Wah Curug Cikawah

Ajo Darisman
~Sebab life sesungguhnya laif.
Konten dari Pengguna
19 Maret 2023 12:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ajo Darisman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Wajib foto kaos kumpala. Foto Mba Izar.
zoom-in-whitePerbesar
Wajib foto kaos kumpala. Foto Mba Izar.
ADVERTISEMENT
Entah kegundahan apa yang dirasakan salah satu personel kumpala (kumparan Pecinta Alam) itu. Yang jelas, kutipan itu mengantarkan Mas Faw bangun subuh-subuh, untuk ikut trekking kesekian kumpala.
ADVERTISEMENT
Curug Cikawah jadi tujuan kali ini. Walaupun keindahan alam di Desa Ciasmara, Kabupaten Bogor, itu tidak terlalu mewakili kata-kata menggugah dari Mas Faw.
Ia malah lebih tepat dengan jawaban dari Aliffa atas kegalauan Mas Faw: Jalannya pelan-pelan saja. Yang terburu-buru tidak baik.
Jalurnya berbatu. Kiri-kanan sawah. Bukit-bukit sekeliling. Pohon-pohon hijau menjulang. Gemericik suara air. Sangat disayangkan bila dilalui dengan terburu-buru.
Aliffa waktu akhirnya sampai di Curug. Foto hape saya.
Seperti halnya Mas Faw, rasanya kami tak ingin keindahan yang datang tiba-tiba di depan mata itu berlalu begitu cepat. Apalagi, kata Kang Sohib si pembimbing sepanjang perjalanan, jalur curug ini benar-benar baru ia dan rekan-rekannya rapikan. Mereka kurang lebih mengorbankan waktu sebulan.
Jalannya, meski setapak dan menanjak, tapi dilapisi batu-batuan yang tidak tajam. Sesekali melewati jembatan bambu, memanjat tangga kayu yang sepertinya juga buatan Kang Sohib.
ADVERTISEMENT
Supaya suasana ini tak berlalu cepat seperti pengalaman Mas Faw, kami putuskan melangkah sebagaimana arahan Aliffa saja. Pelan-pelan tapi pasti.
Begitulah Aliffa meski harus terseok-seok. Menarik napas lalu melangkahkan paha sembari berteriak haaah. Lalu bak main perosotan bila ketemu turunan cukup terjal.
"Kemarin udah bilang kapok, kok gue ikut lagi ya," ujar Aliffa yang sesekali mengucapkan hah, kadang-kadang berubah jadi wah.
Tetap riang meski kaki cenat-cenut ceunah wkwk. Foto hape Aliffa.
Makin dekat ke curug, jalanan kian lumayan. Banyak bonus tanjakan. Bahkan lebih tepatnya tampak seperti memanjat bebatuan.
Jalan terus. Kami tak ingin membiarkan yang datang tiba-tiba berlalu begitu saja. Cukup Mas Faw yang nasibnya demikian.
Dua jam berjalan, kami sampai tujuan. Air jatuh dari atas bukit yang agaknya lebih dari 10 meter. Sebagian termasuk saya memutuskan berenang.
ADVERTISEMENT
Di curug utama ini airnya masih dingin, meski di beberapa titik lain terdapat juga aliran air yang panas. Sedikit ke bawah ada juga curug yang mempertemukan aliran air dingin dan panas. Jadilah airnya ngilu-ngilu kuku hehe.
Ini pemandangan di sekitar air terjunnya. Dokumen saya.
Suasananya sungguh damai. Sepertinya kegundahan Mas Faw saja bisa cukup terobati. Apa yang disuguhkan di depan mata, sebagaimana judul tulisan ini, benar-benar membikin kami berucap wah.
Ini air terjunnya. Saya lupa menanyakan tingginya berapa. Jadi main kira-kira aja itu 10 meter padahal kemungkinan lebih.
Seandainya sudah ada yang jualan mi rebus, kopi dan teh panas, di atas sini, nilainya 100 sudah. Lantaran belum ada, jadilah kami menikmati bekal apa pun yang dibawa.
Kurang lebih satu jam leyeh-leyeh di atas, kami memutuskan turun. Namanya trekking, naik susah turunnya apalagi hehehe. Perjalanan ke bawah menghabiskan lagi setidaknya 2 jam. Artinya tim kumpala menghabiskan 4 jam pulang pergi jalur yang katanya bisa 3 jam biasanya. Ya namanya juga pelan-pelan saja kan.
ADVERTISEMENT
Tentu saja seperti perjalanan yang sudah-sudah, ada saja yang sepatunya jebol. Seperti yang dialami Fildzah sedari awal perjalanan. Kakinya juga berkali-kali terbentur batu. Ada juga Sabrina yang kuku kakinya sampai patah. Sabrina jalan terus menyelesaikan trekk. Aman aja.
Mba Izar selaku kaka pembina kami, mesti menderita sakit pinggang di perjalanan kali ini. GWS Mba. Mari kita prei dulu sampai lebaran.
Yang penting dapat foto bagus Mba hehe.
Selfie wajib meskipun capek..
Mba Izar dan Blesi.
Akang guide magang kelelahan..