Konten dari Pengguna

AI sebagai Game Changer Perpajakan

M Akbar Aditama
Tax Policy Analyst di Pratama Institute For Fiscal & Governance Studies
11 Februari 2025 5:55 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Akbar Aditama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image by freepik/Ilustrasi AI
zoom-in-whitePerbesar
Image by freepik/Ilustrasi AI
ADVERTISEMENT
Sistem perpajakan bukan sekadar mekanisme pengumpulan pajak, tetapi juga cerminan dari stabilitas ekonomi dan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap regulasi fiskal. Dalam era digital yang berkembang pesat, administrasi perpajakan yang masih bergantung pada sistem konvensional berisiko tertinggal dan kehilangan efektivitasnya. Oleh karena itu, transformasi digital dalam perpajakan bukan lagi sekadar opsi, melainkan kebutuhan mendesak.
ADVERTISEMENT
Salah satu inovasi paling revolusioner dalam reformasi perpajakan adalah penerapan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Teknologi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi administrasi pajak, tetapi juga memungkinkan analisis data yang lebih akurat, mendeteksi anomali transaksi, serta menyesuaikan kebijakan perpajakan secara real-time. Dengan AI, potensi kecurangan pajak dapat diidentifikasi lebih cepat, sementara wajib pajak dapat memperoleh kemudahan dalam memenuhi kewajibannya. Namun, meskipun AI menawarkan solusi yang menjanjikan, tantangan utama yang harus diatasi adalah validitas dan akuntabilitas data yang digunakan oleh otoritas pajak.
Saat ini, beberapa negara telah sukses mengadopsi AI dalam sistem perpajakan mereka. Singapura, misalnya, telah menerapkan AI VICA untuk membantu wajib pajak memahami kewajibannya, mengecek status pembayaran, serta melakukan pelaporan pajak dengan lebih mudah. Hasilnya, 96,3% wajib pajak orang pribadi (WPOP) berhasil melaporkan pajaknya tepat waktu. Di Indonesia, implementasi AI masih terbatas pada aspek teknis seperti e-filing, e-billing, e-invoicing, dan e-SPT (Rahayu, 2024). Padahal, AI memiliki potensi lebih besar dalam membangun sistem perpajakan yang tidak hanya efisien tetapi juga lebih transparan dan akuntabel.
ADVERTISEMENT
Penerapan AI dalam perpajakan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak—baik bagi wajib pajak maupun otoritas pajak. Bagi wajib pajak, AI dapat mengurangi biaya kepatuhan (compliance cost) dan menyederhanakan proses pelaporan. Sementara itu, bagi otoritas pajak, AI dapat meningkatkan kepatuhan, mendeteksi penghindaran pajak, serta mempercepat proses administrasi. Dengan potensi yang begitu besar, Indonesia tidak boleh tertinggal dalam mengadopsi AI sebagai pilar utama reformasi perpajakan.

