Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Presidensi G20 Momentum Indonesia Ambil Alih Adikuasa Dunia
27 April 2022 15:26 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Al Mukhollis Siagian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Konferensi Tingkat Tinggi Grup 20 atau yang lebih akrab dikenal dengan singkatan KTT G20 tahun 2022 akan dilaksanakan di Indonesia. Artinya semenjak tergabung di G20 tahun 1999, Indonesia telah menemukan kesempatan sebagai tuan rumah forum internasional dengan kondisi di dalamnya terdapat Negara-negara adikuasa (G20 adalah kelompok informal dari 19 negara dan Uni Eropa, serta perwakilan dari International Monetary Fund dan World Bank) untuk membahas sejumlah persoalan pokok global yang terbagi menjadi dua poin besar, yaitu Finance Track dan Sherpa Track.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, kesempatan emas ini memperoleh tantangan besar, terutama imbas dari terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina. Satu sisi, Indonesia memperoleh ancaman untuk membatalkan KTT G20 jika tidak mampu menghadirkan seluruh Negara anggota. Di sisi kedua, Amerika Serikat meminta Rusia harus dikeluarkan dari G20 yang kemudian ditolak oleh Negara anggota China. Sehingga tekanan dari Amerika Serikat berubah, jika Indonesia tetap mengundang Rusia dalam KTT G20, maka Amerika Serikat tidak akan hadir dan mengecam serta akan memboikot Negara anggota lainnya. Dan sisi ketiga, berbagai narasi di media sosial bahwa Presidensi G20 yang Indonesia peroleh merupakan jebakan dari geo-politik internasional.
Terkait sisi ketiga (narasi buruk dan informasi kacau yang beredar) tidak bisa dibenarkan sama sekali. Perlu diketahui bahwa setiap tahun para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara Anggota G20 melakukan pertemuan. Selanjutnya G20 sengaja dibentuk tidak memiliki sekretariat permanen karena mengacu dari sistem bermodelkan tuan rumah (Presidensi) yang ditetapkan secara konsensus pada KTT dengan rotasi kawasan dan berganti setiap tahun.
ADVERTISEMENT
Mengulas kembali latar belakang kesempatan Indonesia menjadi Presidensi G20 berawal dari tahun 1999 oleh para Negara Anggota G7 (terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, dan Prancis) bermufakat untuk mengembangkannya menjadi G20 dengan pertambahan Negara Anggota yang terdiri dari Kanada, Meksiko, Argentina, Brasil, Rusia, Afrika Selatan, Arab Saudi, Turki, Tiongkok, Korea Selatan, India, Australia, Uni Eropa dan Indonesia.
Pada tanggal 14-15 November 2008 adalah KTT G20 pertama melalui undangan Presiden Amerika Serikat George W. Bush; selanjutnya tanggal 1-2 April 2009, London sebagai Presidensi KTT G20 kedua; KTT G20 ketiga dilaksanakan di Pittsburg pada tanggal 24-25 September 2009; KTT G20 keempat dilaksanakan di Toronto pada 26-27 Juni 2010; kemudian KTT G20 secara rutin dilakukan berturut-turut di Cannes, Prancis (2011); Los Cabos, Mexico (2012); St. Petersburg, Rusia (2013); Brisbane, Australia (2014); Antalya, Turki (2015); Hangzhou, RRT (2016); Hamburg, Jerman (2017); Buenos Aires, Argentina (2018); Osaka, Japan (2019); Riyadh, Arab Saudi (2020); dan Roma, Italia (2021).
ADVERTISEMENT
Sehingga jelas bahwa Presidensi G20 yang Indonesia peroleh pada tahun 2022 bukanlah jebakan dari geo-politik internasional, masyarakat kita harus memahami ini. Selain daripada rotasi dan sistem gantian setiap tahun, melainkan sudah saatnya bagi Indonesia untuk memimpin dunia sebagaimana keberhasilan Indonesia menjadi anggota keamanan dan anggota HAM tidak tetap di PBB pada tahun 2019 melalui upaya-upaya yang digencarkan oleh Kementerian Luar Negeri dan seluruh putra/i bangsa.
Kembali pada konteks tantangan dan ancaman yang Indonesia peroleh sehingga dirundung dilema. Satu per satu ancaman bermunculan dan tidak bisa dipandang remeh, menyelenggarakan G20 tanpa kehadiran salah satu Negara anggota adalah kecacatan formal dan material. Apa pun faktornya, sejarah catur Indonesia di kancah internasional akan tercatat buruk. Lebih jauh, grand design Indonesia yang disarikan dari pembukaan UUD 1945 nan kemudian diaktualisasikan dalam GBHN pada masa Orde Baru dengan unsurnya REPELITA dan RPJP dengan unsurnya RPJMN di era kini bisa ludes.
