Aku Tahu Rasanya Jadi Minoritas

Akbar Ramadhan
Penulis sepak bola dan sekitarnya.
Konten dari Pengguna
29 Desember 2019 20:46 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akbar Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Polisi Malaysia berjaga didekat suporter Malaysia saat pertandingan Timnas Indonesia melawan Malaysia di Stadion Bukit Jalil, Malaysia. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Polisi Malaysia berjaga didekat suporter Malaysia saat pertandingan Timnas Indonesia melawan Malaysia di Stadion Bukit Jalil, Malaysia. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sore hari di Stadion Bukit Jalil, Malaysia, terlihat mengesankan. Matahari pelan-pelan meredup tanda malam akan datang.
ADVERTISEMENT
Ribuan orang berbaju kuning hitam menyemut di dekat stadion. Mereka mahfum, hari itu akan ada pertandingan besar di arena berkapasitas 87 ribu tempat duduk.
Si empunya lapangan yakni Malaysia akan menjadi tuan untuk si puan yakni Indonesia. Ah, kedua negara itu memang tak pernah akur dari segi apa pun. Tak heran, pertarungan sepak bola kedua negara itu bak laga hidup dan mati.
Rakyat Malaysia ramai-ramai datang untuk memberi dukungan kepada Timnasnya. Mereka tentu tak mau menelan malu di kandang, dari musuh bebuyutan pula.
Lantas bagaimana dengan Indonesia? Segelintir pendukungnya tetap hadir. Saya pun menjadi satu di antara orang yang berani datang ke kandang lawan. Nekat? Tak juga, toh maksud saya datang hanya untuk menyaksikan sepak bola.
ADVERTISEMENT
Namun, ada pengalaman lain yang saya dapatkan hari itu. Saya menjadi minoritas di tengah mayoritas. Saya merah di tengah lautan kuning yang menyemut.
Menjadi minoritas memang tak menyenangkan. Sebelum laga digelar, saya mencoba keliling sekitaran stadion. Hasilnya? semua mata tertuju. Pandangan mata mereka seakan berbicara yang tak sedap kepada saya.
Ketidakenakan menjadi minoritas kembali terasa di dalam stadion. Kami hanya disediakan satu blok untuk mendukung Timnas Indonesia. Bandingkan dengan Malaysia yang menguasai 90% tribune penonton.
Aksi suporter Malaysia di pertandingan Timnas Indonesia melawan Malaysia di Stadion Bukit Jalil, Malaysia. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Saya dan suporter lainnya tetap menyanyi untuk menyemangati Timnas. Saya sih tak yakin apakah suara-suara kami terdengar oleh pemain di atas lapangan. Sebab, pendukung Malaysia yang banyak itu pastinya lebih bising.
Tak cuma itu, kami juga dilempari dengan beragam benda. Bayangkan, sudah sedikit, dianiaya pula. Betapa tak menyenangkan bukan?
ADVERTISEMENT
Kami juga tak boleh diizinkan pulang saat laga telah usai. Pihak keamanan menahan kami agar tak bentrok di luar stadion. Kami memang masih diincar untuk dicaci dan dimaki kala itu.
Well, banyak pengalaman dan cerita yang bisa dipetik dari perjalanan ke Malaysia kala itu. Akan tetapi, satu hal yang masih membekas adalah aku tahu rasanya menjadi minoritas.