Jogo Bonito ala Menlu Retno

Konten dari Pengguna
23 Juli 2018 23:20 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akhmad Baihaqie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sepakbola dan diplomasi adalah seni. Teknik dan strategi menjadi urat nadi. Tujuannya sama, memastikan gawang sendiri aman dan melesatkan gol ke mistar lawan. Bedanya, sepakbola menggocek bola bundar, sementara diplomasi “memainkan” dunia yang bundar.
ADVERTISEMENT
Jagat sepakbola mengenal berbagai macam teknik dan taktik. Sebut saja Tiki Taka ala Spanyol, Kick and Rush ala Inggris, dan tentunya Jogo Bonito ala Brasil. Berasal dari bahasa Portugal, Jogo Bonito berarti permainan indah.
Pola ini merupakan paduan keindahan yang memanjakan mata serta serangan yang mengejutkan pertahanan lawan. Sangat populer di tanah kelahirannya, teknik yang menjamur di tahun 1950-an ini sukses mengantarkan tim Samba merebut lima kali Piala Dunia. Ini adalah ikon bagi seleccao.
Apa hubungannnya dengan diplomasi? Dalam beberapa waktu terakhir ini, Kemlu terlihat tengah memainkan irama Jogo Bonito. Tidak seperti catenaccio yang mendewakan pertahanan dan memasang gerendel ganda di lini belakang, Jogo Bonito menyerang jantung pertahanan lawan secara aktif, menguasai jalannya permainan, dan menghindar dari dikte irama lawan. Inilah nafas bebas aktif yang telah lama mengalir dalam jantung perjuangan diplomasi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Torehan gol terbesar diplomasi saat ini adalah tembusnya Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) PBB. Head to head melawan tim Maladewa besutan Menlu Mohamed Asim yang mengandalkan narasi keadilan agar small island states bisa duduk di dalam DK.
Tim asuhan Menlu Retno aktif mematahkan serangan dengan menampilkan rekam jejak credentials Indonesia sebagai negara yang selalu berdiri di garda depan perdamaian dunia. Sejumlah 2.694 pasukan perdamaian Indonesia tersebar di beberapa misi PBB adalah contohnya.
Liga DK PBB bergulir dua tahun sebelumnya. Indonesia terus menyisir dukungan dari berbagai negara. Tidak tanggung-tanggung, di barisan starting eleven, manajer tim Indonesia, Presiden Jokowi, menurunkan pemain-pemain gaek yang masih produktif seperti Mantan Menlu Hassan Wirajuda, Mantan Mendag M Lutfi, dan mantan Kepala BKPM Mahendra Siregar. Ketiga Utsus Presiden untuk DK tersebut menjaga ritme permainan dengan umpan bola-bola indah yang siap gol.
ADVERTISEMENT
Hasilnya memuaskan. Indonesia mendulang 144 poin, sementara Maladewa harus puas dengan perolehan 46 poin. Bukan sekadar kemenangan, hasil tersebut adalah pengakuan dunia internasional bahwa Indonesia bisa mengemban amanat perdamaian yang menjadi cita-cita bersama masyarakat dunia.
Jogo Bonito terus melakukan serangan terarah walau pertandingan berada dalam injury time dan kemenangan di depan mata. Dalam kata lain, bola akan terus bergulir meski dewi fortuna sudah berada di pihak kita hingga pertandingan benar-benar bubar dan wasit meniup peluit.
Tidak ada comfort zone dan self-complacency dalam kamus diplomasi. Persatuan dan kepemimpinan ASEAN di kawasan sudah tidak diragukan lagi. Dalam situasi yang relatif aman tersebut, Menlu Retno terus menciptakan terobosan dengan mengajukan konsep Indo Pasifik untuk memastikan “tiga poin” dalam klasemen pertandingan melawan konsep serupa racikan Amerika, Tiongkok dan Australia.
ADVERTISEMENT
Diantara kunci sukses dalam sebuah pertandingan adalah prosentasi ball possession, dan jaminan bahwa bola tersebut terus bergulir mendekat mistar gawang lawan. Umumnya, semakin tinggi ball possession, semakin besar peluang kemenangan.
