Tragedi Kanjuruhan, Akumulasi dari Fanatisme Sepak Bola Indonesia

Akhlis Nastainul Firdaus
Aktivis Mahasiswa Peneliti Surabaya Academia Forum (SAF) Universitas Muhammadiyah Surabaya
Konten dari Pengguna
5 Oktober 2022 14:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akhlis Nastainul Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi gambar pasca tragedi Kanjuruhan (Shutterstock)
Tragedi di Kanjuruhan sungguh bencana kemanusiaan yang memilukan, bagaimana tidak? betapa murahnya harga sebuah nyawa yang ditukarkan dengan fanatisme buta dengan namanya sepak bola.
ADVERTISEMENT
Dalam sepak bola, kecintaan berlebihan terhadap klub kesayangan adalah sebuah harga diri. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa klub sepak bola adalah agama kedua bagi mereka yang sangat membela dan mendukung timnya. Sehingga wajar apabila sebuah tim tercintanya diremehkan, dihina, atau bahkan sampai kalah dengan rivalnya dikandang sendiri menimbulkan kekecewaan yang berlebihan.
Tragedi Kanjuruhan mengingatkan kita pada tragedi higlsbourgh yang menewaskan 89 pendukung liverpool. Kejadian tersebut menjadi catatan kelam dalam sejarah sepak bola dunia, dan kejadian itu kini dipecahkan rekornya di Kanjuruhan yang korbanya kurang lebih 127 orang, kini dunia melihat indonesia betapa ngerinya tragedi Kanjuruhan. 1 Oktober 2022 akan menjadi peristiwa kelam dalam sepak bola Indonesia dan dunia.
Tidak terlalu fanatik berlebihan
ADVERTISEMENT
Fanatisme berlebihan akan muncul tanpa kita sadari yang banyak penggemar sepak bola di indonesia yang menjadi tumbal fanatisme olahraga ini. Mengapa banyak orang yang salah mengartikan rivalitas yang sesungguhnya, apakah ini yang diartikan sepak bola sebagai agama kedua bagi beberapa kalangan.
Akhirnya fanatiseme dan gengsi berlebihan dibalut dengan kata harga diri tampaknya membuat kita makin mundur untuk memahami konsep menikmati sepak bola karena persetan dengan harga diri jika pada akhirnya menimbulkan tragedi.
Tragedi duka Kanjuruhan
Tragedi Kanjuruhan merenggut hingga ratusan korban jiwa, kericuhan pecah di stadion kanjuruhan, Malang, usai laga lanjutan liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya. Suporter tuan rumah yang kecewa atas kekalahan yang dialami oleh timnya kemudian masuk ke lapangan.
ADVERTISEMENT
Bentrok antara suporter dan aparat keamanan di lapangan pun tak terhindarkan pada saat itu, yang di mana ratusan para pendukung arema turun ke lapangan untuk melampiaskan kekecewaan mereka terhadap timya yang menuai kekalahan dari rivalnya.
Tragedi Kanjuruhan adalah sebuah pelajaran yang sangat berharga, tentang fanatisme kepada klub yang terkadang jauh melebihi dosis seharusnya, tentang aparat keamanan yang harus sigap berjaga tanpa harus represif terhadap suporter dan tentang indahnya sepak bola yang seharusnya dinikmati dengan sukacita.
Memang kejadian seperti ini sangat disayangkan karena nyawa tidak sebanding dengan aksi yang terlalu fanatik, tetapi memang pada dasarnya sepak bola indonesia tidak bisa lepas dari hal suporter yang fanatik berlebihan. Semoga adanya tragedi ini tidak terulang kembali dan adanya kasus ini di indonesia kedepanya lebih baik.
ADVERTISEMENT
Mari kita bersama mencintai apa pun itu, termasuk klub sepak bola menjadikan sepak bola sebagai pertunjukan yang dinikmati dengan sukacita bukan dengan suka duka, dengan sewajarnya saja tanpa perlu terlalu berlebihan, serta tidak melakukan hal-hal yang nantinya bisa menimbulkan hal yang tidak baik pada diri kita sendiri.
Sepak bola bukan sekadar hidup dan mati, bahkan lebih dari itu, kata Bill Shankly, legenda Liverpool FC.
''Tak seharusnya kita mempertaruhkan hidup kita dan tak ada pertandingan atau klub sepak bola yang sebanding dengan nyawa, jika ada, lebih baik sepak bola tidak ada sama sekali daripada mempertaruhkan kehidupan manusia''.