terbanyak yang terjebak dalam praktik ”predatory journals” (Rozikin, 2024, Kompas 23/4/2024).
Belum lagi, fakta terkait perjokian terjadi dari tingkat pendidikan menengah sampai perguruan tinggi. Penelusuran tim investigasi kompas menyebutkan, modus perjokian terjadi di kampus secara sistematis dan terstruktur: (1) melibatkan mahasiswa dan dosen muda, (2) mereka tergabung dalam tim khusus, (3) mereka bersepakat mengerjakan penelitian yang akan dipublikasikan untuk jurnal internasional bereputasi (terindeks scopus), (4) peneliti utama dalam riset ini adalah dosen senior, (5) angka kredit dosen senior bertambah signifikan, (6) dapat dipakai untuk memenuhi syarat kenaikan pangkat atau pencalonan guru besar, (7) keuntungan kampus, dapat menambah jumlah profesor (Al-Jufri, dkk Kompas, 10/2/2023).
ADVERTISEMENT
Di luar kampus bahkan ada para pihak yang menawarkan jasa perjokian karya tulis dengan cara terbuka. Biaya atas perjokian juga jelas: joki tugas SMA (Rp 200 ribu), joki skripsi (Rp 1,95 juga sd Rp 2,8 juta), joki tesis dan disertasi (Rp 7,5 juta s.d Rp 10 juta), pembuatan naskah ilmiah untuk penerbitan jurnal (Rp 10 juta, diluar biaya penerbitan) (Lukman, Kompas 28/2/2023). Berbagai fenomena tersebut mengkonfirmasi bahwa ekosistem riset dan inovasi di Indonesia sangat buruk.
Sumber: Dokumentasi Pusat Riset Agama dan Kepercayaan, BRIN
Membenahi Ekosistem Riset
Rendahnya budaya ilmiah di Indonesia sudah disadari oleh para pemimpin bangsa. Hal ini terlihat dari lahirnya undang-undang Nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dalam regulasi tersebut ada kesadaran untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peran ilmu pengetahuan menjadi sentral (UU 11/2019, Pasal 5) terutama menjadi (1) landasan perencanaan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan, (2) meningkatkan kualitas hidup dan mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat, (3) meningkatkan ketahanan, kemandirian, dan daya saing bangsa, (4) memajukan peradaban bangsa, (5) melindungi seluruh wilayah NKRI serta melestarikan dan menjaga keseimbangan alam.
ADVERTISEMENT
Undang-undang Nomor 11 tahun 2019 tentang Sisnas IPTEK menjadi landasan terbentuknya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRN). Secara teknis, terbitlah Perpres Nomor 33 tahun 2021 tentang BRIN, yang kemudian direvisi menjadi Perpres Nomor 78 tahun 2021 tentang BRIN. Dalam perpres dijelaskan bahwa BRIN adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dalam menyelenggarakan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi (Perpres 78/2021, Pasal 1). BRIN merupakan merupakan integrasi dari 4 LPNK (LIPI, BPPT, LAPAN, BATAN) dan Unit Litbang di Kementerian/Lembaga.
BRIN bertanggung jawab untuk membenahi ekosistem riset dan inovasi nasional, bukan sekedar mengurus dan memfasilitasi periset internal seperti LPNK sebelumnya. Meskipun secara faktual, aktor untuk membenahi ekosistem riset dan inovasi bukan monopoli BRIN. Nomenklatur, kementerian pendidikan RI ada ristek diktinya yakni Kemendibudristek Dikti. Demikian juga Kementerian Agama RI, memiliki perguruan tinggi keagamaan yang tentu saja masih melakukan fungsi riset sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Sumber: Dokumentasi Pusat Riset Agama dan Kepercayaan, BRIN
Tata Kelola Riset dan Inovasi
ADVERTISEMENT
Munculnya Nota Dinas Kepala OR Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat nomor: B-16069/III.12/KP.02.00/7/2024 tentang Identifikasi Peminatan Mutasi Periset, hemat saya, menunjukkan proses integrasi peneliti ke BRIN belum selesai. Ada kekecewaan sebagian periset tentang janji-janji di BRIN. Di antaranya, janji agar peneliti fokus pada riset dan tidak usah ribet masalah administrasi. Administrasi di BRIN jauh lebih ribet. Munculnya, SBM keuangan di BRIN justru menjadi bid’ah sayyiah dalam tata kelola riset dan inovasi.
Belum lagi problem elementer tentang kantor kerja. Di beberapa wilayah yang banyak perisetnya justru kapasitas gedungnya tidak memadai untuk tidak menyebut tidak ada. Jumlah SDM BRIN yang melimpah ditambah tersebar di berbagai wilayah di Indonesia menyulitkan tata kelola kepegawaian di BRIN.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari berbagai kekurangan tata kelola BRIN selama ini, ada banyak capaian yang telah dihasilkan oleh BRIN terkait dengan penciptaan ekosistem riset dan inovasi. Ekosistem riset dan inovasi berstandar global penting sebagai pijakan mewujudkan Indonesia Maju, Menuju Indonesia Emas 2045.
