news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kebijakan Restrukturisasi Kredit di Tengah Pandemi Covid-19

Muhammad Akbar Fakhrudin
Mahasiswa PKN STAN
Konten dari Pengguna
28 Januari 2021 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Akbar Fakhrudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kebijakan Restrukturisasi Kredit di Tengah Pandemi Covid-19
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pandemi Covid-19 secara langsung maupun tidak langsung mengganggu kinerja perekonomian negara. Karena adanya pandemi ini, pertumbuhan perekonomian negara menjadi jatuh. Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi secara garis besar dalam hal ini adalah turunnya sisi supply dan demand. Mengapa demikian? Singkatnya, ditengah pandemi ini pendapatan masyarakat mengalami penurunan, sehingga daya beli masyarakat atau konsumen melemah dan cenderung akan membatasi pengeluarannya, ini dari sisi demand. Sedangkan dari sisi supply, karena pengeluaran masyarakat turun yang mana bagi produsen atau penyedia barang dan jasa artinya adalah penurunan pendapatan. Hal ini secara rasional akan direspon dengan cara mengurangi penyediaan barang dan jasa serta melakukan PHK sehingga dampaknya adalah semakin jatuhnya pendapatan masyarakat, apabila dibiarkan perputaran ini akan terus terjadi. Selain itu hal ini akan mengganggu sektor-sektor lain, salah satunya adalah sektor perbankan.
ADVERTISEMENT
Dampak yang paling tidak diinginkan pada sektor perbankan adalah terjadinya kredit macet. Jatuhnya pendapatan masyarakat semakin memungkinkan terjadinya kredit macet. Mengapa hal ini bisa terjadi? Alurnya adalah berawal dari  jatuhnya pendapatan membuat lembaga keuangan mengalami Insolvency, kemudian masyarakat menjadi tidak percaya terhadap perbankan dan lembaga keuangan, salah satu tindakan yang dilakukan masyarakat adalah menarik uang mereka, hal ini menyebabkan kapasitas lembaga keuangan semakin mengecil, sehingga investasi-investasi yang profitable tidak bisa dibiayai, kejadian ini akan berujung pada resesi seperti yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 2008.
Untuk mengatasi hal ini maka perlu dilakukan restrukturisasi kredit. Restrukturisasi kredit adalah upaya yang dilakukan dalam kegiatan usahanya perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya (Firdaus & Ariyanti, 2009). Dalam kegiatan kredit usaha, pasti telah disepakati berbagai macam ketentuan seperti besarnya suku bunga bunga, jumlah cicilan, tenor, serta barang yang diagunkan. Karena adanya pandemi Covid-19, ketentuan-ketentuan yang telah disepakati ini tidak dapat berjalan dengan lancar sehingga terjadi kredit macet. Restrukturisasi kredit menjadi hal yang penting karena dari sisi kreditur dapat terhindar dari berbagai macam resiko kredit macet yang dapat memengaruhi laba dan piutang perbankan atau lembaga keuangan. Sedangkan dari sisi debitur dapat memberikan manfaat berupa peringanan beban kredit selain itu juga barang yang telah diagunkan menjadi lebih aman.
ADVERTISEMENT
Untuk melakukan restrukturisasi kredit secara teori dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya adalah dengan penurunan suku bunga, memperkecil jumlah angsuran, memperpanjang tenor, melakukan diskon tenor, hingga penghapusan bunga utang. Dalam melaksanakan kebijakan restrukturisasi kredit ini, pemerintah melalu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Peraturan OJK No. 11 Tahun 2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019. Intinya, restruktrisasi kredit oleh lembaga keuangan dilakukan dengan cara: penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit/ pembiayaan, dan konversi kredit/ pembiayaan menjadi pernyertaan modal sementara.
Kebijakan ini pada awalnya diatur bahwa masa pelaksanaannya akan berakhir pada Maret 2021, namun karena adanya beberapa faktor diantaranya adalah kasus positif Covid-19 yang terus bertambah, langkah antisipatif yang masih perlu untuk dilanjutkan, dan keselarasan dengan program pemerintah, maka kebijakan ini diperpanjang hingga Maret 2022. Hingga bulan oktober lalu, tercatat oleh OJK telah terdapat sekitar 100 bank yang telah melakukan restrukturisasi kredit dengan total nilai outstanding sebesar Rp932,6 triliun, sedangkan pada lembaga keuangan non-bank mencapai Rp181,3 triliun, sehingga secara total keseluruhan, hingga Oktober telah mencapai Rp1.113,9 triliun. besaran ini menunjukan bahwa apabila tidak dilakukan restrukturisasi kredit sangat mungkin terjadi  krisis keuangan. Dengan demikian, keputusan untuk melakukan perpanjangan restrukturisas kredit adalah sebuah kebijakan yang tepat dilakukan.
ADVERTISEMENT
Namun dalam melaksanakan perpanjangan kebijakan tersebut dibutuhkan dukungan dari sisi fiskal dan moneter. Dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari sisi fiskal, pemerintah memberikan subsidi bunga kepada perbankan dan lembaga keuangan lainnya. pemberian subsidi bunga dapat membantu meningkatkan daya beli konsumen. Insentif ini mengurangi beban masyarakat dalam membayar bunga, namun dampak penurunannya cenderung lebih terbatas dibanding kondisi normal. Hal itu disebabkan sebagian konsumen masih cenderung berjaga-jaga guna mengantisipasi ketidakpastian yang masih tinggi akibat pandemi Covid-19 (Nasution, 2020). Dari sisi moneter, Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuannya. Saat ini, suku bunga BI 7 Day Reverse Repo Rate turun di angka 3,75%, suku bunga Deposit Facility turun menjadi 3%, dan suku bunga  Lending Facility turun ke angka 4,5%. Keputusan penurunan suku bunga acuan ini didasarkan pada ekspektasi inflasi yang masih rendah, stabilitas eksternal, dan langkah dalam Program PEN. Dengan diturunkannya suku bunga acuan ini, diharapkan dapat menurunkan suku bunga kredit, sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga dan perekonomian dapat segera pulih.
ADVERTISEMENT
Kebijakan restrukturisasi kredit merupakan langkah mitigasi yang diambil pemerintah dalam Program PEN. Kebijakan ini telah tepat dilakukan karena bermanfaat bagi seluruh pelaku usaha. Kebijakan ini tidak dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya dukungan dari pemerintah baik dari segi fiskal maupun moneter, selain itu seluruh pelaku usaha serta masyarakat diharapkan dapat ikut serta dalam kebijakan ini. Dengan demikian, harapannya kebijakan ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang telah jatuh akibat pandemi Covid-19.
Muhammad Akbar Fakhrudin, mahasiswa DIII Akuntansi Alih Program Politeknik Keuangan Negara STAN