Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Cashback E-Commerce Dalam Pandangan Islam
11 Oktober 2024 15:58 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berliani Aksyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Di era digital saat ini tentu kita sudah tidak asing lagi dengan kata cashback, bahkan cashback menjadi sesuatu yang sangat di buru oleh pengguna e commerce. Sebagai seorang muslim sudahkah kita berfikir dan mencari tahu apakah di perbolehkan cashback? atau ternyata cashback ini bertentangan dengan hukum syariat islam yaitu Al-Qur'an dan Hadits?
ADVERTISEMENT
Sebelum kita bahan lebih jauh tentang hukum mari kita ketahui dahulu pengertian dari cashback. Cashback merupakan penawaran bagi costumer berupa poin digital atau uang digital yang akan diberikan kepada costumer jika telah membeli sebuah barang dari penjual dengan kesepakatan bersama.
Penggunaan cashback dalam hukum Islam terdapat dua pendapat, ada yang mengharamkan ada juga yang membolehkan. Islam membedakan kegiatan muamalah dari segi akadnya. Akad penggunaan cashback yaitu akad salam, karena cashback yang dimaksud jika memesan barang di sebuah e commerce maka akan mendapatkan cashback.
ADVERTISEMENT
cashback termasuk dalam khiyar ghabn. Al-ghabn berasal dari bahasa arab dari kata غبن secara istilah al-ghabn memiliki makna yang sama dengan an-nasq yaitu pengurangan. Khiyaar ghabn diperbolehkan oleh ulama hanafiyah jika tipuannya (ghabn) mengandung bujukan (taghrir). Cashback dibolehkan karenasebuah tipuan untuk membujuk pelanggan serta tidak merugikan salah satu pihak.
Dinyatakan dalam al-Ikhtiyarat,
ويصح الصلح عن المؤجل ببعضه حاالً وهو رواية
عن أحمد وحكى قوالً للشافعي
Boleh membuat kesepakatan potongan pembayaran cicilan dan ini merupakan pendapat Imam Ahmad dalam satu riwayat dan satu keterangan dari Imam as-Syafi’i. (al-Ikhtiyarat alFiqhiyah, 1/478). Alasan Ibnul Qoyim yang membolehkan hal ini, karena kesepakatan ini kebalikan dari riba. Dalam transaksi riba, waktupelunasannya ditambah dan nilai utang dinaikkan (Romdhon, 2015: 67). Dalam transaksi riba, ada tambahan pembayaran sebagai ganti dari penundaan. Sementara kesepakatan ini bentuknya mengurangi beban pembayaran, sebagai ganti dari pengurangan waktu pelunasan.
ADVERTISEMENT
Juga disebutkan dalam riwayat lain dari Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau menagih utang dari Ibnu Abi Hadrad di masjid, sampai teriakteriak, hingga terdengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau keluar rumah memanggil ka'ab
يا كع ُب ضع من َدينك هذا , فأومأ إليه: أي ال َّشط َر، قال: لقد فعل ُت يا رسو َل هللا،ِ قال: ق ْم فاق ِضه
“Wahai Ka’ab, berikan potongan untuk utangnya,” beliau berisyarat setengah. Ka’ab berkata, ‘Aku lakukan Ya Rasulullah.’ Beliau perintahkan kepada orang ini, “Lunasi utangnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Sehingga dapat di simpulkan bahwa Cashback dibolehkan hukumnya karena cashback merupakan hadiah bagi pelanggan ada unsur kerelaan didalamnya. Seller e commerce membuat cashback karena rela dan tujuannya untuk membujuk pelanggan. Disini ada sifat kerelaan dari penjual ke pelanggan, begitu pula dengan pelanggan ada rasa bahagia karena mendapatkan hadiah dari seller.
ADVERTISEMENT