Konten dari Pengguna

De-dolarisasi: Pergeseran Tatanan Ekonomi Global dan Implikasinya bagi Indonesia

Akram Ziyad Hananto Putra
Mahasiswa S-1 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret
11 Desember 2024 14:20 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akram Ziyad Hananto Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
de-dolarisasi dalam tatanan ekonomi global, sumber gambar: gambar dibuat menggunakan teknologi AI
zoom-in-whitePerbesar
de-dolarisasi dalam tatanan ekonomi global, sumber gambar: gambar dibuat menggunakan teknologi AI
ADVERTISEMENT
Dominasi dolar AS sebagai mata uang cadangan global mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Fenomena de-dolarisasi yang kini menjadi tren global tidak hanya mencerminkan pergeseran ekonomi, tetapi juga dinamika geopolitik yang kompleks. Artikel ini mengulas secara mendalam tentang tren de-dolarisasi global, faktor-faktor pendorongnya, serta dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.
ADVERTISEMENT

Latar Belakang: Hegemoni Dolar dan Tantangannya

Sejak Konferensi Bretton Woods pada tahun 1944, dolar AS telah menjadi mata uang utama dalam transaksi internasional. Posisi ini diperkuat oleh status Amerika Serikat sebagai kekuatan ekonomi dan militer terbesar pasca Perang Dunia II. Namun, dominasi ini kini menghadapi tantangan serius dari berbagai penjuru dunia.
Pada dasawarsa terakhir, beberapa faktor telah mendorong negara-negara untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap dolar AS. Sanksi ekonomi yang dijatuhkan AS terhadap berbagai negara, termasuk Rusia dan Iran, telah menyadarkan banyak negara akan risiko ketergantungan pada sistem keuangan yang didominasi dolar (IMF, 2023). Situasi ini diperparah oleh kebijakan moneter AS yang agresif pasca pandemi COVID-19, yang mengakibatkan volatilitas nilai tukar dan inflasi global.
ADVERTISEMENT

Manifestasi De-dolarisasi dalam Tatanan Global

1. Diversifikasi Cadangan Devisa

Bank sentral di berbagai negara mulai mendiversifikasi cadangan devisa mereka. China, Rusia, dan beberapa negara BRICS telah secara signifikan mengurangi kepemilikan obligasi pemerintah AS dan beralih ke emas serta mata uang alternatif. Data Bank for International Settlements menunjukkan bahwa porsi dolar dalam cadangan devisa global mengalami tren penurunan yang signifikan dalam dua dekade terakhir (BIS, 2022).

2. Penguatan Sistem Pembayaran Alternatif

Kemunculan sistem pembayaran alternatif seperti China's Cross-Border Interbank Payment System (CIPS) dan sistem SPFS Rusia menandai upaya serius untuk mengurangi ketergantungan pada SWIFT yang didominasi Barat. Bank Indonesia mencatat bahwa perkembangan sistem pembayaran alternatif ini telah mendorong perubahan signifikan dalam lanskap sistem pembayaran internasional (Bank Indonesia, 2022).

3. Penggunaan Mata Uang Lokal dalam Perdagangan Bilateral

Semakin banyak negara yang mengadopsi penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan bilateral. India dan Uni Emirat Arab telah menandatangani perjanjian untuk menggunakan rupee dan dirham dalam transaksi perdagangan mereka. Demikian pula, ASEAN telah mengembangkan Local Currency Settlement Framework untuk mendorong penggunaan mata uang lokal di kawasan (Ong et al., 2023).
ADVERTISEMENT

Implikasi bagi Indonesia

1. Peluang Penguatan Rupiah

De-dolarisasi global membuka peluang bagi penguatan peran rupiah di kawasan. Indonesia, sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, memiliki potensi untuk meningkatkan penggunaan rupiah dalam perdagangan regional. Bank Indonesia telah mengambil langkah proaktif dengan menandatangani bilateral swap arrangement dengan beberapa negara dan mendorong Local Currency Settlement (LCS).

2. Diversifikasi Risiko Ekonomi

Pengurangan ketergantungan pada dolar AS dapat membantu Indonesia memitigasi risiko yang terkait dengan volatilitas mata uang global. Hal ini particularly penting mengingat pengalaman krisis ekonomi 1997-1998 yang sebagian dipicu oleh ketergantungan berlebihan pada dolar AS.

3. Tantangan Transisi

Meskipun menawarkan peluang, transisi menuju sistem keuangan yang kurang bergantung pada dolar AS juga menghadirkan tantangan. Indonesia perlu mempertimbangkan:
ADVERTISEMENT

Strategi Adaptasi Indonesia

1. Penguatan Fundamental Ekonomi

Untuk memanfaatkan peluang de-dolarisasi, Indonesia perlu memperkuat fundamental ekonominya melalui:

2. Diplomasi Ekonomi

Indonesia perlu mengintensifkan diplomasi ekonomi untuk:

3. Inovasi Sistem Pembayaran

Bank Indonesia dan otoritas terkait perlu mendorong:

Kesimpulan

Tren de-dolarisasi global merepresentasikan pergeseran fundamental dalam tatanan ekonomi internasional. Bagi Indonesia, fenomena ini membawa peluang sekaligus tantangan yang perlu direspon secara strategis. Keberhasilan adaptasi terhadap perubahan ini akan sangat bergantung pada kemampuan Indonesia untuk memperkuat fundamental ekonomi, mengoptimalkan diplomasi ekonomi, dan mengembangkan infrastruktur keuangan yang modern dan efisien.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
International Monetary Fund. (2023). "Currency Composition of Official Foreign Exchange Reserves (COFER)." IMF Data, Washington, DC. https://data.imf.org/?sk=e6a5f467-c14b-4aa8-9f6d-5a09ec4e62a4
Bank for International Settlements. (2022). "Annual Economic Report 2022." BIS, Basel, Switzerland. https://www.bis.org/publ/arpdf/ar2022e.pdf
Bank Indonesia. (2022). "Laporan Perekonomian Indonesia 2022." Jakarta: Bank Indonesia. https://opaclib.inaba.ac.id/index.php?p=show_detail&id=4292&keywords=
Ong, L. L., Long, Q. T., Nam, N. H., Pande, P., Macro-Financial Research Group, Financial Surveillance, Bank Indonesia, & AMRO. (2023). Expanding Local Currency Transactions in ASEAN+3 Cross-Border Payments. In Expanding Local Currency Transactions in ASEAN+3 Cross-Border Payments [Policy Position Paper].
Disclaimer: Artikel ini merupakan analisis independen berdasarkan data dan informasi yang tersedia hingga 11 Desember 2024. Pandangan yang disampaikan merupakan perspektif pribadi penulis dan tidak mencerminkan posisi resmi institusi manapun.
ADVERTISEMENT