Cerita 2019: Kamboja dan Malaysia

Akbar Ramadhan
Penulis sepak bola dan sekitarnya.
Konten dari Pengguna
31 Desember 2019 21:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akbar Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pemain Timnas U-22 Indonesia mengangkat Piala AFF U-22 2019 usai memenangkan pertandingan melawan Thailand di Stadion Nasional Olimpiade Phnom Penh, Kamboja. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Timnas U-22 Indonesia mengangkat Piala AFF U-22 2019 usai memenangkan pertandingan melawan Thailand di Stadion Nasional Olimpiade Phnom Penh, Kamboja. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Ah tak terasa 2019 akan segera mengakhiri kiprahnya. Semua akan berganti dengan tahun dan dekade yang baru. Namun, rasanya saya tak ingin 2019 berlalu dengan cepat.
ADVERTISEMENT
Banyak momen, pelajaran hidup, dan pengalaman yang seru menjadi seorang manusia di 2019. Momen dan pengalaman yang tidak bisa digantikan oleh apa pun. Mau dibayar dengan rupiah 85 lembar juga tak mau saya tukarkan.
Pengalaman perdana saya terjadi di akhir Februari 2019. Kantor meminta saya untuk pergi ke Kamboja meliput gelaran Piala AFF U-23.
Itu merupakan tugas luar negeri perdana saya sebagai seorang jurnalis. Tak tanggung-tanggung, tujuh hari saya akan berada di negeri orang. Itu dengan catatan, kalau Timnas U-23 Indonesia lolos ke semifinal dan final, saya akan lanjut.
Pergilah saya ke Kamboja bersama fotografer, Aditiya Noviansyah. Saya tak memiliki ekspektasi bahwa Timnas akan juara. Nembus babak selanjutnya saja saya tak begitu percaya diri.
ADVERTISEMENT
Sebab, 'Garuda Muda' berada di grup yang diisi oleh Kamboja, Malaysia, dan Laos. Kemudian, Timnas juga main di lapangan sintesis. Lapangan yang jarang sekali ada di Indonesia.
Namun, saya bukan cenayang. Prediksi saya salah, Timnas U-23 melaju ke babak semifinal usai menjadi juara grup A. Dari situ impian saya untuk melihat Timnas juara di negeri orang sedikit lagi tercapai.
Mimpi kian mendekati nyata manakala di babak semifinal, Vietnam berhasil dikalahkan. Tibalah hari final digelar.
Thailand yang akan menjadi lawan dari anak asuh Indra Sjafri. Nada tak optimistis terpancar. Terlebih Thailand yang menjadi lawan adalah raja di Asia Tenggara.
Lagi-lagi, saya bukan cenayang dan rasa tak yakin saya tidak kejadian. Sani Rizki yang karib dengan saya menjadi pencetak gol perdana di laga tersebut. Thailand memang sempat membuat skor imbang sebelum Osvaldo Haay menjadi penentu kemenangan Timnas U-23.
ADVERTISEMENT
Impian sejak kecil terwujud. Dengan riang gembira saya turun ke lapangan dan merayakan gelar juara. Peluk haru dilakukan para pemain dan staf kepada wartawan yang meliput.
Saya merasa menjadi manusia yang angkuh di Kamboja malam itu. Berjalan di arteri Kamboja dengan santainya. Sungguh pengalaman yang luar biasa.
***
Pengalaman seru lainnya di 2019 adalah away day ke Malaysia. Nekat? Tentu saja. Pasalnya, saya tahu sekali kondisi Timnas Indonesia.
Pertama, empat pertandingan awal tak ada sekali yang berujung poin. Kemudian, Timnas datang ke Kuala Lumpur tanpa didampingi pelatih kepala. Simon McMenemy baru saja dipecat karena hasil buruk 'Skuat Garuda'.
Namun, masalah tersebut tak menyurutkan langkah saya untuk bertandang ke Malaysia. Saya tidak berekspektasi untuk menang. Saya hanya ingin merasakan atmosfer menonton bola di markas rival.
ADVERTISEMENT
Benar saja, momen yang saya idam-idamkan muncul. Berbaju merah di tengah ribuan baju kuning yang membeludak memang menyenangkan.
Aksi pendukung Timnas Indonesia jelang pertandingan Timnas Indonesia melawan Timnas Malaysia di Stadion Bukit Jalil, Malaysia. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Jalan-jalan di sekitar stadion saja tak lepas dari tatap orang-orang Malaysia. Kejadian semakin seru di dalam stadion. Meski hanya segelintir, kami tetap lantang untuk bernyanyi mendukung Timnas Indonesia. Kami tak yakin suara kami terdengar hingga ke lapangan. Pasalnya, suara pendukung Malaysia yang lebih banyak itu juga sangat nyaring.
Suasana semakin panas saat gawang Timnas kebobolan. Bukan cuma sorakan dan cacian yang kami terima. Lemparan gelas berisi es batu, baut, hingga petasan kami terima dari tuan rumah.
Kemudian, kami juga tak benar-benar bisa langsung ke luar stadion. Kami masih tertahan hingga satu jam lebih di dalam stadion. Keamanan tak memberikan izin untuk kami pulang lebih cepat hingga situasi terkendali.
ADVERTISEMENT
Namun, situasi tak benar-benar bersih. Pendukung-pendukung Malaysia masih menunggu suporter Indonesia.
Saya mendapatkan imbasnya dan harus berlari-lari untuk mencari pertolongan. Tak sampai di situ, cacian Indog dan Indon terdengar di kuping saya nyaring sekali. Namun, saya tak menyesal. Malah, saya ingin lagi merasakan atmosfer melakukan away day tersebut.