Mereformasi PAN Dahulu, Melahirkan PAN Reformasi Kemudian

Bethriq Kindy Arrazy
Esais. Kolumnis. Peneliti Asah Kritis Indonesia. Meminati topik kajian Islam, Sosial, Politik, Budaya dan Media.
Konten dari Pengguna
20 Mei 2020 3:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bethriq Kindy Arrazy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Rakernas V PAN di Hotel Millenium, Jakarta, Sabtu (7/12/2019)
zoom-in-whitePerbesar
Rakernas V PAN di Hotel Millenium, Jakarta, Sabtu (7/12/2019)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam dimensi etika politik, mempertontonkan bentrokan fisik kepada publik semacam itu sangatlah tidak lazim untuk dilakukan. Di sisi lain juga menunjukan kemunduran peradaban perpolitikan Indonesia dengan secara sengaja dan sadar mematikan diskursus. Tentu ini menjadi preseden buruk bagi PAN yang lahir dengan membawa semangat reformasi. Sudah sepantasnya, arena pemilihan pemimpin lebih mengutamakan pertarungan ide, gagasan, dan pemikiran atas segalanya.
ADVERTISEMENT
Tapi siapa yang menyangka, di penghujung Kongres V tersebut barangkali juga berpotensi besar merombak wajah konstelasi politik di tubuh PAN itu sendiri. Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari sosok Zulkifli Hasan yang menjadi aktor tunggal pemegang kunci perubahan. Momen bersejarah ini, bisa bermaksud untuk melakukan reformasi internal. Di sisi lain juga berpotensi menggerus elektabilitas dan popularitas partai.
Runtuhnya Mitos Restu
Kongres V PAN secara aklamasi berakhir dengan kemenangan Zulkifli Hasan (Zulhas) yang mengantongi sebanyak 331 suara, terpaut jauh dengan keunggulan 106 suara dari kompetitornya Mulfachri Harahap yang mengantongi 225 suara. Adapun Mulfachri yang satu paket berpasangan dengan Hanafi Rais, merupakan pasangan yang mendapatkan dukungan penuh dari Amien Rais.
Bagi PAN, terpilihnya Zulhas dua periode merupakan momentum bersejarah. Pasalnya, tradisi keterpilihan ketua umum tidak bisa dipisahkan dari dukungan dan 'restu' sosok Amien Rais selaku Ketua Dewan Kehormatan Partai. Siapapun calon ketum yang melawan calon ketum pilihan berdasarkan selera Amien Rais, bakal dipastikan akan kalah. Zulhas adalah antitesis yang mampu merobohkan tebalnya tembok mitos 'restu' tersebut.
ADVERTISEMENT
Bila mundur sejenak dan berkaca pada mitos 'restu', terpilihnya Zulhas pada kongres sebelumnya, adalah tesis menguatnya dukungan Amien Rais kepadanya. Namun, memasuki Kongres V dukungan Amien Rais berbelok kepada pasangan Mulfachri-Hanafi. Bukan tanpa sebab pilihan itu bergeser. Setidaknya ada beberapa alasan yang melatarbelakanginya.
Pertama, PAN di bawah komando Zulhas dan beberapa loyalisnya dianggap memiliki kedekatan dengan pemerintahan Jokowi. Hal ini nampak pada pilpres 2019, sikap Zulhas yang nampak setengah hati dan gamang memberikan dukungan kepada pasangan Prabowo-Sandi. Bahkan usai Pilpres secara tersirat memberikan dukungan tanpa syarat kepada Jokowi-Ma'ruf.
Kedua, turunnya perolehan suara PAN pada Pemilu 2019 dengan perolehan 6,84%, dibandingkan Pemilu 2014 dengan meraup suara sebesar 7,59%. Hasil perolehan suara ini secara tidak langsung bisa disebabkan sikap setengah hati atau kegamangan Zulhas memberikan dukungan kepada Prabowo. Sedangkan Amien Rais sudah sejak awal mendeklarasikan diri sebagai pendukung Prabowo. Di sisi lain, Waketum PAN, Bara Hasibuan di tengah perhelatan Pemilu 2019 menyampaikan sebanyak 30 DPW PAN menyatakan dukungannya kepada Jokowi-Ma'aruf. Sebagian besar dukungan tersebut berasal dari pengurus PAN Indonesia bagian timur yang dianggapnya memberikan sumbangsih perubahan.