ADVERTISEMENT
Ancaman yang dilakukan oleh Amerika Serikat harus ditanggapi dengan serius, mengingat Indonesia pada tahun 2020 dikeluarkan dari daftar Negara Berkembang oleh Kantor Perwakilan Dagang (USTR) Amerika Serikat nan berimplikasi pada kemampuan neraca perdagangan internasional kita.
Mengeluarkan Indonesia dari daftar Negara berkembang bukanlah dari sisi kemajuan, melainkan sanksi nyata dari Amerika Serikat. Serta dalam konteks G20, perlu diingatkan juga bahwa salah satu founding members G20 adalah Amerika Serikat. Lagian bukankah akhir-akhir ini banyak sorotan yang dilakukan oleh Amerika Serikat mengenai kondisi internal Indonesia, seperti HAM dan lain sebagainya yang berpotensi mengacau fokus dan kohesi sosial bangsa.
G20 yang notabenenya sebagai forum strategis dengan komposisi sekitar 65% penduduk dunia terejawantahkan, 79% perdagangan internasional bercokol, dan setidaknya 85% perekonomian global beroperasi harus mampu dikelola dengan baik oleh Indonesia selaku tuan rumah pada tahun ini dan menjadikannya sebagai momentum untuk mengambil alih sematan adikuasa dunia.
ADVERTISEMENT
Tentu Indonesia tidak boleh takut atas ancaman Amerika Serikat, namun tidak pula mengabaikannya, dan tetap mengikutsertakan Rusia dalam KTT G20. Harus ada strategi baru yang Indonesia lakukan. Mengingat kita sedang mempertaruhkan catur politik negara bangsa di kancah internasional untuk ke depannya, komitmen non-blok nan berdikari, dan cita menjadi Negara rujukan dan lumbung kebutuhan bagi dunia.
Pertama, Indonesia harus memastikan konflik antara Rusia dan Ukraina dapat diselesaikan di bumi pertiwi meskipun jika perlu menambah jangka waktu 1 atau 2 hari dari biasanya KTT G20 pada tahun ini. Misi perdamaian itu merupakan bunyi dari amanat konstitusi kita sekaligus sebagai jaminan bagi Amerika Serikat dan Negara lainnya atas keunggulan Indonesia memimpin dunia (Presidensi). Tentu jalan menuju resolusi terbaik yang terkesan utopis demikian tidaklah mudah.
ADVERTISEMENT
Kedua, sebagai Negara bangsa yang telah memperlihatkan gengsinya dari bisikan maupun ancaman berbagai blok dunia, maka Indonesia harus melakukan konsolidasi asa bangsa secara nasional. Kita butuh extra-strategy dan Indonesia memiliki potensi untuk memunculkannya. Indonesia memiliki Mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dengan kemampuannya memahami dunia barat, Mantan Presiden Megawati Soekarno Putri dengan kemampuannya memahami barisan China, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dengan kemampuannya membaca pola gerak Uni Eropa, Habieb Rizieq Shihab dengan kemampuannya membaca pola gerak Uni Emirat Arab, dan sejumlah pakar dari kalangan generasi millenial.
Presiden Joko Widodo harus mengadakan pertemuan dengan putra/i terbaik bangsa tersebut dan membentuk forum nasional dalam rangka merumuskan langkah taktis dan strategis Indonesia dalam mengendalikan ancaman serta menjadikan kesempatan Presidensi G20, Indonesia sebagai Negara Adikuasa Dunia. Dalam hemat penulis, terdapat tiga hukum kenapa Indonesia harus menjadi Negara adikuasa.
ADVERTISEMENT
Pertama, Indonesia memiliki sumber daya yang dimiliki oleh Negara lain dan memiliki sumber daya yang tidak dimiliki oleh Negara lain. Namun hingga sejauh ini kita terlalu fokus untuk mengekor kepada Negara-negara yang dianggap maju dan besar. Kedua, satu-satunya cara mewujudkan cita menjaga perdamaian dan ketertiban dunia adalah dengan menjadi super power internasional. Ketiga, Negara-negara di dunia sudah mulai menunjukkan ketidaknyamanan atas ulah negara dari blok timur maupun negara blok barat.
Atas dasar ini penulis menilai bahwa menjadi Negara adikuasa berwajah baru di dunia bukanlah jalan sulit, apalagi jika berkaca dari cara Amerika Serikat membalikkan standar sebagai pengatur jalan kerjanya dunia setelah diberi kemerdekaan oleh Inggris. Pembalikan standar yang dilakukan oleh Amerika Serikat berangkat dari kemampuannya membaca sumber daya Negara lain disaat itu, kemudian menawarkan beberapa gagasan pengatur jalannya dunia untuk disepakati oleh Negara-negara lain. Maka kita hanya perlu mengaktivasi gagasan terbaru dan terbaik untuk dunia melalui formulasi putra/i terbaik bangsa dalam forum nasional sebagai bahan pada Konferensi Tingkat Tinggi G20 pada November mendatang.
ADVERTISEMENT
Live Update