Pandemi dan Kehilangan

Ajruni Wulandestie Arifin
Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, Pekerja Sosial Profesional
Konten dari Pengguna
25 Juli 2021 22:16 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ajruni Wulandestie Arifin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Rumah Sakit Darurat Covid (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran. (Dokumentasi : Penulis).
zoom-in-whitePerbesar
Rumah Sakit Darurat Covid (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran. (Dokumentasi : Penulis).
ADVERTISEMENT
Perasaan apa yang muncul ketika Anda mendengar kata ‘kehilangan’?
Sedih, terpukul, sesak, hampa. Mungkin tidak ada yang pernah ingin mengalaminya.
ADVERTISEMENT
Lantas bagaimana jika ‘kehilangan’ itu begitu nyata? Siapkah kita untuk mengikhlaskannya?
Saya rasa, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang siap kehilangan. Kehilangan jabatan, kehilangan pendapatan, kehilangan harta benda, apalagi kehilangan seseorang yang berharga di kehidupan kita. Adakah kehilangan yang menyenangkan?
Tulisan ini hadir sebagai dedikasi setinggi-tingginya pada mereka yang saat ini sedang berjuang untuk mengikhlaskan kehilangan.
Pandemi Hari Ini
Sudah sejak 2 Maret 2020, pertama kali Corona Virus Disease (COVID-19) hadir di Indonesia. Ketika itu Presiden Joko Widodo mengumumkan dua orang Indonesia positif terjangkit virus COVID-19.
Segala upaya dilakukan oleh Pemerintah maupun masyarakat guna mengurangi persebaran virus COVID-19 baik dengan membuat Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, memproklamirkan PPKM dan Gerakan 5M, hingga membangun sistem pelayanan kesehatan yang dapat membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan penanganan COVID-19.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data yang dirilis oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19, hingga tanggal 24 Juli 2021 terdapat sejumlah 3.127.826 masyarakat Indonesia yang telah teridentifikasi positif Covid-19. Sementara kasus positif di DKI Jakarta sebanyak 786.880 jiwa.
Tingginya kasus COVID-19 bukan hanya terjadi di Indonesia. Worldometers mengumumkan 5 negara tertinggi dengan kasus COVID-19 di antaranya adalah Amerika Serikat, India, Brasil, Rusia, dan Prancis.
Jumlah pertambahan yang cukup drastis terjadi pada awal hingga pertengahan bulan Juli 2021. Kasus harian positif Corona Sabtu lalu di Indonesia memecahkan rekor sebanyak 49.041 jiwa. Tak hanya kasus harian yang memecahkan rekor, namun juga angka kematian dengan Covid mencapai 1.566 jiwa. Angka ini menjadi angka kematian harian tertinggi di dunia.
Data Penyintas Covid-19 Meninggal Per Hari (Sumber : Satuan Tugas Penanganan Covid-19).
Namun dari tingginya pertambahan angka penyintas COVID-19, angka kesembuhan di Indonesia berada jauh di atas rata-rata dunia (selisih hingga +14.97%). Jumlah penyintas Covid-19 yang dinyatakan sembuh sebanyak 2.471.678 jiwa atau sebanyak 79.0 %.
ADVERTISEMENT
Realita Kehilangan
Semakin meningkatnya jumlah penyintas COVID-19 di Indonesia dapat dirasakan bukan hanya berdasarkan data namun juga realita bahwa semakin dekat pula virus tersebut hadir di lingkungan terdekat kita. Hampir setiap hari terdengar kasus baru entah informasi melalui telepon, pesan whatsapp, status di media sosial, atau circle terdekat kita. Artinya, saat ini kita semua sedang berjuang bersama-sama menghadapi gelombang COVID-19.
Seorang pedagang kaki lima yang ditertibkan oleh Satpol PP karena berjualan di tengah PPKM menyampaikan isi hatinya. Ia lebih takut mati karena kelaparan dibandingkan karena virus Corona. Pedagang lainnya membandingkan kondisinya dengan petugas, jika ia tidak berjualan maka ia tidak akan memiliki pendapatan, berbeda dengan petugas yang masih memiliki gaji tetap.
ADVERTISEMENT
Menteri Badan Usaha Milik Negara, Bapak Erick Tohir menyampaikan dalam sebuah webinar bahwa 2,56 juta orang kehilangan pekerjaan di masa pandemi dan lebih dari 1,8 juta orang mengalami penurunan pendapatan.