Seluruh jawara liga Eropa menjiwai mantra tersebut. Pemenang musim 2017-2018 adalah tim yang sukses menguasai bola di atas rata-rata. Sepanjang musim, prosentase penguasaan bola Manchester City tercatat sebesar 66.4%, Paris Saint-German menyentuh angka 63,7%, Muenchen sebesar 62,2%, sementara Barcelona berada pada angka 61,2%.
Hampir di setiap pertarungan global, prosentasi “issue possession” klub Indonesia cukup tinggi. Indonesia selalu aktif tampil dan memberi sentuhan narasi yang muncul dalam berbagai isu global. Dalam isu Rakhine State, kita mengajukan proposal 4+1. Saat Qatar menjadi bulan-bulanan, Presiden Jokowi menawarkan bantuan mediasi bagi pihak yang bertikai. Saat perhatian terhadap isu Palestina mulai kendur, Indonesia berinisiatif menjadi tuan rumah OIC Extraordinary Summit on Palestine and Al-Quds Al-Sharif.
ADVERTISEMENT
Penguasaan area lapangan juga penting. Dengan skill individu serta stamina yang panjang, setiap pemain menjaga lini tengah, depan, dan belakang. Itu pula teknik diplomasi kita.
Di barisan zona satu, Indonesia terus merawat ASEAN dengan berbagai mitra wicaranya. Di zona kawasan terdekat, Indonesia menjalin hubungan baik dengan negara-negara pasfik dengan menjadi associate member MSG dan mitra dialog PIF.
Indonesia terus meningkatkan hubungan yang lebih dinamis dengan Afrika paska kegiatan Indonesia-Africa Forum. Kemitraaan dengan negara Eropa dan Timur Tengah terus dijaga. Di area terjauh Amerika Selatan dan Karibia, indonesia melakukan umpan silang dengan meningkatkan people to people contact.
Sayangnya, negative football tengah mewabah di dunia diplomasi Cirinya adalah mulai populernya unilateralisme. Dengan slogan Make America Great Again, AS keluar sepihak dari perjanjian JCPOA, menarik diri dari Dewan HAM PBB, kemudian menyatakan perang dagang dengan Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Pola totall defensive ini menjadikan bola cenderung mondar-mandir setengah lapangan dan mengancam permainan menjadi monoton. Kemungkinan terburuknya, penonton yang telah membayar tiket dengan mahal mengambil sikap. Lempar botol air, menyalakan mercon atau mungkin turun langsung ke lapangan.
Karenanya, Indonesia cukup prihatin dengan situasi tersebut dan membujuk semua pihak terkait agar ritme permainan diplomasi kembali kepada fitrah sejatinyanya, yaitu multilateralisme, dialog dan perundingan.
Laiknya Jogo Bonito, di bawah besutan Menlu Retno, diplomasi Indonesia memadukan antara kelihaian individu dan kemampuan kerja dalam kelompok. Untuk itu, pola pembinaan pemain menjadi sangat krusial.
Pusdiklat Kemlu diamanatkan mencetak pemain-pemain handal siap pakai yang terus mengikuti tren global. Pusdiklat terus memutakhirkan kurikulum pengajarannya dengan memasukkan berbagai mata pelajaran kekinian.
ADVERTISEMENT
Muncullah kolaborasi indah antara pusdiklat dan tim media-media sosial dan visual. Pusdiklat juga mengundang “pelatih-pelatih” kawakan di bidangnya untuk berbagi pengalaman seperti Mantan Menlu Marty. Di tingkat pemula, Menlu Retno bahkan turun langsung ke lapangan membakar semangat para diplomat-diplomat muda.
Inilah formasi permainan diplomasi Indonesia. Aktif, dinamis, dan cerdas menyikapi pergerakan bola dunia. Pada saat bersamaan, terus berusaha menyuguhkan hasil nyata untuk kepentingan nasional Indonesia.