Konten dari Pengguna

Mat Budek, dan Sistem Penamaan Betawi

Ahmad Baihaki
Seorang peminat bahasa, Aki tengah mencari jati diri sebagai orang Betawi setelah 20 tahun tinggal di luar negeri. Ia lahir di Kebon Jeruk, Jakarta.
20 April 2018 19:57 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Baihaki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ondel-Ondel dan Anak Betawi Tempo Dulu (Foto: Dok: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Ondel-Ondel dan Anak Betawi Tempo Dulu (Foto: Dok: Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Saya baru mendapatkan forward-an dari satu grup Whatsapp tentang pembentukan nama panggung dangdut. Penamaan ini berdasarkan pemetaan tanggal, dan bulan lahir dengan beberapa pilihan nama kondang penyanyi ditambah kata acak seperti Karburator, Jambak, dan Penyok. Lumayan untuk bahan ketawaan, dan menambah riuh grup.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya sudah cukup lama saya ingin tahu bagaimana pembentukan nama di etnis Betawi. Selama 37 tahun usia saya ini, saya selalu merasa orang tua saya sangat tidak kreatif, dan orisinal dalam memberikan nama anak. Bayangkan, 3 anak lelaki semua bernama ‘Ahmad’!
Saat saya tanyakan ke ibu, beliau menjawab nama saya waktu itu dikocok saat sedekahan. Sayangnya, Ibu pun sudah tidak ingat nama-nama lain dalam gelas kocokan itu.
Setelah membaca buku folklor betawi oleh Abdul Chaer, baru saya memahami mengapa banyak sekali Mamat, Dulo, dan Udin di lingkungan kehidupan saya.
Dahulu pemberian nama di etnis Betawi bukanlah semata wewenang orang tua namun menjadi urusan keluarga, dan para tetua. Dalam suatu sedekahan (biasanya dengan hidangan bubur merah putih), para tetua dan orang tua bayi berunding mencari nama yang bagus.
ADVERTISEMENT
Anak perempuan biasanya diberikan nama keluarga Rasulullah seperti Siti Khadijah, Siti Fatimah atau Siti Aminah. Referensi lainnya biasanya dari tokoh-tokoh dalam Al Quran atau kitab lainnya misalnya Zainab atau Hindun.
Nama anak laki-laki wajarnya diambil dari nama sejarah Islam, Al Quran atau Asma’ul Husna (nama-nama baik Allah) seperti Qadir, Gafur, Latif dan sebagainya. Lalu di depan nama pilihan itu ditambahkan Ahmad, Muhammad atau Abdul.
Untuk nama kecil atau sapaan, bentuknya pun seragam misalnya Abdullah menjadi Dulo atau Uwo, Abdul Rahman menjadi Maman atau Domang, dan Abdul Rasyid menjadi Encit.
Ahmad atau Muhammad dipanggil Mamat (dikontraksi menjadi Mat) dan Ibrahim menjadi Boim. Saking populernya nama-nama ini, biasanya diberikan penanda berdasarkan kondisi fisik atau situasi yang melekat pada orang itu seperti Mat Item, Mat Kaya, Boim Budek atau Boim Tonggos.
ADVERTISEMENT
Jadi pada dasarnya penamaan anak di Betawi tempo dulu didasarkan atas nama-nama baik dari kitab atau nama-nama Islami. Hanya nama panggilan saja yang biasanya disematkan oleh teman dan kerabat sebagai tanda kedekatan dan sedikit gurauan. Oleh karenanya saya tergelitik sekaligus heran ada orang tua yang menamai anaknya Kentut.
Mat Budek, dan Sistem Penamaan Betawi (1)
zoom-in-whitePerbesar