Sementara survei yang dilakukan oleh Jobstreet Indonesia menunjukkan bahwa sebanyak lebih dari 50% responden kehilangan pekerjaan ataupun diberhentikan sementara dari pekerjaan mereka, dan 43% dari responden mengalami pengurangan gaji hingga lebih dari 30%.
Tidak hanya orang dewasa, anak-anak pun dihadapkan pada situasi yang tidak mudah. Anak-anak kecil yang lahir di masa pandemi dapat menjadi generasi yang tangguh karena sedari dini telah ditempa oleh realita kehidupan yang penuh perjuangan dan kesabaran.
Anak-anak kehilangan masa indah di sekolah, kesempatan untuk membangun interaksi sosial dengan lingkungan dan teman sebaya. Bahkan sebagian anak tidak dapat melakukan pembelajaran jarak jauh dengan optimal karena keterbatasan fasilitas.
ADVERTISEMENT
Banyak yang kehilangan kesempatan untuk bermain dan mengenal alam terbuka. Di samping itu, adapula anak-anak yang mengalami keterpisahan dengan kedua orangtuanya karena harus mendapatkan penanganan medis sebagai upaya menuju kesembuhan dari virus Corona.
Ilustrasi seorang anak kecil di tengah pandemi. (Sumber : Unplash).
Hal lain dialami oleh Vino, seorang anak berusia 10 tahun di Kutai, Kalimantan Timur. Ia harus kehilangan kedua orangtuanya setelah terpapar COVID-19. Vino hingga saat ini belum mengetahui kabar orang tuanya yang meninggal dunia karena juga sedang menjalani isolasi mandiri.
Tidak mengenal usia, kondisi saat ini merupakan kondisi yang cukup berat. Segala bentuk kecemasan, kekhawatiran, kesedihan akan kehilangan, burn out, dan segala keterbatasan yang melanda membuat kita tertantang untuk tetap sehat secara fisik, mental, dan juga rohani.
ADVERTISEMENT
Melihat sepekan ini penyintas COVID-19 semakin meningkat di berbagai daerah, hanya bisa berdoa yang terbaik untuk semesta. Semoga kita semua senantiasa dalam perlindungan Allah SWT.
Ada yang berjuang dengan beratnya gejala yang dihadapi, ada yang berjuang mendapat pelayanan kesehatan terbaik, adik-adik yang mengalami kesulitan belajar bingung wadah konsultasi, ada yang kehilangan pekerjaannya, ada yang ditinggalkan orang terkasih, orang tua yang berjuang menyediakan fasilitas PJJ untuk anak-anaknya hingga dipaksa memilih mendampingi anak belajar atau mencari sesuap nasi, ada pula yang harus jauh dari keluarga.
Idul Adha tahun ini, saya membaca sebuah tulisan dari akun instagram @ikanatassa. Dalam salah satu postingannya, ia menulis caption : “Dulu aku belum paham makna Idul Adha. Lalu aku bertemu tulisan ini, entah siapa yang menulis : ‘Setiap kita adalah Ibrahim. Ibrahim punya Ismail. Ismailmu mungkin hartamu. Ismailmu mungkin jabatanmu. Ismailmu mungkin gelarmu. Ismailmu mungkin egomu. Ismailmu adalah sesuatu yang kau sayangi dan kau pertahankan di dunia ini. Ibrahim tidak diperintah Allah untuk membunuh Ismail. Ibrahim hanya diminta Allah untuk membunuh rasa kepemilikan terhadap Ismail karena hakikatnya semua milik Allah’. Idul Adha adalah tentang percaya dan ikhlas. Dua hal yang sungguh berat di tengah-tengah pandemi ini. Banyak hal yang dulu biasa sekarang terasa mewah. Banyak yang kita rasa sudah bagian hidup kita namun ternyata harus kita lepas.”
ADVERTISEMENT
Tulisan yang sangat menyentuh.
Bukan hal yang mudah menghadapi kehilangan. Tidak lebih dan tidak kurang, semua sedang berjuang menghadapi situasi kehilangan terlebih di masa pandemi seperti saat ini. Dengan caranya masing-masing. Dengan jalan juangnya masing-masing.
Realita kehilangan di masa pandemi begitu nyata. Pandemi dan kehilangan menjadi sedekat nadi.
Kita semua tidak pernah benar-benar tau, kapan kehilangan akan mewarnai hidup kita.
Apresiasi saya kepada mereka yang sedang berjuang dan berada dalam fase ini. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan dan kekuatan dalam menerima segala ketetapan-Nya.
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (QS Al-Baqarah : 185).
(Ajruni Wulandestie Arifin/Pekerja Sosial Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta)