Belajar Dari Kasus Guru Sampang (Refleksi Pentingnya Pendidikan Keluarga)

Akh Fawaid
Merupakan Tenaga Pengajar di STIE Bakti Bangsa Pamekasan-Madura
Konten dari Pengguna
20 Maret 2018 19:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akh Fawaid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
kasus penganiyaan yang menimpa salah satu guru di SMAN 1 Torjun Sampang, Jawa Timur, Almarhum, Budi Cahyanto (27), sangat menampar dunia pendidikan Indonesia.sepanjang sejarah perjalanan dunia pendidikan di Indonesia, baru kali ini terjadi, penganiyaan dilakukan oleh murid terhadap gurunya sendiri. hingga, menyebabkan hilangnya nyawa sang guru.
ADVERTISEMENT
kasus penganiyaan siswa terhadap guru yang terjadi di Kabupaten sampang tersebut, semakin mempertegas pentingnya peran pendidikan keluarga. Keterlibatan orang tua dalam dunia pendidikan sangat penting dilakukan. Tujuanya, selain untuk mengetahui perkembangan belajar anak di sekolahnya, juga dalam rangka mendorong sifat rasa memiliki wali murid, terhadap sekolah, dimana anaknya mengeyam pendidikan.
ada beberapa model keterlibatan keluarga dan masyarakat, yang saat ini tengah dilakukan oleh sejumlah satuan pendidikan di Indonesia. misalnya, mengundang wali murid saat penerimaan siswa baru dan saat pemberian buku rapor (laporan resmi), atau saat kegiatan perpisahan kelas akhir. Artinya, dalam satu tahun, wali murid mengetahui aktivitas sekolah, hanya dua kali, yakni saat pemberian buku rapor (laporan resmi). sisanya, pada saat penerimaan siswa baru dan perpisahan siswa kelas akhir.
ADVERTISEMENT
Jika melihat dari catatan tersebut, keterlibatan keluarga dan masyarakat, sangatlah kecil dalam satuan pendidikan. sehingga, partisipasi keluarga dan masyarakat, terhadap satuan pendidikan, juga sangat rendah.
Padahal, sesungguhnya porsi terbesar pendidikan, berada di tatanan keluarga dan masyarakat. jika dikalkulasi dari limit waktu. untuk tingkat PAUD/RA, limit waktu aktivitas belajar di satuan pendidikan hanya 4-5 Jam, yakni mulai pukul 07.00 hingga 10.30. sisanya, kurang lebih 20-19 jam, waktu anak berada di keluarga.
Untuk tingkat SD/MI, waktu berada di satuan pendidikan selama 7 Jam. sisanya, 18 jam berada di pangkuan keluarga. sementara, untuk tingkat SMP/MTS, hanya selama 8 jam. sisanya, 17 jam berada di rumah atau keluarga. Sementara, untuk SMA/MA, sekalipun di beberapa daerah menerapkan Full Day Scool, limit waktu di satuan pendidikan hanya 10 jam. Sisanya yakni , 14 jam berada di lingkungan keluarga dan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Artinya, untuk tingkat satuan pendidikan di hari efektif masuk sekolah pada satuan pendidikan PAUD/RA, dalam satu semester atau enam bulan, berada di satuan pendidikan hanya 4.680 jam. sementara di keluargan dan masyarakat mencapai 17.784 Jam. Tingkat SD/MI berada di satuan pendidikan setiap semester 6.552 Jam. Jauh waktu siswa bersama keluarga yang mencapai 16.848 jam.
sementara untuk tingkat SMP/MTS berkisar sekitar 7.488 jam, sementara waktu bersama keluarga dalam satu semester atau enam bulan sebanyak 15.912 jam. Untuk SMA/MA waktu di dalam sekolah sebanyak 9.360 Jam. Waktu bersama keluarga dan masyarakat 13.104 Jam. data tersebut belum termasuk hari libur setiap hari minggu ataupun hari jum’at (sekolah yang berada di kawasan pesantren) maupun hari libur Nasional.
ADVERTISEMENT
Pola keterlibatan keluarga dan masyarakat di satuan pendidikan perlu di formulasikan secara baik, oleh Pemerintah. Jika melihat dari data diatas, sangat jelas porsi terbesar pendidikan anak, berada di tangan keluarga dan masyarakat. Sehingga, perlu terobosan kurikulum, yang didalamnya ada keterlibatan keluarga dan masyarakat.
misalnya, perlunya wali murid memberikan laporan aktivitas anak, diluar satuan pendidikan. atau mematenkan program yang harus dipenuhi diluar satuan pendidikan. sama dengan program laporan belajar baca-tulis Al-Qur’an, yang diterapkan beberapa satuan pendidikan, pada saat bulan Ramadhan. dalam laporan tersebut, tertera laporan perkembangan anak tentang baca-tulis Al-Qur’an dari Ustad-Ustadhah lingkungan anak tersebut.
laporan atas aktivitas dan kegiatan anak, diluar satuan pendidikan tersebut, bisa dilakukan dalam satu minggu sekali, oleh wali murid, kepada sekolah. dimana kisi-kisi laporan, diberikan oleh satuan pendidikan. Namun, tentap mengacu kepada tiga aspek pendidikan, yakni Kognitiv, Afektif dan Psikomotorik. atau dikerucutkan kepada dua aspek saja, misalnya aspek Afektif dan Psikomorik atau istilah kerren-nya, pendidikan karakter. sisanya, yakni Kognitif menjadi ranah satuan pendidikan.
ADVERTISEMENT
dengan cara tersebut, minimal lingkungan keluarga dan masyarakat, ikut terlibat dalam mengawasi dan mengontrol anak. tidak seperti yang terjadi di satuan pendidikan saat ini. semenjak anak tersebut, didaftarkan dan diterima di satuan pendidikan, selanjutnya keluarga memasrahkan sepenuhnya kepada satuan pendidikan. bahkan, nyaris sangat kecil keterlibatan keluarga dalam menjaga anak. Keterlibatan keluarga dan masyarakat justru muncul, disaat anak diterpa masalah di sekolah. misalnya tawuran ataupun sering membolos. sisanya, satuan pendidikan yang lebih berperan aktiv, melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap aktivitas anak.
Sehingga, perlunya membangun persepsi bersama antara satuan pendidikan dengan keluarga dan masyarakat, tentang kewajiban, tugas dan wewenang dalam menjaga dan mengontrol anak. catatan diatas, merupakan tawaran penulis, yang mungkin bisa diterapkan di satuan pendidikan. ****
ADVERTISEMENT