Sebagai bagian dari keluarga BRIN, saya merasakan ada ekosistem riset dan inovasi yang tengah berjalan di BRIN sebagai ekosistem yang berkemajuan. BRIN telah menerapkan tata kelola riset yang bercirikan: paperless, berbasis IT, riset berbasis kompetisi, berbasis output dan layanan, sistem kerja WFA, dan perapkan merit system.
Pertama, paper less. Mekanisme kerja di BRIN hampir seratus persen paperless. Semua aktivitas kelembagaan BRIN, surat menyurat, tanda tangan, dan berbagai kegiatan minim sekali menggunakan kertas. Bahkan, printer atau mesin foto copy seperti barang langka di BRIN, sebenarnya ada tetapi tersentral. Meskipun demikian, semua periset memiliki akses untuk bisa ngeprint atau foto copy.
ADVERTISEMENT
Kedua, berbasis Information Technology. Layanan di BRIN semua berbasis teknologi informasi. Presensi kehadiran, pengurusan kenaikan jabatan/pangkat, informasi pendanaan riset, call for research collaboration, informasi reputasi jurnal, dan berbagai layanan di BRIN semuanya berbasis teknologi informasi.
Barangkali hanya di BRIN, dimana kenaikan pangkat/jabatan pegawai bersifat otomatis. Pegawai di BRIN tidak perlu mengurus kenaikan pangkat/jabatan, sepanjang syarat-syarat terpenuhi, otomatis pihak kepagawaian (BOSDM) akan memproses dan memberikan SK yang bisa dilihat di sistem.
Ketiga, berbasis out put dan layanan. Aktivitas di BRIN secara umum berbasis output dan layanan. Para periset dituntut untuk bisa menghasilkan output, terutama berupa karya tulis ilmiah yang terbit di jurnal bereputasi global. Para periset fokus untuk knowledge production, dan tidak mengurusi hal yang lain. Sementara, bagian administrasi (kedeputian) fokus di layanan. Key Performance Indikator (KPI) periset adalah output berupa KTI, paten, dan kekayaan intelektual, sementara KPI administrasi berbasis proses sesuai dengan layanan yang menjadi tanggung jawabnya.
ADVERTISEMENT
Dengan pembagian sistem kerja seperti itu, hingga 25 Desember 2023 BRIN telah menghasilkan publikasi dari jurnal bereputasi setidaknya 4.633 publikasi yang dihasilkan dari 27 bidang riset yang mencapai 2.273 sitasi. Selain itu, hasil riset dan inovasi dari BRIN juga telah menghasilkan kekayaan intelektual yang meliputi paten, desain industri, merek, perlindungan varietas tanaman, dan hak cipta. Sepanjang 2023, kekayaan intelektual yang telah dihasilkan mencapai 416 paten, 50 desain industri, dan 93 hak cipta. BRIN juga telah menjalin kolaborasi riset dan bekerja sama dengan 81 institusi global yang tersebar di 18 negara (Pandu, Kompas 28/12/2023). Capain BRIN sebagai Balita (bawah lima tahun) sangat membanggakan.
Keempat, sistem kerja Work from Anywhere. Di antara ”kemewahan” periset di BRIN secara default dapat bekerja dari mana saja. Periset di BRIN diberikan kebebasan dapat bekerja dari mana saja. Meskipun demikian, guna memastikan bahwa yang bersangkutan ”bekerja” masing-masing unit kerja diberikan otonomi untuk mengatur mekanisme kerja. Secara umum, ada yang mewajibkan seminggu dua kali berkantor, ada juga yang mewajibkan setiap hari berkantor, misalnya karena harus bekerja dari laboratorium.
ADVERTISEMENT
Masing-masing organisisasi riset/kedeputian memiliki homebase (lokasi pusat kerja) berbeda-beda. Meskipun misalnya homebase periset di Jakarta, sebagai periset dapat bekerja dari daerah mana saja sepanjang ada kesepakatan antara ybs dengan atasan langsungnya, terutama terkait capaian outputnya. Kebijakan ini, kabarnya akan ditata ulang.
Keenam, berbasis kompetitif. Sistem riset di BRIN semua berbasis kompetisi dan tidak ada ”bagi-bagi” proyek riset. Kebijakan inilah barangkali yang banyak mendapatkan kritik baik dari internal maupun dari eksternal BRIN. Sebagai lembaga riset, tetapi alokasi anggaran untuk riset sangat minimalis. Justru, untuk yang bersifat infrastruktur, BRIN justru ”jor-joran”.
Sebenarnya bukan anggaran riset minimalis, namun semua aktivitas riset di BRIN berbasis ajuan proposal. Saat ini BRIN telah mengembangkan skema pendanaan riset sepanjang tahun. Artinya, para periset dapat mengajukan proposal riset kapan saja, sebagaimana melakukan submit untuk publikasi jurnal. Ketentuan ini terbuka untuk dosen, akademisi dan praktisi dengan bidang keilmuan apa saja.
