Bertahan untuk Anak atau Berpisah demi Kebaikan Anak?

akit afit datul kusna
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
22 Juli 2023 14:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari akit afit datul kusna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi foto anak, ibu dan ayah (foto: paxels.com)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi foto anak, ibu dan ayah (foto: paxels.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika hubungan pasangan suami-istri sedang berada di ujung tanduk pernikahan, tentu mereka akan mempertimbangkan baik dan buruknya untuk keduanya. Pertimbangan dan keputusan yang diambil akan menjadi lebih berat ketika pasangan yang sudah menikah memiliki anak.
ADVERTISEMENT
Bukan karena anak adalah beban bagi pasangan yang menikah. Namun, segala keputusan yang akan dibuat nantinya, tentu saja akan di prioritaskan untuk anak-anaknya. Hal ini dikarenakan, ketika pasangan suami istri yang sudah menikah dan dikaruniai anak, hubungan yang ada tidak hanya antara dua orang saja.
Akan tetapi, ada anak yang harus diprioritaskan kebahagiaannya. Hal ini dikarenakan, ketika pasangan suami istri yang sudah menikah dan dikaruniai anak, hubungan yang ada tidak hanya antara dua orang saja. Akan tetapi, ada anak yang harus di prioritaskan kebahagiaannya.
Untuk itu, ketika keduanya merasa hubungan pernikahan yang dijalani tidak lagi membahagiakan satu sama lain. Apa yang sebaiknya dilakukan? Apakah bertahan untuk anak atau berpisah demi kebaikan tumbuh kembang anak?
Ilustrasi pasangan bercerai. Foto: Shutterstock
Mungkin sebagian besar orang tua di luar sana memilih untuk bertahan untuk anak. Keputusan yang tidak sepenuhnya salah, karena sebagai orang tua tentunya akan berupaya agar anak-anaknya tumbuh dan berkembang dengan orang tua yang lengkap. Dapat merasakan figur ayah dan juga ibu di tengah-tengah kehidupannya.
ADVERTISEMENT
Namun, sebagian orang tua mungkin lupa bahwa sebagai anak mereka juga menginginkan kedua orang tuanya dapat hidup dengan bahagia. Dalam hal ini, tidak ada pihak yang merasa terpaksa mempertahankan sesuatu yang memang sebaiknya harus dilepaskan.
Sejatinya tidak ada istilah anak broken home apabila perpisahan orang tua tidak menjadikan anak menjadi jauh dari salah satu pihak. Ada beberapa orang tua yang memutuskan untuk mempertahankan rumah tangganya, padahal hubungan keduanya tidak lagi baik untuk dipertahankan.
Salah satunya adalah sering bertengkar dengan nada tinggi. Hal ini tentu tidak baik terhadap tumbuh kembang dan psikologis anak. Tak jarang mereka yang sering mendengar dan melihat orang tuanya bertengkar mengatakan “kenapa tidak berpisah saja, daripada setiap hari bertengkar”.
ADVERTISEMENT
Tidak semua orang tua memahami kondisi anaknya, tidak jarang pula banyak anak yang memilih merantau ke luar kota bahkan keluar pulau, alasannya sangat sederhana. Mereka lelah mendengar pertengkaran kedua orang tuanya, dan ingin merasakan suasana yang tenang dalam belajar.
Ilustrasi perceraian Foto: Shutterstock
Memutuskan bertahan untuk anak bisa saja dilakukan, jika orang tua mampu menyelesaikan permasalahan dengan baik. Dalam hal ini, tidak bertengkar di depan anak dan tidak dengan nada tinggi yang dapat mengganggu konsentrasi belajar anak.
Sebagai orang tua, tentu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Namun, keputusan yang terbaik adalah orang tua juga memiliki hak untuk menjalani hidup yang bahagia. Berpisah untuk kedamaian hati dan kebaikan anak adalah keputusan yang tepat, sebab tidak ada yang bisa mengontrol hidup seseorang kecuali dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Sejatinya, berpisah ataupun tidak anak akan tetap menjadi anak, sampai kapanpun itu. Perpisahan orang tua tidak boleh menyebabkan anaknya menjadi kehilangan figur ibu dan ayah.