Konten dari Pengguna

Brown (2)

8 September 2017 10:47 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari akhlis purnomo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perempuan itu memperkenalkan dirinya pada saya. Ia jabat tangan saya dan tersenyum ramah,"Margaret..."
ADVERTISEMENT
Mereka sedang bertugas dalam masa pengabdian pada gereja, terang Margaret tanpa saya minta. Saya hanya manggut-manggut.
"Namanya brother Brown," ucapnya memperkenalkan anak muda yang baru saja saya ajak bicara dan bertanding pull-up. Satu anak muda lagi ia tak kenalkan pada saya.
Kedua pemuda Amerika itu sama-sama berbicara pelan. Saat mereka berbicara pada Margaret, mereka memakai bahasa Indonesia yang fasih dan informal. Mereka pembelajar bahasa yang ulung, saya simpulkan.
Rambut Margaret telah sebagian memutih. Tubuhnya kurus dan tampak lemah, tanda ia tak pernah berolahraga.
Benar saja, karena saat Brown mengajaknya untuk bergerak lebih intens, Margaret menolak. "Tidak, saya biasanya cukup berolahraga ringan saja," kilahnya sembari pura-pura sedang berolahraga dengan menggoyang-goyangkan kedua lengannya ke depan dan belakang. Saya tidak melihat adanya keringat di mukanya walaupun cahaya matahari menimpa wajahnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Brown asyik mencoba berbagai perangkat olahraga yang tersedia di ruang terbuka ini. Ada berbagai bar dalam berbagai bentuk dan kegunaan. Ia sedang mencoba dua bar yang setinggi pinggang. Saya lihat ia cukup berat dan terengah-engah dalam melakukan di dip. Trisep dan punggung atasnya kewalahan mengangkat tubuh bawah yang begitu besar.
Saya melanjutkan sesi latihan pribadi yang tersela sementara oleh Margaret yang menghampiri. Dengan salah satu kaki saya jejakkan ke depan dan lutut kaki belakang turun hingga ke lantai, saya nikmati peregangan itu sembari bermandi cahaya mentari pagi yang menghangatkan punggung. Dan untuk membuat postur ini lebih terasa, saya pun memutar kedua bahu ke samping dengan tujuan memilin tubuh. Perut saya kempiskan begitu napas saya buang habis keluar. Saya tahan beberapa napas untuk membiarkan perut saya terpijat oleh paha, dengan kedua tanggan menggamit satu sama lain dari belakang punggung dan bawah paha. Tidak ada hambatan berarti saat melakukan ini. Artinya, saya masih sehat, bebas cedera.
ADVERTISEMENT
Brown menyaksikan saya yang merasa nyaman di postur itu dan berkomentar lagi,"Kamu lentur sekali. Sudah latihan berapa lama?"
Saya ceritakan bahwa saya sudah mulai berlatih yoga sejak tujuh tahun lalu. Semuanya hanya keisengan di akhir minggu. Tetapi karena terus berlanjut setiap pekan, akhirnya yoga bisa menjadi salah satu alat saya mencari makan.
"Apakah ini sekadar hobi?" tanyanya.
Tidak, saya juga bekerja dan mencari nafkah dengan ini, ujar saya sembari menormalkan posisi tubuh agar tidak tersengal saat mengobrol bersamanya.
Obrolan kami terhenti sejenak sebab Brown ingin mencoba sebuah gerakan di bar yang lebih rendah.
Kedua tangannya mencengkeram erat bar vertikal itu dan tubuhnya miring ke kanan. Rupanya ia ingin melakukan "human flag". Bagi Anda yang tidak pernah menyaksikannya, bayangkan Anda menjadi sebuah bendera. Kedua tangan Anda bekerja keras menjadi penyokong tubuh agar bisa lurus ke samping, sejajar dengan lantai. Dan otot di seluruh tubuh mesti aktif dan tegang dan kuat.
ADVERTISEMENT
Brown mencoba menahan "human flag". Satu detik saja ia berhasil dan menyerah kalah. Perutnya yang agak sedikit membuncit muncul dari balik kaos putih yang ia kenakan. Butir-butir keringat mulai menghiasi dahi dan pelipisnya.
"Saya tidak kuat lagi," ia elus perutnya. Brown tata kembali kaosnya agar perutnya yang berbulu pirang itu tak menyembul ke mana-mana. Ia seakan tahu saya juga geli melihatnya.
Saya pun tergoda mencoba. Meski saya lebih ringan, lengan saya belum sekuat dia, dan ditambah dengan kekuatan otot inti tubuh yang belum seberapa, saya pun gagal menyamai rekornya. Tak sanggup saya luruskan kedua kaki ke samping. Ah! (berlanjut)