Konten dari Pengguna

Sejauh Mana Kebijakan HET Dalam Mengatasi Harga Bahan Pangan Pokok Saat Ini?

akbarwahyu8899
mahasiswa pascasarjana IPB University
6 November 2024 13:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari akbarwahyu8899 tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Beras (sumber: shutterstock.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Beras (sumber: shutterstock.com)
ADVERTISEMENT
Meskipun telah dua kali mengeluarkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng dan beras sebagai respons terhadap lonjakan harga pasca-pandemi, pemerintah belum berhasil mencapai tujuannya untuk menstabilkan harga bahan pangan pokok di tingkat konsumen. Sejak ditetapkan HET minyak goreng pada awal 2022 sebesar Rp14.000/liter (minyak curah dan kemasan) atau Rp15.500/kg (minyak curah), harga di pasaran justru menunjukkan tren kenaikan yang tajam. Meskipun sempat terjadi penurunan pada pertengahan tahun, harga minyak goreng kembali naik dan hingga November 2024 masih berada di atas HET yang ditetapkan. Sejak pertama kali ditetapkan pada 11 Januari 2022, data PIHPS menunjukkan bahwa harga minyak goreng justru meroket tajam hingga 25 persen dari sekitar Rp20.000/kg pada Januari 2022 menjadi Rp25.000/kg pada April 2022. Penurunan harga minyak goreng mulai terlihat pada Juli 2022. Pada saat ini November 2024 harga minyak goreng curah menjadi Rp17.850/kg dan minyak goreng kemasan mencapai Rp.21.100. Harga tersebut masih jauh di atas acuan HET setelah dua tahun lebih ditetapkan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, pada kasus beras yang merupakan pangan pokok utama masyarakat Indonesia, Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional menetapkan HET beras sebesar Rp10.900 - Rp11.800/kg untuk beras medium dan Rp13.900-14.800/kg untuk beras premium pada 31 Maret 2023. Akan tetapi, data PIHPS juga menunjukkan bahwa harga beras medium terus meningkat hingga 13,3 persen dari kisaran Rp13.500/kg pada Maret 2023 menjadi Rp15.300/kg pada November 2024, sedangkan harga beras premium turut meningkat hingga 14 persen dari kisaran Rp14.600/kg pada Maret 2023 menjadi Rp16.650/kg pada November 2024. Dari dua kasus bahan pangan pokok di atas menunjukkan bahwa penetapan HET masih belum dapat menurunkan harga pasar sesuai dengan HET dan justru membuat harga melonjak di awal-awal penetapannya.
ADVERTISEMENT
Dalam kerangka teori ekonomi, penetapan harga eceran tertinggi, yang lazim disebut sebagai kebijakan harga atap, merupakan suatu bentuk intervensi pemerintah untuk membatasi kenaikan harga suatu komoditas di atas level tertentu. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk melindungi konsumen, khususnya kelompok masyarakat berpendapatan rendah, dari dampak inflasi yang tinggi. Namun, ketika harga suatu barang dibatasi di bawah harga keseimbangan yang ditentukan oleh mekanisme pasar, hal ini dapat memicu peningkatan permintaan yang signifikan dari konsumen. Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran, yang kemudian memanifestasikan diri dalam bentuk kelangkaan barang tersebut di pasaran. Untuk mengatasi situasi ini, pemerintah seringkali perlu melakukan intervensi lebih lanjut dengan cara menggelontorkan stok cadangan nasional ke pasar guna memenuhi kebutuhan konsumen dan menjaga stabilitas harga.
ADVERTISEMENT
Pada kasus minyak goreng, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan melakukan operasi pasar dengan meluncurkan minyak kemasan Pemerintah bermerek MINYAKITA dengan harga sesuai ketetapan HET untuk meningkatkan suplai minyak goreng domestik dan mengatasi masalah distribusi. Ketika diluncurkannya MINYAKITA pada bulan Juli 2022, data PIHPS menunjukkan mulai adanya penurunan harga minyak goreng domestik secara perlahan sekitar 30,6 persen dari kisaran Rp24.000/kg pada Juli 2022 menjadi Rp16.650/kg padaNovember 2024. Meskipun sudah menunjukkan penurunan, harga tersebut masih jauh dibandingkan HET yang ditetapkan oleh pemerintah.
Sementara itu, pada kasus beras, Pemerintah melalui kerja sama Badan Pangan Nasional dan Badan Urusan Logistik (Bulog) juga melakukan operasi pasar dengan meluncurkan beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) pada Januari 2024 menggunakan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dengan target penyaluran minimal 1,2 juta ton atau menyesuaikan kondisi pasar. Semenjak digulirkannya beras program SPHP pada Januari 2024 dan ditetapkannya HET beras pada Maret 2024, harga beras di pasar belum menunjukkan penurunan dan justru meningkat terus-menerus hingga saat ini November 2024.
ADVERTISEMENT
Kedua kasus bahan pangan tersebut mengindikasikan tiga hal yaitu fenomena time-lag, ketidakcukupan stok cadangan domestik, dan ketidakefisienan proses distribusi. Fenomena time-lag umumnya terjadi pada implementasi kebijakan Pemerintah terkait perekonomian karena adanya masa tenggang antara perumusan kebijakan dan respon perubahan perilaku aktor di pasar akibat kebijakan tersebut. Ketidakcukupan stok cadangan domestik mengindikasikan masih rendahnya kapasitas daya serap Pemerintah terhadap bahan pangan tersebut saat panen raya. Pada jangka pendek, permasalahan tersebut dapat diatasi melalui impor yang harus dilakukan secara hati-hati dan terukur agar tidak mengakibatkan guncangan lebih lanjut di pasar. Ketidakefisienan proses distribusi dapat disebabkan oleh ketimpangan kualitas infrastruktur dan permasalahan birokrasi di daerah sehingga penyampaian distribusi bahan pangan tidak dapat serentak antardaerah sehingga perubahan harga di setiap daerah cenderung berbeda.
ADVERTISEMENT
Meskipun kebijakan HET telah menjadi langganan pemerintah dalam menghadapi lonjakan harga pangan, namun implementasinya seringkali dihadapkan pada berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah memastikan bahwa pasokan bahan pangan yang dikenai HET dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemerintah perlu melakukan proyeksi yang akurat terhadap peningkatan permintaan yang akan terjadi akibat penetapan HET, serta memastikan ketersediaan stok yang cukup untuk memenuhi proyeksi tersebut. Selain itu, pemerintah juga harus membangun sistem distribusi yang efektif dan efisien, sehingga bahan pangan dapat didistribusikan ke seluruh wilayah dengan cepat dan tepat waktu. Dengan demikian, kebijakan HET dapat berjalan efektif dan mencegah terjadinya kelangkaan serta penimbunan barang.