Konten dari Pengguna

Berharap Persebaya Juara, Membayangkan Bagaimana Kota Pahlawan Berpesta

Akbar Maulana
Reporter kumparan Bisnis
24 Juli 2022 20:09 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akbar Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bonek saat mendukung Persebaya menghadapi Persela Lamongan di Stadion Gelora Bung Tomo pada 1 Juli 2019. Foto: Persebaya
zoom-in-whitePerbesar
Bonek saat mendukung Persebaya menghadapi Persela Lamongan di Stadion Gelora Bung Tomo pada 1 Juli 2019. Foto: Persebaya
ADVERTISEMENT
Sudah lebih dari 10 tahun Persebaya Surabaya tidak mencicipi gelar juara liga Indonesia. Green Force terakhir kali menjadi raja di kompetisi dalam negeri adalah 2004 silam ketika dinakhodai oleh pelatih asal Brazil, Jacksen F Tiago.
ADVERTISEMENT
Kala itu Persebaya diisi oleh segudang pemain besar, sebut saja Cristian Carrasco dan Danilo Fernando yang masing-masing menjadi top skor klub dengan mencetak 15 gol. Kemudian nama-nama lain yang saat ini menjadi legenda Persebaya seperti Uston Nawawi, Anang Mar’ruf hingga Mat Halil. Terlebih, sang pelatih Jacksen F Tiago adalah salah satu bagian dari pemain Persebaya saat menjuarai liga musim 1996-1997.
Dalam tiga musim terakhir memang performa Persebaya bisa dibilang tak mengecewakan. Persebaya mengakhiri musim 2018-2019 di peringkat lima, bahkan menjadi runner-up semusim setelahnya, kemudian di musim lalu kembali berada di peringkat lima. Konsisten berada di papan atas memang tak terlalu buruk, tapi melihat bagaimana faniatisme dan perjuangan pendukungnya, Persebaya tak menjadi juara terasa sangat menyakitkan.
ADVERTISEMENT
Kans Persebaya menjadi juara pada musim lalu memang terbilang besar, apalagi Persebaya waktu itu menjadi tim yang mematahkan rekor tak terkalahkan rival abadi mereka, Arema. Namun naas, Persebaya tergelincir di menit akhir karena tak konsisten bermain apik. Bonek gigit jari, harus puas berada di peringkat lima dan kehilangan tiket berlaga di kompetisi Asia.
Persebaya mengawali musim ini dengan merombak hampir seluruh skuad pentingnya. Di lini belakang Persebaya ditiggal oleh Allie Sesay, Arif Satria, Ady Setiawan, dan Reva Adi Umata. Kemudian di lini tengah Persebaya harus rela ditinggal dua pemain berlabel timnas, Riki Kambuaya dan Rachmat Irianto.
Dan yang paling akan terasa mungkin hengkangnya dua juru gedor Persebaya, Taisei Marukawa dan Bruno Moreira. Perombakan besar-besaran itu jelas akan menjadi PR besar buat Aji Santoso untuk membangun timnya dari awal lagi. Terlihat permainan Persebaya di laga pra musim bisa dikatakan masih jauh dari top performanya.
ADVERTISEMENT
Menantang Aji Berani Pasang Target Juara
Aji Santoso mulai menukangi Persebaya pada 2019 lalu. Pada awal dia masuk, Aji menjadi juru penyelamat Persebaya yang waktu itu diterpa performa buruk. Masuk saat Persebaya terseok di peringkat kesembilan, secara ajaib Aji Santoso membawa Green Force menjadi runner up di akhir musim, ditutup dengan kemenangan menjanjikan di kandang Persija Jakarta.
Bisa dibilang Aji menjadi sosok pelatih yang ideal, banyak pemain muda yang dia orbitkan dan kini menjadi tulang punggung tim bahkan menjadi langganan Tim Nasional Garuda, sebut saja Marselino Ferdinan atau Rizky Ridho.
Selain itu, gaya permainan Persebaya dengan umpan-umpan pendek, agresifitas dan permainan cepat bisa dilestarikan bahkan dikembangkan Aji Santoso. Terbukti, musim lalu Persebaya menjadi tim dengan gol teringgi kedua setelah kampiun Bali United dengan selisih satu gol saja.