ADVERTISEMENT
Ketiga, perbedaan pandangan yang berakhir dengan pecahnya dukungan ini bukanlah masalah sepele. Bagi Amien, Zulhas selaku ketum dianggapnya tidak mampu mengkonsolidasikan pengurus sekaligus kader di daerah dengan garis instruksi DPP PAN yang sudah sejak awal menyatakan dukungannya kepada Prabowo walau sesungguhnya setengah hati.
Padahal, operasional partai secara de facto dijalankan oleh pengurus partai dalam hal ini adalah DPP. Sedangkan jabatan-jabatan tertentu seperti pembina atau semacamnya hanya sebatas memberikan pandangan nasihat kepada pengurus aktif.
ADVERTISEMENT
Besarnya kuasa dan pengaruh Amien Rais ini selain disebabkan faktor tokoh reformasi juga dipengaruhi oleh sosoknya sebagai pendiri partai yang masih konsisten menemani PAN. Faktor demikian yang membuatnya memiliki basis loyalis yang cukup militan. Ini diperkuat dengan kemenangan ketum-ketum sebelumnya berdasarkan 'restu' yang dikantonginya.
Peralihan jabatan Ketua Dewan Kehormatan dari Amien Rais kepada Sutrisno Bachir tidak menutup kemungkinan akan membawa pengaruh positif, walau secara bersamaan juga bergulir pengaruh negatif. Namun demikian, pengaruh Amien Rais juga tetap tidak bisa disepelekan. Setidaknya Zulhas pada periode keduanya kiranya bisa menjadi amunisi untuk meneguhkan dirinya sebagai pemimpin yang lebih tegas dan independen dalam berkeputusan dan bersikap tentang akan dibawa ke mana PAN selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Tantangan PAN dan PAN Reformasi
Isu keretakan di tubuh PAN dipicu oleh hasil Kongres ke-V. Lalu semakin menguat sejak pengunduran diri Hanafi Rais dari struktur pengurus DPP, Ketua Fraksi PAN, dan Anggota DPR. Ini bukanlah kabar biasa karena Hanafi Rais bukanlah kader biasa. Dia merupakan kader 'berdarah biru' yang tidak lain adalah anak ideologis sekaligus anak biologis Amien Rais.
Mengetahui hal itu, beberapa tokoh senior dan kader PAN sempat mewacanakan pendirian sebuah partai baru. Salah satunya Asri Anas, loyalis Mulfachri-Hanafi yang mengklaim pihaknya menerima sebanyak 158 usulan dari DPW dan DPD. Termasuk sebanyak 1.300 tokoh-tokoh Muhammadiyah dan pernah terlibat di era reformasi. Hingga nama parpol yang sempat terdengar diantaranya bernama Partai Amanat Nasional Reformasi (PAN Reformasi). Kabar ini sekaligus menjadi tantangan ke depan bagi PAN.
ADVERTISEMENT
PAN lahir di penghujung reformasi dengan para pendiri beragam latar belakang profesi. Selain itu kelahirannya tidak memiliki afiliasi kepada ormas Islam tertentu. Figur Amien Rais selaku pendiri PAN sekaligus Ketua Umum PP Muhammadiyah saat itu menjadi magnet tersendiri. PAN dan Muhammadiyah memiliki kedekatan khusus walau bukan secara struktural maupun secara organisasi. Seperti halnya hubungan Gus Dur dengan PKB dan NU. Irisan identitas ini menjadi keuntungan untuk meneguhkan citra ketokohan seseorang.
Sisi negatif sekaligus tantangan PAN bila skenario akhir akan kehilangan Amien Rais di tubuh PAN yang memilih berlabuh di PAN Reformasi adalah akan hilangnya ikon tokoh yang menjadi roh perjuangan partai. Dampak lanjutan lainnya kemungkinan besar akan terjadi eksodus besar-besaran. Setidaknya hal ini akan terbagi menjadi tiga kelompok besar.
ADVERTISEMENT
Pertama, kelompok loyalis Mulfachri-Hanafi yang mendapatkan dukungan Amien Rais. Kelompok ini merupakan kelompok primer yang akan melakukan eksodus. Selain juga perannya yang mewacanakan membuat PAN Reformasi sebagai buntut kekecewaan hasil Kongres V sebelumnya.