Peran AI dalam Mendeteksi Ketidakpatuhan

Ketidakpatuhan dan penghindaran pajak menjadi tantangan besar bagi otoritas perpajakan di berbagai negara. Kecerdasan buatan (AI) hadir sebagai solusi revolusioner dalam mengidentifikasi fraud dan mendeteksi ketidakpatuhan dengan lebih cepat dan akurat. Dengan algoritma canggih, AI menganalisis laporan pajak, laporan keuangan, dan pola transaksi untuk mengidentifikasi anomali yang mengindikasikan pelanggaran (Faúndez-Ugalde et al., 2020; Kuznetsova et al., 2023). Kemampuannya dalam mengolah data berskala besar memungkinkan otoritas pajak lebih proaktif dalam mendeteksi pelanggaran sebelum negara mengalami kerugian lebih besar.
ADVERTISEMENT
Lebih dari sekadar alat pendeteksi, AI mengotomatiskan berbagai tugas administratif, seperti pemrosesan formulir, penjawaban otomatis pertanyaan wajib pajak, dan pengelolaan basis data (Saragih et al., 2023). Hal ini mengurangi beban administrasi otoritas pajak, sehingga lebih banyak sumber daya dapat dialokasikan untuk audit dan investigasi. AI juga memberikan panduan pajak yang dipersonalisasi, membantu wajib pajak memahami regulasi yang kompleks dan meningkatkan kepatuhan mereka (Kamil, 2022).
Selain meningkatkan kepatuhan, AI juga berkontribusi dalam optimalisasi penerimaan pajak dan pertumbuhan ekonomi. Dengan mendeteksi transaksi mencurigakan lebih awal, AI membantu mengurangi penghindaran pajak serta meningkatkan efektivitas mobilisasi pendapatan negara (Saragih et al., 2023). Studi Charles & Nara (2024) menunjukkan bahwa peningkatan 1% dalam AI dan pendapatan pajak dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,017% dan 0,030%. Negara maju seperti Amerika Serikat dan Estonia telah membuktikan bahwa AI mampu meningkatkan efisiensi, mempercepat audit, dan memperbaiki transparansi perpajakan.
ADVERTISEMENT
Indonesia tidak boleh tertinggal dalam mengadopsi AI sebagai alat utama reformasi pajak. Jika diimplementasikan secara optimal, AI tidak hanya meningkatkan kepatuhan pajak, tetapi juga meningkatkan efisiensi administrasi dan transparansi pengelolaan pajak. AI bukan sekadar alat bantu administratif, tetapi game changer dalam membangun sistem perpajakan yang lebih modern, akuntabel, dan kompetitif. Oleh karena itu, AI harus menjadi pilar utama reformasi perpajakan di Indonesia, berfokus pada efisiensi, transparansi, dan peningkatan penerimaan negara

Strategi Implementasi AI dalam Perpajakan

Transformasi perpajakan berbasis AI di Indonesia bukan lagi inovasi, melainkan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan efisiensi administrasi, transparansi, dan kepatuhan wajib pajak. Namun, keberhasilannya bergantung pada tiga faktor utama: kesiapan infrastruktur digital, kompetensi SDM, dan kolaborasi dengan sektor swasta. Tanpa strategi yang matang, penerapan AI justru bisa menciptakan hambatan baru dalam sistem perpajakan.
ADVERTISEMENT
Langkah pertama adalah investasi dalam infrastruktur digital agar AI dapat mengelola data pajak, mendeteksi anomali, dan mempercepat layanan perpajakan. Tanpa sistem yang kuat, dampak AI akan terbatas, sehingga pemerintah harus mengalokasikan anggaran memadai seperti yang dilakukan negara-negara maju.
Selain itu, pengembangan SDM perpajakan sangat krusial. Pegawai pajak perlu pelatihan intensif agar tidak hanya mampu mengoperasikan AI, tetapi juga memahami penerapannya dalam pengawasan dan penegakan hukum pajak. Tanpa pelatihan memadai, kesenjangan teknologi dapat menjadi kendala dalam administrasi perpajakan.
Kolaborasi dengan sektor swasta juga menjadi kunci percepatan digitalisasi pajak. Perusahaan teknologi berperan dalam mengembangkan AI yang lebih canggih, menyediakan solusi berbasis data yang akurat, serta memastikan adopsi teknologi yang lebih luas. Sinergi ini akan mempercepat transformasi perpajakan Indonesia sesuai praktik terbaik global.
ADVERTISEMENT
Jika diterapkan dengan konsisten, AI tidak hanya meningkatkan penerimaan pajak, tetapi juga menciptakan sistem perpajakan yang lebih transparan, efisien, dan mudah diakses. Laporan World Bank (2021) menunjukkan bahwa negara-negara yang sukses dalam reformasi pajak mengalokasikan 5%-10% anggaran perpajakan untuk teknologi dan SDM. Agar tidak tertinggal dalam revolusi perpajakan global, Indonesia harus segera memperkuat investasi, meningkatkan kompetensi SDM, dan memperluas kolaborasi dengan sektor swasta untuk membangun sistem perpajakan yang modern, akuntabel, dan berdaya saing tinggi.