ADVERTISEMENT
Kelima, penerapan merit system. BRIN menerapkan merit system yang ketat untuk sivitasnya. Dengan jabatan/pangkat yang setara, secara umum tunjangan kinerja (tukin) periset di BRIN lebih tinggi dibandingkan dengan tunjangan dosen di kampus. Namun demikian, ketika kinerjanya di bawah ekspektasi, tunjangan tersebut otomatis akan dipotong sesuai dengan sasaran kinerja pegawai (SKP) masing-masing pegawai. Hal ini menimbulkan ”keresahan” di internal dan menimbulkan ”kegaduhan” di eksternal BRIN. Ada pemahaman bahwa, gaji dan tukin adalah melekat sebagai take home pay pegawai/ASN. Di BRIN, take home pay pegawai bisa naik dan turun sesuai kinerjanya.
Penerapan merit system di BRIN sangat terlihat dalam rekruitmen pegawai maupun pengisian jabatan pimpinan di BRIN. Semuanya dilakukan secara terbuka. Tidak ada isu, rumor, atau gosip apalagi fakta bahwa BRIN melakukan pungutan atau ”setoran” ke atasan ketika melakukan rekruitmen pegawai (PNS atau PPPK) dan pengisian jabatan pimpinan di BRIN. Semuanya melalui melalui proses seleksi, semuanya dilakukan secara transparan, dan berbasis kompetensi. Wallahu’alam.
ADVERTISEMENT
Terakhir, semua paham bahwa tidak akan ada publikasi ilmiah yang baik tanpa ada riset yang baik. Tidak ada riset yang baik tanpa ekosistem riset yang berjalan dengan baik. Salah satu unsur pembentuk ekosistem riset yang baik adalah kecukupan anggaran dan fasilitas riset, juga keberpihakan pimpinan negara terhadap pentingnya riset yang baik. Hal tersebut masih menjadi kendala di negeri tercinta kita.
Jakarta, 10 November 2024
Aji Sofanudin
Senior Researcher pada Pusat Riset Agama dan Kepercayaan, BRIN
Referensi
Al-Fajri, Insan, dkk. 2023. Calon Guru Besar Terlibat Perjokian Karya Ilmiah. Kompas, 10 Februari 2023. https://www.kompas.id/baca/investigasi/ 2023/02/09/calon-guru-besar-terlibat-perjokian-karya-ilmiah
El Zaluchu, Sonny. 2024. Guru Besar ”Discontinued”, Opini Kompas, 15 Juli 2024. https://www.kompas.id/baca/opini/2024/07/14/guru-besar-discontinued
Farisi, Mohammad Imam. 2024. ”Authorship” dan Plagiarisme Karya Ilmiah, Opini Kompas, 18 April 2024, https://www.kompas.com/edu/read/2024/04/18/ 111957671/authorship-dan-plagiarisme-karya-ilmiah
ADVERTISEMENT
Lukman, Eduard. 2023. Temuan Tingkatan Joko di Lapangan. Opini Kompas, 28 Februari 2023. https://www.kompas.id/baca/opini/2023/02/28/perjokian-karya-ilmiah
Mulyana, Deddy. 2024. Kebelet menjadi Profesor. Opini Kompas, 16 Juli 2024
Napitupulu, Ester Lince. 2021. Pemberian Gelar Kehormatan oleh Perguruan Tinggi Jangan ”Diobral”, Kompas, 19 Oktober 2021. https://www.kompas.id/ baca/dikbud/2021/10/19/pemberian-gelar-kehormatan-oleh-perguruan-tinggi-jangan-diobral
Pandu, Pradipta. 2023. Ribuan Publikasi dan Ratusan Kekayaan Intelektual Dihasilkan Sepanjang Tahun 2023. Kompas, 28 Desember 2023. https://www.kompas.id/ baca/humaniora/2023/12/28/ribuan-publikasi-dan-ratusan-kekayaan-intelektual-dihasilkan-sepanjang-2023
Rozikin, Ali. 2024. ”Etika Publikasi Dosen dan Peneliti”, Opini Kompas, 23 April 2024. https://www.kompas.id/baca/opini/2024/04/22/etika-publikasi-dosen-dan-peneliti
Rustad, Supriadi. 2024. Kampus Kehilangan Martabat, Opini Kompas, 17 Juli 2024. https://www.kompas.id/baca/opini/2024/07/16/kampus-kehilangan-martabat
Syahputra, Iswandi. 2024. ”Efek Kobra Publikasi Ilmiah”. Opini Kompas, 17 April 2024, https://www.kompas.id/baca/opini/2024/04/16/efek-kobra-publikasi-ilmiah
Yusuf, Arief Anshory. 2024. ”Kredensial Palsu Gelar Profesor”, Majalah Tempo, 7 Juli 2024, https://majalah.tempo.co/read/investigasi/171765/gelar-profesor-palsu
ADVERTISEMENT