Kedua, kelompok pegiat dan simpatisan Muhammadiyah yang bakal dipastikan akan turut merapatkan barisan. Berdasarkan pengamatan saya dengan beberapa orang, termasuk di jagad medsos maupun komentar-komentar di media yang terhubung dengan simpatisan Muhammadiyah menunjukan antusiasnya terkait rencana pendirian PAN Reformasi. Bahkan beberapa diantaranya tersebut sudah mendeklarasikan diri untuk tidak mendukung PAN, termasuk yang sudah lama tidak aktif di PAN menyatakan siap mengaktifkan PAN Reformasi bila dibutuhkan.
Ketiga, kelompok alumni 212, kelompok Islam berhalauan kanan ini bisa dikatakan bahwa figur Amien Rais adalah primadona bagi mereka yang selalu mendemonstrasikan umat Islam di Indonesia selalu dalam kondisi terdzalimi, tersudutkan, dll. Hubungan keduanya menunjukan kemesrahan saat Pilkada Jakarta 2017 dan Pemilu 2019. Tentu apa yang selama ini disuarakan Amien Rais selama dua momentum tersebut dianggap mewakili bakal calon loyalis kultural ini.
ADVERTISEMENT
Tantangan lain yang juga menunggu PAN Reformasi bila nantinya memang benar akan didirikan. Figur tokoh yang kemudian menjadi ikon atau maskot partai, diakui penting untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas partai. Seperti halnya sosok Megawati Soekarno Putri di PDIP, Susilo Bambang Yudhoyono di Demokrat, Surya Paloh di Nasdem, dan Amien Rais di PAN. Nama-nama besar ini yang kemudian berhasil menjadi patron bagi para kader dan simpatisan parpolnya masing-masing.
Besarnya antusias dukungan Amien Rais termasuk pembelaan-pembelaan ujaran yang pernah dianggap meresahkan publik pada suasana pemilu dikhawatirkan akan memahat berhala kultus. Sedangkan kultus itu anti nalar. Dan dalam dunia politik dapat berkembang menjadi pemujaan kepada tokoh. Seseorang yang dikultuskan akan dianggap tidak pernah salah. Padahal tokoh itu adalah manusia biasa yang makan, minum, salah, sakit, dan mati.
ADVERTISEMENT
Kultus yang berakhir pada Amien-isme tentu tidak akan menyehatkan roda organisasi parpol. Seperti halnya gejala mitos 'restu' yang bagi sebagian kalangan sangat menentukan karir politik bakal calon ketum. Contoh lain adalah bagaimana kokohnya Megawati di PDIP sebagai ketum selama lebih dari dua dasawara.
Pengunduran diri Hanafi, sekaligus wacana mendirikan PAN Reformasi juga bagian dari gejala praktik feodalisme yang selangkah lagi menjadi praktik oligarki bersifat kekeluargaan (klan). Terlebih semakin menguatnya suara kekecewaan setelah kekalahan pasangan Mulfachri-Hanafi. Mungkinkah PAN Reformasi mempersiapkan kursi tahta untuk putra mahkota? Contoh lain adalah bagaimana Agus Harimurti Yudhoyono yang melenggang mulus menjadi Ketua Umum Partai Demokrat yang karir politiknya sesungguhnya masih kalah dengan adiknya, Ibas Yudhoyono.
ADVERTISEMENT
Praktik feodalisme mengatasnamakan klan, tentu tidak menyehatkan dan menutup secara paksa nafas demokrasi dalam sebuah parpol. Sekaligus menutup akses kader parpol potensial lainnya yang sesungguhnya juga memiliki kematangan wawasan, kepemimpinan, kebangsaan, dll.
Penyematan kata 'Reformasi' itu berat bila dalam praksis politiknya pada akhirnya akan berkubang dalam kultus dan feodalisme klan. Sedangkan reformasi itu bermakna perubahan secara drastis yang bermaksud membongkar segala bentuk kemapanan yang mendominasi.
Berkaca pada perolehan suara PAN pada pemilu 2019 sebesar 6,84%, termasuk rencana mendirikan PAN Reformasi, keduanya seperti buah simalakama. Terlebih bagaimana analisis sementara pemetaan kelompok eksodus beserta tantangan keduanya. Dengan standar parliamentary treshold sebesar 4% bisa jadi skenario kemungkinan terburuknya baik PAN maupun PAN Reformasi tidak akan lolosng, kalah jadi abu.
ADVERTISEMENT
Bethriq Kindy Arrazy
Kolumnis, Esais, Alumnus Universitas Islam Indonesia