ADVERTISEMENT
Sementara hal yang kurang dari Aji mungkin hanya satu, membawa Bajol Ijo menjadi raja di kompetisi domestik. Apalagi, sosok pelatih berlisensi AFC Pro itu seharusnya tak asing dengan atmosfer perayaan juara ketika musim 1996-1997. Bersama Jacksen F Tiago, Aji Santoso jadi pemain penting yang membawa Green Force jadi raja.
Performa Aji yang dinilai apik oleh manajemen membuat kontraknya diperpanjang hingga dua musim ke depan. Dalam sebuah wawancara, Sekretaris Persebaya Ram Surahman menyampaikan target Persebaya dalam dua musim ke depan adalah mampu tembus piala Asia. Yang artinya, Persebaya maksimal dalam dua tahun ke depan harus bisa menjadi kampiun liga.
Catatan menarik, musim lalu Aji Santoso dinobatkan sebagai peltih terbaik BRI Liga 1 2021/2022. Untuk pertama kalinya penghargaan tersebut didapatkan oleh pelatih yang tak membawa timyna menjadi juara.
ADVERTISEMENT
Dukungan Suporter Militan
Bagi pendukung Persebaya, sepak bolah bukan hanya permainan sebelas melawan sebelas. Mendukung Persebaya termasuk juga adalah sebuah perjuangan mencari keadilan, perjuangan melawan bobroknya federasi.
Persebaya pernah dianaktirikan PSSI. Hal itu terjadi ketika dualisme PSSI tahun 2012 silam. Hal itu buntut dari kejanggalan laga play-off Persebaya melawan Persik Kediri pada musim 2009-2010 yang membuat Persebaya terdegradasi. Pada periode itu, Persebaya tak diakui sebagai tim yang sah di bawah federasi.
Pendukung Persebaya mebuat langkah militan untuk memperjuangkan haknya. Kisah ini diabadikan oleh Jurnalis Oryza Wirawan dalam bukunya berjudul ‘Drama Persebaya’. Tak hanya membuat pergerakan di dalam negeri, pendukung Persebaya membuat seruan aksi di berbagai perhelatan besar seperti Liga Champions.
ADVERTISEMENT
Spanduk berisi permintaan agar PSSI dibersihkan dari mafia, dibentangkan oleh pendukung Persebaya, Brian de Alams bersama ketiga kawannya di luar Stadion Wembley jelang final Liga Champions antara Bayern Munchen melawan Borrusia Dortmund pada 25 Mei 2013.
Spanduk kecaman itu kemudian dikirim juga ke Swiss. Diterima pendukung lainnya, para pendukung Persebaya dengan mengenakan topeng Guy Fawkes, tokoh revolusi Inggris, membentangkan spanduk berisi kecaman terhadap PSSI di depan markas FIFA pada 23 Desember 2013.
Belum berhenti, spanduk berisi kecaman PSSI itu juga dibentangkan di Zurich ketika acara penghargaan pemenang FIFA Ballon d’Or, 12 Januari 2014. Bersama dengan spanduk itu, para supoter juga membagikan lembaran Manifesto 10 November kepada sejumlah undangan.
Singkat cerita, perjuangan pendukung Persebaya membuahkan hasil. Pada 2017 Kongres PSSI mengesahkan keanggotaan Persebaya di bawah PT Persebaya Indonesia untuk bisa mengikuti kompetisi resmi. Persebaya mengawali dengan berkompetisi di kasta kedua pada 2017. Setelah menjuarainya di musim yang sama, Persebaya kembali ke kasta tertinggi liga hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Bagi masyarakat Surabaya dan juga pendukung dari kota lainnya, Persebaya bagai agama kedua. Pernyataan tersebut tak berlebihan jika melihat atmosfer kota pahlawan ketika Persebaya berlaga.
Stadion akan penuh sesak, segala aktivitas untuk sementara akan ditinggalkan, jalanan menjadi sepi. Kedai-kedai di setiap sudut kota akan penuh dengan teriakan-teriakan dukungan. Di sini, sepak bola adalah pesta rakyat yang layak dirayakan dan diperjuangkan.
Loyalitas dan kebanggaan pendukung Persebaya telah teruji bahkan pada situasi tim mengalami kesulitan sekali pun. Apalagi ketika Green Force tahun ini mampu keluar sebagai juara dan tampil di kompetisi Asia musim depan. Bisa dibayangkan, bagaimana pecahnya Kota Pahlawan menggelar pesta.